Mohon tunggu...
Cendanis Sekar Ningrum
Cendanis Sekar Ningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi FIS UNJ

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Pengangguran, KDRT, hingga Perceraian

15 Maret 2022   11:00 Diperbarui: 15 Maret 2022   11:03 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cendanis Sekar Ningrum

Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

Sejak kemunculannya pertama kali di tiongkok pada dua tahun silam, virus corona atau dikenal dengan covid 19 masih menjadi perhatian publik. Hal tersebut tentu berdampak pada setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Lebih jauh mengenai pandemi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pandemi berarti wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas. Sementara itu, Morens et al. (2020) mendefinisikan pandemi sebagai epidemi yang terjadi secara global. Tingginya kasus akibat virus corona ini menjadikan pandemi covid-19 ini ditetapkan sebagai bencana nasional di Indonesia. Penetapan itu dinyatakan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran CORONAVIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional.

Situasi pandemi telah membawa banyak perubahan besar pada berbagai sektor. Kehidupan berubah drastis akibat peraturan-peraturan yang menyesuaikan dengan kehadiran pandemi dan dampaknya bagi kesehatan.

Pembatasan-pembatasan diberlakukan, baik dalam sektor kecil maupun besar. Perubahan dan pembatasan ini memberikan dampak dalam berbagai bidang kehidupan. Tidak terkecuali dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya. Walaupun ada dampak positif dalam bidang pendidikan, yakni pembelajaran dari rumah menuntut pihak-pihak yang terlibat untuk menguasai teknologi-teknologi yang menunjang pembelajaran. Sehingga baik tenaga pengajar maupun peserta didik dapat bereksplorasi akan kecanggihan teknologi, khususnya dalam teknologi informasi. Di sisi lain, pandemi juga memberikan dampak negatif bagi berbagai bidang, khususnya bidang ekonomi.

Selain menyerang masyarakat Indonesia, wabah covid-19 juga turut menyerang perekonomian Indonesia. Masalah yang ditimbulkan pandemi dalam bidang ekonomi, ialah meningkatnya angka pengangguran seiring dengan maraknya penyebaran virus corona. Menurut Sadono Sukirno, pengangguran adalah orang yang belum melakukan sesuatu kegiatan yang menghasilkan uang.

Pengangguran tidak terbatas hanya pada orang yang belum bekerja tetapi orang yang sedang mencari pekerjaan dan orang yang sedang bekerja namun pekerjaannya tidak produktif pun dapat dikategorikan sebagai pengangguran. Pengangguran di Indonesia, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, banyaknya pengangguran di Indonesia pada Agustus 2021 adalah sebesar 9,10 juta penduduk. Jumlah tersebut telah menurun 0,58% jika dibandingkan dengan jumlah pengangguran setahun sebelumnya yang mencapai 9,77 juta orang.

Data lain yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik adalah persentase pengangguran berdasarkan jenis kelaminnya. BPS mencatat sedikitnya 7.46% atau 9.6 juta pria menganggur terhitung sejak Agustus 2020. Angka ini kemudian menurun menjadi 6.74% atau 8.7 juta pada Agustus 2021. Kedua presentasi tersebut masih lebih besar jika dibandingkan dengan persentase pengangguran perempuan pada kurun waktu yang sama, yakni sebesar 6.46% atau 8.3 juta dan 6.11% atau 7.9 juta. 

Penyebab tingginya angka pengangguran di Indonesia selama pandemi ini setidaknya disebabkan oleh beberapa hal, yakni sebagai berikut, banyak perusahaan yang menutup ataupun ditutup usahanya akibat adanya peraturan yang berlaku. Seperti misalnya pabrik yang mengharuskan pekerjanya datang ke pabrik dan hal ini bertentangan dengan kebijakan bekerja dari rumah.

Adanya aturan pembatasan sosial berskala besar yang membuat toko atau penyedia jasa menjadi sepi peminat dan harus gulung tikar. Terakhir, adanya rasa takut yang tinggi terhadap pandemi sehingga memaksa perusahaan atau diri seseorang untuk tidak mengaktifkan operasional perusahaannya. Dampak penurunan ekonomi itu lalu berkembang menjadi masalah sosial. Masalah sosial tersebut diantaranya: adalah meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga, masalah kriminalitas yang merebak, dan masyarakat juga mengalami disfungsi sosial serta disorganisasi karena pembatasan aktivitas di luar rumah

Dalam jurnal Ketidakstabilan Emosi dan Mood Masyarakat Di Masa Pandemi Covid-19, disebutkan bahwa paksaan sosial dan ekonomi secara simultan akibat efek pandemi covid-19 mempengaruhi ketidakstabilan emosi individu. Ketidakstabilan dalam diri individu ini kemudian berpengaruh pada perubahan emosi dalam diri seseorang,yakni ketika seseorang kehilangan fokus akan suatu hal. Misalnya, perubahan perasaan dari marah menjadi bahagia secara cepat. Perubahan emosi ini juga dapat memicu seseorang mengalami stress bahkan depresi.

Dikutip melalui jurnal Regulasi Emosi Sebagai Moderator pada Pengaruh Ketidakamanan Kerja terhadap Kesejahteraan Psikologis Selama Pandemi COVID-19 oleh Maria Febiola, dampak covid-19 terhadap kesehatan mental, menemukan hasil bahwa terdapat peningkatan gejala depresi dan kecemasan selama pandemi dibandingkan dengan data sebelumnya. Pandemi ini sangat membuat stress bagi para dewasa muda, perempuan, orang dengan penghasilan rendah, dan pengangguran (Pich et al., 2020). Ini terbukti sejalan dengan hasil survei daring Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap lebih dari 20.000 keluarga, 95% keluarga dilaporkan stres akibat pandemi dan pembatasan sosial. Hal itu terjadi pada April-Mei 2020.

Seperti yang telah disebutkan, bahwa berbagai perubahan yang terjadi akibat pandemi covid-19 menimbulkan perubahan pada sisi emosional setiap orang. Misalnya saja, seseorang yang terdampak PHK akibat pandemi ini akan rentan mengalami permasalahan emosional dalam dirinya. Kebiasaan bekerja dan memiliki penghasilan seketika berubah dan mengancam mereka untuk tidak lagi memiliki penghasilan. Terlebih lagi pada seorang pria yang merupakan tulang punggung keluarga. Ini tentu akan memancing rasa cemas dan gelisah dalam dirinya mengingat mungkin saja banyak tanggungan yang harus dilunaskan. Seperti kebutuhan sehari - hari dalam rumah tangga, biaya sekolah anak, dan lain sebagainya. Hanya saja, pria cenderung buruk dalam mengekspresikan perasaannya. Mereka cenderung lebih memilih memendam perasaan dan menutupi emosinya.

Emosi yang dipendam terus-menerus juga bisa menyebabkan gangguan cemas. Gangguan cemas berkepanjangan mengakibatkan otak memproduksi hormon stres secara berkala. Dilansir dari laman Healthy Place, menurut studi yang dilakukan Harvard University, pria dengan karakteristik cemas, gelisah, dan memiliki batasan juga cenderung melakukan kekerasan. Tidak hanya itu, pria yang pesimistis, tertutup, serta rendah kepercayaan dirinya memiliki risiko tinggi melakukan kekerasan fisik kepada perempuan. Inilah alasannya pandemi covid-19 menyebabkan permasalahan ekonomi yang berujung pada permasalahan sosial, berupa kekerasan dalam rumah tangga.

Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 angka 1). Dalam UU PKDRT, tindak KDRT diatur dalam Pasal 5 dan dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: (1) kekerasan fisik; (2) kekerasan psikis; (3) kekerasan seksual; dan (4) penelantaran rumah tangga. Tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu gejala abnormal dalam masyarakat karena bertentangan dengan nilai-nilai dan norma masyarakat. 

Dilansir dari komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan, sepanjang tahun 2020 Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan mencatat kasus kekerasan sejumlah 8.234 kasus. Kasus yang paling menonjol adalah di Ranah Personal (RP) atau disebut KDRT/RP (Kasus Dalam Rumah Tangga/ Ranah Personal) sebanyak 79% (6.480 kasus). Tidak hanya di Indonesia, dikutip kembali melalui media Indonesia, WHO menyatakan bahwa banyak negara yang melaporkan peningkatan kasus KDRT yang terjadi pada masa pandemi. Di Spanyol misalnya, persentase KDRT pada april 2020 naik hingga menyentuh angka 60%. Di Prancis, laporan KDRT pada Federasi Nasional untuk Solidaritas Perempuan naik 2-3 kali lipat sejak negara ini memberlakukan karantina wilayah atau lockdown.

KDRT menimbulkan permasalahan serius bagi perempuan. Diantaranya adalah mengalami sakit fisik, tekanan mental yang menyebabkan stress pasca trauma, mengalami depresi, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, dan dapat menyebabkan keinginan untuk bunuh diri. Disamping itu, KDRT juga mempengaruhi pola pikir istri, seperti selalu dilanda rasa khawatir dan ketakutan yang berlebihan, cenderung curiga, tidak mampu mempercayai orang lain, dan sulit dalam mengambil keputusan. Disisi lain, KDRT juga dapat memberikan permasalahan serius bagi reproduksi wanita. Seperti misalnya ketika KDRT terjadi saat kehamilan, maka dapat menyebabkan keguguran. Kemudian dapat menyebabkan gangguan hormon yang berdampak pada sirkulasi menstruasi perempuan. Lebih jauh, ketika akan bersalin maka akan menghambat jalan lahir karena minimnya kontraksi pada uterus.

Dampak lain dari KDRT, dikutip dalam Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga, salah satu faktor penyebab terjadinya gugatan cerai adalah karena kekerasan dalam rumah tangga. Perempuan cenderung tidak tahan dengan perbuatan kasar prianya. Dibandingkan harus menempuh jalur hukum, perempuan akan mengajukan perceraian yang dinilai dapat menyelesaikan masalah. Ini sejalan dengan ucapan Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi mengungkap, ada faktor yang berpotensi menyebabkan perceraian, yakni kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Menurutnya, sepanjang 2019, KDRT menjadi penyumbang terbanyak kasus perceraian. Sepanjang periode tersebut, tercatat ada 7.440 kasus perceraian karena KDRT. Dikutip dari laman kata data, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat setidaknya ada 291.677 kasus perceraian di Indonesia. Dengan angka gugat cerai atau perkara perceraian yang diajukan oleh istri sebanyak 214.970 kasus. Sedangkan gugat talak atau perkara perceraian yang diajukan oleh suami sebanyak 76.707. Menurut data, ada sejumlah faktor penyebab perceraian sepanjang 2020. Di antaranya perselisihan, ekonomi, meninggalkan salah satu, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Terkait dengan perceraian akibat pandemi, 31% pasangan mengatakan pandemi covid-19 menimbulkan berbagai keretakan dalam rumah tangga dan telah merusak hubungan mereka (Lee,2020 dalam Perceraian Di Masa Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Ilmu Sosial). Perceraian   pada   masa   pandemi  Covid-19, dapat  diketahui secara  umum  penyebab perceraian adalah karena adanya konflik dalam rumah tangga yang disebabkan  oleh permasalahan ekonomi, ketidakseimbangan aktivitas, dan waktu bersama, kekerasan dalam rumah tangga, berubah pola komunikasi, faktor usia dalam membina  rumah  tangga  (Tristanto,  2020a dalam Perceraian Di Masa Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Ilmu Sosial). Lebih lanjut, perceraian ini kemudian akan menimbulkan masalah sosial baru seperti anak-anak yang akan terlantar dan terancam terjerumus ke pergaulan bebas. 

Jika ditelaah lebih lanjut mengenai paparan tersebut, bahwa masalah awal terjadinya KDRT hingga perceraian adalah karena adanya perubahan emosi pada diri seseorang sehingga akhirnya melakukan tindakan kasar, baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Untuk itu perlu adanya kebijakan - kebijakan yang dikeluarkan untuk meminimalisir dan mencegah terjadinya permasalahan sosial tersebut. Kebijakan tersebut perlu direncanakan dengan yang disebut sebagai perencanaan sosial. Perencanaan sosial adalah usaha yang sadar dalam menentukan operasional untuk mencapai perbaikan sosial yang diinginkan. Perencanaan sosial ini merupakan model pengorganisasian dan perencanaan masyarakat dalam sektor sosial, seperti kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, kependudukan, dan sebagainya. Pendekatan perencanaan sosial yang dapat dilakukan adalah dengan pelayanan sosial dan pemikiran yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan pengangguran adalah perencanaan sebagai pembelajaran sosial. 

Tradisi pemikiran perencanaan sebagai pembelajaran sosial dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan pengangguran yang terjadi. Tradisi pemikiran ini mengharapkan masyarakat dapat ter-edukasi dan tidak bergantung pada pemerintah. Salah satu program pemerintah yang telah berjalan mengenai hal ini adalah berupa program pra-kerja. Pada kasus ini masyarakat diberikan kesempatan mengikuti pelatihan mengenai kegiatan yang diminati. Kemudian mendapatkan bantuan dana untuk menjalankan usaha sesuai pelatihan yang diminati tadi. Hanya saja sesuai dengan peran utama perencanaan sosial yakni mengembangkan dan mengevaluasi program-program sosial, program ini masih perlu pengawasan, evaluasi, dan tindak lanjut dari pemerintah. Pasalnya dana yang sampai ke tangan masyarakat justru mereka gunakan untuk keperluan hidup sehari-hari. Bukan untuk menjalankan usaha seperti apa yang diharapkan. Pemerintah pusat maupun daerah harus lebih ketat dalam mengawasi berjalannya program ini. Misalnya pada pemerintahan daerah, dapat dilakukan dengan mendata masyarakatnya yang terlibat dalam program ini. Untuk kemudian meminta bukti-bukti yang faktual dan akurat mengenai bentuk nyata dari program pra-kerja yang diikuti secara berkala. Lantaran bantuan dana yang digulirkan pemerintah cukup besar dan berlangsung dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Tidak sampai disitu, pemerintah juga harus mengkaji ulang mengenai daftar nama yang layak menerima bantuan ini sehingga bantuan tidak salah sasaran dan merugikan banyak pihak yang benar - benar membutuhkan.

Selain itu, dalam upaya mengurangi pengangguran dampak dari usaha mikro dan menengah, pemerintah dapat menggandeng pihak-pihak swasta dengan tujuan membangkitkan kembali operasional usaha-usaha kecil tersebut. Misalnya saja dalam hal usaha kuliner, pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor penyedia jasa pelayanan untuk memitrakan keduanya agar berkolaborasi. Lantaran dalam kasus ini, usaha kecil dan menengah terpaksa menghentikan operasional mereka lantaran pembatasan kunjungan pengunjung akibat adanya peraturan yang berlaku. Pembatasan ini kemudian berdampak pada turunnya pendapat mereka dan menghentikan operasional mereka. Pihak swasta sebagai penyedia layanan jasa akan membantu pendistribusian barang dan pihak pemerintah dapat membantu dengan memberikan suntikan dana agar usaha dapat kembali berjalan lancar. 

Kemudian mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pilihan bantuan yang dapat diberikan adalah dengan peningkatan pelayanan sosial dalam masyarakat. Pelayanan ini dapat diberikan oleh KOMNAS Perempuan dengan cara mengaktifkan layanan pengaduan mengenai isu-isu yang dialami perempuan. Layanan pengaduan tersebut dapat berupa komunikasi langsung sehingga korban dapat mencurahkan apa yang dialaminya dan berhak untuk mendapatkan pembelaan dan perlindungan atas apa yang dialaminya. Layanan pengaduan ini akan sangat berguna apabila benar-benar dimanajemeni dengan baik dan tersosialisasikan sempurna pada masyarakat. Lantaran masyarakat, khususnya perempuan, kerap kali tidak mendapatkan dukungan dan merasa bingung harus mengadukan permasalahan ini kepada pihak mana. Alternatif lainnya adalah pemerintah bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai pihak yang dekat dengan masyarakat untuk menanggulangi kasus-kasus mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Misalnya saja melibatkan LSM dalam memberikan sosialisasi kepada perempuan mengenai tindakan apa yang harus dilakukan jika terjadi KDRT dalam kehidupannya. Kegiatan sosialisasi ini dapat dilakukan melalui media massa, media elektronik, ataupun secara langsung dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Kegiatan itu diharapkan menuntun perempuan agar mampu bersikap dengan tegas tanpa diselimuti rasa takut dan merasa lemah pada dirinya. 

Untuk menanggulangi permasalahan stress maupun trauma, pemerintah dapat bekerja sama dengan pusat kesehatan masyarakat untuk memberikan pelayanan konsultasi gratis dengan psikolog. Seperti yang diketahui, pemerintah memang memberikan layanan konsultasi psikologi secara gratis dengan menggunakan layanan asuransi BPJS. Hanya saja ini masih terbatas dan tidak semua masyarakat mengetahui alur pemanfaatannya. Alur penggunaan pun sepertinya terkesan rumit lantaran perlu ada pemenuhan persyaratan berupa dokumen-dokumen dan perlu meminta rujukan terlebih dahulu. Alur ini membuat seseorang berpikir dua kali untuk melakukannya. Maka sebaiknya ini lebih dimudahkan dan lebih tersosialisasi agar permasalahan ini dapat teratasi. Selain mengandalkan pemerintah, sisi partisipatif masyarakat terhadap dirinya sendiri juga perlu dilakukan. Misalnya dalam mengatasi stress terkait pandemi ini dapat dilakukan beberapa cara, yakni dengan merencanakan pemecahan masalah dan tidak larut dalam masalah, berolahraga dan bermeditasi, melakukan hal - hal yang disukai, beristirahat dengan cukup, dan memanajemen waktu dengan baik. 

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pandemi telah melumpuhkan sektor ekonomi Indonesia. Lumpuhnya operasional suatu perusahaan mengancam setiap pekerjanya terkena PHK. PHK baik pada pria maupun wanita akan mengganggu perubahan emosi yang akan berdampak pada kesehatan mental pada dirinya. Hanya saja, seperti yang telah dijelaskan, perubahan emosi pada seorang pria menuntunnya pada rasa gelisah dan cemas. Perasaan itu cenderung menuntun mereka melakukan kekerasan pada wanita atau istrinya. Sehingga terjadilah kekerasan pada perempuan khususnya dalam rumah tangga. Baik itu berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, maupun kekerasan seksual. Sehingga kemudian perempuan yang kerap mengalami kekerasan dalam rumah tangga memilih untuk bercerai lantaran tidak tahan dengan kekerasan yang dilakukan suaminya. Perceraian ini kemudian melahirkan permasalahan sosial baru, berupa penelantaran anak yang mungkin akan menjerumuskan sang anak pada pergaulan bebas. Untuk menangani permasalahan ini perlu ada sinergi antara pemerintah dengan masyarakat. Misalnya saja pemerintah memberikan program bantuan dana dan pelatihan wirausaha. Maka masyarakat harus dengan bijak menggunakan dana tersebut sesuai apa yang diperintahkan. Selain itu, dalam hal sosial, pemerintah dan masyarakat khususnya LSM, dapat menjalin kerja sama dalam sektor pelayanan dan pengaduan perempuan terhadap kekerasan yang dialaminya sehingga dapat ditindaklanjuti dengan cepat dan tepat. Jika seluruh program bersinergi dengan baik, maka diharapkan permasalahan ini dapat terminimalisir.

Daftar Pustaka

Aeni, Nurul. "Pandemi COVID-19: Dampak Kesehatan, Ekonomi, dan Sosial." Jurnal Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan dan IPTEK, vol. 17, no. : ekonomi, kesehatan, dampak, pandemi COVID-19, sosial, 2021, pp. 18-20. Accessed 09 Maret 2022.

"Badan Pusat Statistik." Badan Pusat Statistik, 5 November 2021, https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/11/05/1816/agustus-2021--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-6-49-persen.html. Accessed 9 Maret 2022.

"CATAHU 2020 Komnas Perempuan: Lembar Fakta dan Poin Kunci." Komnas Perempuan, 5 March 2021, https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/catahu-2020-komnas-perempuan-lembar-fakta-dan-poin-kunci-5-maret-2021. Accessed 9 March 2022.

Fabiola, Maria. "Regulasi Emosi Sebagai Moderator pada Pengaruh Ketidakamanan Kerja terhadap Kesejahteraan Psikologis Selama Pandemi COVID-19." no. kesehatan mental, pandemi, kesejahteraan psikologis, 2020, pp. 2-4. Accessed 9 Maret 2022.

Fahri, et al. "MENINGKATNYA ANGKA PENGANGGURAN DITENGAH PANDEMI (COVID-19)." Al-Mizan : Jurnal Ekonomi Syariah, vol. 2, no. Pengangguran, Covid-19, 2019, pp. 12-14. Accessed 9 Maret 2022.

Hanifah, Abu. "PERMASALAHAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA." Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,, vol. 12 No.03, pp. 9-12. Accessed 10 Maret 2022.

Raihan, Muhammad Andy. ": istri, kesehatan reproduksi, kekerasasan dalam rumah tangga." 2015, p. 7. Accessed 9 Maret 2021.

Rifani, Dira Anjania, and Dedi Rianto Rahadi. "Ketidakstabilan Emosi dan Mood Masyarakat Dimasa Pandemi Covid-19." Jurnal Manajemen Bisnis, vol. 18. No.1, no. Dampak pandemi Covid-19; Kesehatan Mental; serta Emosi dan Mood, 2021, pp. 3-6. Accessed 9 Maret 2021.

Susiana, Sali. "KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS." Info Singkat, vol. XII, No. 24, no. Bidang Kesejahteraan Sosial, 2020, pp. 2-4. Accessed 9 Maret 2022.

Sutrisminah, Eni. "Dampak Kekerasan Pada Istri Dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan Reproduksi." no. : istri, kesehatan reproduksi, kekerasasan dalam rumah tangga., 2017, pp. 7-12. Accessed 9 Maret 2022.

Tritanto, Aris. "PERCERAIAN DI MASA PANDEMI COVID-19 DALAM PERSPEKTIF ILMU SOSIAL." Sosio Informa, vol. 6 No.3, 2020, pp. 4-7. Accessed 9 Maret 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun