Mohon tunggu...
Syahrul Munir
Syahrul Munir Mohon Tunggu... Wartawan

Hobi Bersepeda dan Jalan Santai

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Warung Pecak Pak Sastra BSD, Hadirkan Kenangan Masa Lalu

14 Desember 2022   16:11 Diperbarui: 14 Desember 2022   16:20 1546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung Pecak Pak Sastra BSD di samping sekolah Cikal Harapan Rawa Buntu, BSD. (FOTO: Koleksi Pribadi)

Kenangan masa lalu bisa saja muncul melalui beragam cara, diantaranya melalui album foto, mendatangi tempat-tempat istimewa yang pernah dikunjungi atau melalui makanan. Belakangan saya mengalami dua kali memori masa kecil terkuat saat menyantap makanan.   

Pertama saat makan bubur ayam di Pasar Modern, Tangerang Selatan. Dan kedua, saat menikmati Pecak Pak Sastra BSD akhir pekan lalu. Sekitar pukul 13.30 WIB saya mampir ke tempat makan Pak Sastra BSD yang letaknya persis sebarang jembatan Jalan Kencana Lokal, Blok B9, Rawa Buntu, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan.

Rumah makan sederhana ini persis di sebelah sekolah Cikal Harapan ini mengingatkan kenangan saya sekolah SMP di Kampung. Tempat ini sering saya lewati, terutama saat gowes rutin akhir pekan. Biasanya rute gowes dengan sepeda gunung (MTB) ke Danau Cisawang, Gunung Sindur Kabupaten Bogor pasti melintas kedai Pak Sastra BSD.

Tapi kala itu, sama sekali tidak memperhatikan keberadaan kedai sederhana dengan akses tuggal jembatan besi berwarna kuning. Suasana warung adem dengan beragam pohon berbaris hampir menutupi sebagian wajah warung tersebut.

Pertanyaannya apa yang membuat saya mampir ke warung Pak Sastra BSD? Salah seorang YouTuber terkenal yang konsisten mengangkat konten makanan pinggir jalan yang menggiring saya mampir ke warung itu. Review YouTuber itu sangat menggugah naluri hingga ingin mencicipi kuliner Pak Sastra.

Singkat cerita, malam hari saya dan istri bersepakat menyusun jadwal makan siang ke warung Pak Sastra BSD. Kebetulan, keberadaan warung Pak Sastra BSD bisa ditempuh dengan durasi kurang setengah jam perjalan dari rumah menggunakan kendaraan.    

Pecak Ikan jadi menu utama. Olahan pecak ikan dan sambel dadaknya juara banget. Pecak ikan itu terdiri dari ikan goreng kering yang disajikan dengan kuah bertabur irisan jahe secara terpisah. Namun cara menyantap pecak ada dua gaya, yakni menikmati daging ikan dan kuah secara terpisah, atau disatukan.

Pecak Ikan Pak Sastra BSD. (FOTO: Koleksi Pribadi)
Pecak Ikan Pak Sastra BSD. (FOTO: Koleksi Pribadi)

Saya memilih menikmati dengan cara terakhir dengan menyiramkan kuah pecak ke tubuh ikan goreng kering. Ehmm, luar biasa. Daging ikan yang empuk dan gurih ditambah seruput kuah pecak membuat pecah di mulut. Proses masak ikan ini menggunakan kayu bakar.

Di tambah air putih hangat aroma bakar yang mampu menerbangkan alam pikiran jauh ke masa sekolah SMP di Sukabumi, Jawa Barat 15 tahun lalu. Gila banget. Aroma bakar terasa begitu kuat terhirup menghadirkan kenangan masa lalu saat saya minum air hangat dari dapur nenek yang dimasak menggunakan kayu bakar.

Tidak banyak menu yang saya cicipi siang itu. Lauk yang mengapit nasi di piring hanya tumis kulit melinjo, jengkol goreng kecap dan tumis daun kencur. Sudah pasti, sambil melengkapi kelezatan santap siang yang sudah kelewat jam.

Kenikmatan luar biasa, terutama pecak ikan yang saya berani berikan bintang lima, sebagai penilaian top banget. Ini bukan kali pertama saya menikmati ikan pecak di wilayah Tangerang Selatan dan sekitarnya. Tapi, rasa-rasaya saya jatuh hati pada olahan ikan pecak Pak Sastra BSD ini.

Goreng jengkolnya pun pas di mulut. Aroma dan rasa jengkol begitu bersahabat dan tidak terlalu ngotot. Begitu juga dengan kulit melinjo yang melengkapi cita rasa makan siang saat itu. Mungkin, ini karena saya doyan dengan menu sundaan.  

Soal harga, ini juga yang membuat kebahagian berikutnya. Sangat terjangkau, untuk tidak saya mengatakan murah.  Dengan menu yang memadati lingkaran piring, saya hanya merogoh kocek sebesar Rp 25.000. Murah bukan?

Nikmatnya lagi layanan self service yang membuat kami tak perlu lama menunggu beberapa saat hingga menu datang. Begitu sampai warung, langsung antri mengambil piring dan lauk yang sudah tersaji. Memang, menu siang itu sudah tidak lengkap lantaran kehabisan. Seperti pete, dan sambil terasi sudah tak terlihat karena habis.

Kenikmatan siang itu serasa belum pol karena belum mencicipi hidangan pete. Alasan ini juga yang membuat saya penasaran ingin kembali lagi untuk berkenalan dengan menu lainnya.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun