Mohon tunggu...
Syahrul Munir
Syahrul Munir Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan

Hobi Bersepeda dan Jalan Santai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sepekan Internet Mati Bergantian, Ini Misteri atau Ulah Teknisi?

1 Maret 2023   22:33 Diperbarui: 1 Maret 2023   22:36 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta -- Selamat Datang di Era Baru Society 5.0. Era dimana teknologi digital sudah menyatu dengan badan. Hidup berdampingan dengan internet. Keberadaan jaringan internet di rumah atau kuota di Android bergeser menjadi kebutuhan primer seperti beras dan lauk pauk yang selalu tersaji di meja makan.

Kecewannya, begitu masyarakat sudah ketergantungan dengan internet, perusahaan profider internet seakan mengabaikan infrastruktur yang tersedia. Kabel semerawut, Optical Distribution Poin (ODP) melebihi kapasitas, sampai masalah putus jaringan bergantian. Ini jadi problem di era digital.

Masyarakat sebagai pengguna (user) tinggal menerima apesnya saja. Jaringan sering berkedip alias buppering lantaran kualitas lemah. Muter-muter terus ujungnya mati.

Masalah jaringan internet ini menjadi pengalaman saya di era Society 5.0. Kurang dari satu bulan, jaringan internet mati dua kali tanpa sebab. Pertama mati penyebab masih misteri, dan kedua kalinya karena ulah teknisi.

Tak ada angin atau hujan di rumah lampu indikator merah pada LOS kedap-kedip. Ini pertanda jaringan internet putus seharian hingga teknisi datang keesokan hari. Petugas teknisi tiba di lokasi memperbaiki kabel yang terhubung dengan ODP atau fitur pendukung layanan fiber optic yang berperan bagikan titik terminasi kabel drop otik ataupun tempat buat membagi satu core optic ke sebagian pelangan.

Teknisi cekatan dalam menemukan penyebab internet error. Tak butuh waktu lama, jaringan kembali normal. Saking cepatnya, kopi yang tersaji belum sempat diseruput lantaran air masih panas.  

Hanya saja muncul persoalan baru, internet tetangga sebelah yang satu terminal putus. Begitu seterusnya, hingga terkesan kehadiran teknisi hanya memindahkan masalah ke tetangga sebelah.

Satu deretan rumah komplain bergantian memanggil teknisi. Dalam satu minggu, empat rumah silih berganti mengalami nasib yang sama. Fenomena ini meninggalkan trauma beberapa warga, yang emosi begitu melihat teknisi naik tangga di tiang internet. Panik dan pasang mata elang. Saking takut jaringan internet di rumahnya kembali mati.

Apa ini modus baru teknisi internet? Terlalu gegabah untuk menilai sejauh itu, walau kecurigaan mengarah ke sana. Saya coba ngobrol dengan teknisi soal penyebab jaringan pedot ternyata masalah kabel putus sambungan ke ODP. Padahal enggak ada yang otak-atik tuh terminal penghubung.

Keesokan harinya, datang lagi teknisi berbeda memperbaiki kabel internet tetangga di tiang yang sama. Saya kembali hampiri dan lemparkan pertanyaan apa problem dasar sehingga jaringan internet mati bergiliran. Jawabannya port sudah melebihi kapasitas (over capacity). Sehingga rentan putus dan jaringan tidak normal.

Anehnya lagi, teknisi itu juga tidak bisa melaporkan kondisi kelebihan kapasitas di terminal kepada provider yang bertanggung jawab. Alasannya, bukan bagian dari tugas mereka. Jaringan internet satu blok itu dipegang beberapa perusahaan subcon berbeda selaku pihak ketiga.

Untuk pemasangan instalasi awal perusahaan A, bagian penanganan komplain perusahaan B, dan untuk membenahi infrastruktur kabel dan sebagainya itu perusahaan C. Tiga perusahaan sub kontraktor itu sama sekali tidak memiliki jalur koordinasi. Ini dalam satu provider.

Saya pun gerak cepat mencari solusi internet agar tidak sering mengganggu pekerjaan, dengan pindah provider. Keputusan pindah pun secara baik-baik dengan mengembalikan modem ke kantor provider yang telah 5 tahun menemani perjalanan hidup. Petugas penerima pun begitu ramah, dan adem.  

Saat proses pengembalian alat, muncul tukang ojek daring membawa pesanan makanan untuk pemesan yang beralamat di kantor tersebut. Driver ojek daring itu menyebutkan nama namun tak satupun petugas yang bisa mengenal nama tersebut.

"Di sini banyak kantor, pak. Jadi kalau tidak disebut nama perusahan sulit ketemu," ujar karyawan tersebut.

Tuh, kalau yang pesan makanan aja kesulitan mencari nama akibat banyak perusahaan bagaimana nasib pelanggan internet yang perawatan infrastruktur jaringan dipegang banyak tangan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun