Memang ada hal-hal yang diluar kendali kita. Apalagi kita bukan orang yang banyak uang, punya kuasa atau pintar luar biasa.
Ditambah privilege kesempatan dengan dalih keberuntungan. Karena ada yang tidak punya apa-apa tapi selalu mujur karena memang takdir.
Kalau begitu apakah keadilan hidup yang Tuhan berikan?
Kalau dari segi keimanan dan takdir, saya berpendapat bahwa ada yang Allah berikan pada seseorang tetapi akan ada kekurangan juga. Dimana setiap kemujuran tentu saja akan berdampak pada tanggung jawab dan konsekuensi dari aksi kita dari kemujuran itu.
Kembali kepada ketidakberdayaan lalu membuat kita menggerutu. Mengkritisi dan ketidaksepahaman dengan seseorang, sistem atau keadaan adalah hal yang wajar bukan?
Apalagi hal-hal yang kita lihat berakibat terhadap kehidupan sosial yang tidak sesuai dengan norma yang kita percayai kebenarannya. Ada hal-hal yang menyimpang yang memang seharusnya hal itu tidak boleh terjadi. Misalnya, ketidakadilan, korupsi atau hal yang tidak kamu senangi.
Kita yang tidak punya opsi ini, akan melihat sambil mengerutu karena memang tidak berdaya. Istilahnya tidak punya 'power' untuk menyuarakan apalagi untuk mempengaruhi orang lain mengikuti apa yang kita mau.Â
Bagaimana menyikapinya sehingga tidak pasrah dan hanya mengerutu saja. Lalu, tidak merasa memiliki harapan. Apalagi soal-soal yang berhubungan dengan normal yang berlaku.
Saya meyakini, seseorang memiliki kesempatan kecil untuk berimpact dan melakukan tindakan kecil. Untuk hal-hal yang tidak kita sepakati bisa kita lakukan tindakan tentunya tidak boleh bertentangan dengan hukum. Kalau semua orang hanya mengerutu, apa yang bisa berubah?
Apa yang perlu dilakukan agar tidak hanya mengerutu terus menerus sehingga menjadi apriori terhadap keadaan. Kita memiliki kesimpulan bahwa hal-hal tidak wajar menjadi wajar, hal yang mengakibatkan ketidaknyamanan adalah hal yang biasa.Â