"Ngintip!" jawab Asep tegas. "Saya bukan tukang ngintip. Saya penasaran jadinya yang dipanci itu apa." Ketus sekali ucapan Asep, "Jangan sembarangan menyebut orang begitu."
Pak Mun bingung. Tak mengerti maksud Asep. Dengan rasa marah, Asep membuka tutup panci. Astaga, masak nasi!. Cuma masak nasi saja, aku disuruh intip tadi. Asep menggeleng-geleng tak mengerti. Segera ditinggalkannya Pak Mun yang masih belum hilang kebingungannya.
Dicarinya Kirman untuk melampiaskan kegeramannya. Kirman rupanya sedang duduk di teras depan. Dimeja nampak dua gelas teh dan sepiring penganan yang diatasnya dipenuhi parutan kelapa. Nampaknya enak.
"Man... itu pembantumu aneh banget. Kurang ajar malah. Ditanya lagi apa, dia malah menyebutku mengintip. Padahal dia hanya masak nasi. Memangnya seperti itu kebiasaan disini? Masak nasi di tungku? Bukankah didalam ada alat penanak nasi.? Apa memang begitu kebiasaan disini.? " Sembur Asep pada Kirman.
"Sabar. Sabar. Memangnya ada apa?" Asep kemudian menceritakan kejadiannya pada Kirman. Belum selesai ceritanya, Kirman sudah terbahak-bahak.
"Ini lho yang dibuat Pak Mun," tunjuknya pada makanan yang penuh kelapa di piring itu. "Ini dari nasi yang sengaja digosongkan di panci. Itu Pak Mun lagi bikin." Asep merasa perutnya mulai berputar.
"Jadi ini yang namanya mengintip?" suara tanyanya terdengar tak yakin.
"Intip. Kalau 'ngintip itu membuat intip ini. Mungkin kamu lebih kenal dengan sebutan kerak nasi. Dulu kerak nasi tidak sengaja terbentuk. Kalau sekarang malah sengaja dibuat. Kalau tak suka yang seperti ini, kerak ini bisa diberi bumbu sedikit, dijemur lalu digoreng. Enak. Gurih. Kalau suka, ada yang dibubuhi gula cair juga di atasnya," jelas Kirman tanpa berhenti mengunyah.
Asep terhenyak. Tadi dia kesal pada Pak Mun karena dipikirnya Pak Mun menyebutnya pengintip. Ternyata, yang sedang dibuat Pak Mun memang namanya 'intip'. Astaga. Harus minta maaf ini, pikirnya.
"Ini dicoba dulu. Mumpung masih hangat. Enak. Gurih. Kalau suka tambahkan ini. Kami menyebutnya bubuk. Dibuat dari kacang tholo yang disangrai dan digiling kasar, Di Jakarta dinamakan kacang tunggak. Agak pedas karena diberi cabai."
"Intip ya..." Asep agak ragu namun tangannya mencuil makanan yang membuatnya darah tinggi tadi. Dia menggangguk-angguk saat tahu rasanya yang enak.