Pembaca yang budiman, menjalani bulan puasa ke 3 (tiga) merupakan waktu khusus dan punya kesan tersendiri yang tidak akan terlupakan begitu saja terlewati dipikiran serta ingatan warga apartemen Graha Cempaka Mas (GCM) karena kisruh warga pemilik apartemen dengan pengelolanya PT Duta Pertiwi Tbk masih terus berlangsung berjalan memasuki bulan puasa yang ke 3.
Kami sebagai warga mengundang untuk mempersilahkan untuk mengkaji atau meneliti kisruh warga Apartemen Graha Cempaka Mas sebagai Laboratorium Penelitian yang sarat akan tinjauan aspek hukum, aspek sosial, aspek budaya serta motif ekonomi dan aspek lainnya. Sehingga pembaca khususnya Para Mahasiswa yang akan menyusun Disertasi, Skripsi serta Tugas Mata Kuliah dapat memperoleh materi penelitian yang sangat menarik serta akan didapat permasalahan yang khas dan unik apabila dikaji secara mendalam terhadap permasalahan kisruh Warga Pemilik Apartemen Vs Pengelolanya PT Duta Pertiwi Tbk (terbuka).
Bahkan dari sisi kajian Manajemen Perusahaan Modern (Label Perusahaan Tbk/Terbuka) pun bisa dijadikan penelitian ilmiah yang sangat menarik dengan kasus yang paling spesifik, karena akan didapat sikap perilaku perusahaan modern dengan sebutan perusahaan terbuka (Tbk) tetapi dijalankan dengan manajemen secara sangat tertutup dengan mental model perusahaan ala Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), mengapa demikian? Karena mereka perusahaan yang culas dan jahat serta selalu menindas terhadap pemilik apartemen yang disebut warga.
VOC adalah suatu badan dagang yang hidup dijaman penjajahan Belanda yang mempunyai perlakuan istimewa dengan ciri khas selalu memeras rakyat karena didukung oleh Negara (Belanda) dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa bahkan kekebalan hokum beserta perlakuan hUkum untuk selalu memeras dan menindas. Bahkan dapat dikatakan bahwa VOC adalah Negara dalam Negara, dikalangan orang Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni karena penindasan serta pemerasannya terhadap rakyat Nusantara kala itu yang akan selalu diingat oleh bangsa ini sebagai bagian sejarah perjuangan rakyat Inonesia .
Demikian juga dengan PT Duta Pertiwi Tbk ini bermental serta berperilaku Kompeni atau Kumpeni, karena warga pemilik apartemen kisruh dengan Pengelolanya yang ala Kompeni atau Kumpeni ini adalah dilatar belakangi terjadinya adanya pemerasan serta penindasan selama 18 tahun berjalan kepada warga selama ini demi untuk keuntungan perusahaan yang bernama PT Duta Pertiwi Tbk (terbuka), dan inilah gambaran serta kenyataan serta fakta bahwa perusahaan ini berperilaku ala Kompeni atau Kumpeni yaitu;
- Sertifikat Induk (SHGB) kawasan sudah 18 tahun belum dibalik nama menjadi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS) sebagai wali amanah warga, padahal UU tentang Sarusun mewajibkan untuk membalik nama menjadi P3RS, sedangkan perusahaan pengelola dengan arogannya selalu bersikukuh tidak mau memberi celah untuk membuka pengurusan untuk membalik nama kawasan sesuai dengan Peraturan Per Undang-Undangan.
- Hasil pemasukan atau pendapatan dari dana Parkir, dana sewa Kantin, dan sewa Iklan/reklame, dana sewa BTS yang seharusnya milik warga dan menjadi pemasukan bagi P3RS tetapi menjadi pendapatan pengelola PT Duta Pertiwi Tbk. Yang konon mereka (PT Duta Pertiwi Tbk) beralasan adalah kontrak lumsump.
- Pengelola apartemen menjual air hasil recycle dengan harga PDAM tanpa hak (illegal), supply air dari PDAM hanya 20% sedangkan 80% hasil recycle limbah dijual ke warga dengan harga PDAM (kualitas 0,8 pdhl standar PDAM 0,2 jadi jauh kualitasnya).
- Pengelola apartemen menaikan harga listrik (illegal) dari ketentuan pemerintah. Dari tarif listrik pemerintah ditambah atau dinaikan sekitar 45%, dimana warga membayar kelebihan harga umum listrik yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pengelola apartemen menarik pajak PPN tanpa hak (illegal). Setiap pembayaran IPL ditarik pajak termasuk pembayaran listrik dan air dipajaki juga. Jadi warga dibebani harga listrik dan air diluar harga pemerintah + dibebani PPN terhadap listrik & air.
- Sinking Fund atau utility charge adalah dana cadangan untuk penggantian/perbaikan berbagai komponen utilitas yang telah aus atau rusak di lingkungan apartemen, tidak disimpan dalam rekening khusus PPRS dan bahkan pemakaiannya tanpa pertanggung jawaban sebagaimana ketentuan AD ART.
- Perusahaan Pengelola PT Duta Pertiwi Tbk (terbuka) menerapkan klausul asuransi unit apartemen, apabila terjadi musibah yang menerima mamfaat asuransi adalah pengelola tapi yang bayar premi adalah warga atau pemilik apartemen.
- Menggunakan listrik untuk antene BTS, padahal dalam kontrak PLN hanya untuk kepentingan listrik warga.
- Pengelola apartemen mengkomersilkan tanah, barang dan benda milik bersama warga hanya untuk kepentingan pengelola, bukan atas kepentingan warga.
Bagaimana menurut pembaca dengan 9 (Sembilan) point fakta diatas? Tampak jelas bahwa perusahaan pengelola PT Duta Pertiwi Tbk (terbuka) telah memaksakan kehendak serta menindas warga telah berlangsung selama 18 tahun dengan gaya manajemen ala Kompeni atau Kumpeni ini.
Ahirnya warga telah menghitung bahwa secara materi perusahaan pengelola PT Duta Pertiwi Tbk (terbuka) selama 18 tahun telah melakukan pemerasan sebesar Rp 2 Trilyun (Dua Trilyun Rupiah) dari hasil point 2 s.d 6 diatas terhadap warga pemilik apartemen.
Pada tulisan kami di Kompasiana ini, dengan judul Krisruh Apartemen Graha Cempaka Mas, Dimanakah Pemerintah ? Bagian 1, 2 dan 3 terdapat perilaku manajemen ala Kompeni atau Kumpeni VOC Belanda dengan terang benderang dan nyata disuguhkan oleh pengelola PT Duta Pertiwi ke khalayak masyarakat yang akan terus diingat oleh seluruh masyarakat dan menjadi catatan sejarah hitam bagi pengelola ala Kompeni atau Kumpeni VOC Belanda ini dengan fakta dan data sebagai berikut;
- Fifi Tanang menulis surat pembaca yang dimuat di Warta Kota edisi 4 November 2006. Dalam surat berjudul "Hati-hati Modus Operandi Penipuan PT Duta Pertiwi" , Fifi antara lain menceritakan status kepemilikan apartemen seharga Rp 2,25 miliar yang tertera dalam sertifikat selama ini adalah HGB hak guna bangunan ternyata belakangan baru diketahui berada di atas hak pengelolaan lahan milik pemerintah daerah. PT Duper selain menggugat Fifi secara perdata dan juga melaporkan perempuan ini ke polisi karena dianggap telah melakukan pencemaran nama baik. 14 Mei 2009 Fifi Tanang divonis hukuman 6 bulan penjara oleh PN Jakarta Selatan.
Â
- Khoe Seng Seng, Pan Esther, dan Kwee Meng Luan alias Winny juga mengirim surat pembaca, mengeluhkan hal yang sama, kekecewaan bahwa ternyata kios yang dibeli berada di atas hak pengelolaan lahan milik Pemerintah Daerah. Pada tgl 15 Juli 2009 kasus Khoe Seng Seng dan Kwee Meng Luan pun diputus dengan putusan yang sama dengan Fifi Tanang yaitu 6 bulan penjara, meskipun dalam kasus perdatanya dinyatakan tidak bersalah.
Â
Â
- Aguswandi Tanjung sejak tahun 2004 telah menggugat PT. Duta Pertiwi Tbk., atas perpanjangan tanah milik bersama para pemilik rumah susun campuran ITC-Roxy Mas yang diperpanjang kepada PT.Duta Pertiwi Tbk., tanpa sepengetahuan para pemilik ITC-Roxy Mas. tanggal 8 September 2009, kembali PT. Duta Pertiwi Tbk., melalui anak perusahaannya PT. Jakarta Sinar Intertrade mengejutkan dunia media, dengan memenjarakan Aguswandi Tanjung (penghuni sekaligus pemilik salah satu unit apartment di ITC Roxy Mas) dengan tuduhan mencuri listrik untuk men-charge telephone gengamnya di koridor milik bersama para penghuni/pemilik apartment ITC-Roxy Mas. Kasus ini sekali lagi menjadi sorotan publik karena merupakan kasus pertama di Indonesia, bahkan di Dunia.