Pertama, pikirkan apa-apa yang tidak wajar sudah terjadi dilingkungan kita. Apa yang terjadi kalau hal-hal itu terus dibiarkan. Dampak bagi kehidupan sehari-hari dan juga masa depan kita dan keturunan kita.
Kedua, tanyakan lagi apakah benar kita tidak bisa merubah keadaan ini. Apakah kita sudah berada diantara ketidaberdayaan kita? Kita memang tidak punya potensi? Tanyakan kembali. Setiap kecemasan kita terhadap hal yang tidak sesuai biasanya adalah panggilan nurani.
Ketiga, saya meyakini bahwa ada potensi dari diri kita. Tinggal kita menerapkannya. Dan mau menerapkannya. Misalnya kita mengkhawatirkan lingkungan yang dipenuhi sampah, lalu kita berpikir jauh bagaimana pengelolaannya. Ini hanya salah satu contoh action, nantinya bisa beragam tindakan lainnya.
Keempat, coba bangkit dari ketidakberdayaan. Apa yang tidak membuat kamu tidak berdaya? pikirkan kamu menjadi berdaya dengan merubah apa yang tidak positif dari diri kamu untuk menjadi lebih baik. Tidak harus perubahan besar, selangkah-selangkah tapi maju. Nanti juga sampai pada hal yang baik. Berawal dari mengubah diri sendiri dulu lalu nantinya kamu bisa mengubah dunia. Hal itu bisa terjadi bukan?
Menggerutu memang bukan hal yang didefinisikan baik. Menggerutu sendiri berarti kamu protes tapi tidak bersuara keras. Biasanya sih hanya terdengar di telinga sendiri atau satu orang di sampingnya. Dan Memang sedikit menyebalkan.
Karena menyebalkan itu, sikap menggerutu bisa lebih diperluas dengan tindakan aksi sehingga kamu bukan lagi menggerutu dalam ketidakberdayaan. Paling tidak, kamu sudah membuat aksi bukan lagi soal menggerutu.
Menjadi tidak enak kalau bisa bicara tapi tidak bertindak. Rasa gelisah dan cemas terhadap keadaan bisa kita kurangi dengan sebuah tindakan. Tidak apa-apa hal yang kecil, paling tidak kamu sudah bisa berpartisipasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H