Mohon tunggu...
Indah Wulandari
Indah Wulandari Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis Dewasa

Anda bukan tubuh yang mencari Cahaya, tapi Cahaya yang meminjam tubuh Manusia. Tempaan Hidup bertujuan untuk menyiapkan Anda untuk berbagi Cahaya. IG: @indahwulandari.psi WA untuk konsultasi : 0888-1778-419

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Inilah Tiga Cara Mengubah Penderitaan Menjadi Kebahagiaan

30 Oktober 2023   21:07 Diperbarui: 31 Oktober 2023   17:50 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebahagiaan dan penderitaan adalah dua hal yang pasti kita alami selama hidup. Perbedaannya terletak pada bagaimana kita memperlakukan keduanya, utamanya perasaan yang terkait dengan penderitaan. Apakah kita menerimanya atau malah menghindari kehadirannya?

Jika kita mau jujur, sebenarnya kita seringkali menolak hadirnya penderitaan. Kita tidak ingin merasakan rasa sakit, kekecewaan, perasaan malu, takut, khawatir, rasa bersalah, dan segala bentuk emosi negatif lainnya.

Kita memilih melarikan diri dari segala perasaan-perasaan negatif itu dengan berbagai cara. Ada yang menyibukkan diri dengan pekerjaan, ada yang menghabiskan uang untuk minum-minum alkohol hingga mabuk.

Ada juga yang memilih pergi untuk membelanjakan banyak uang dan kemudian menyesal telah melakukannya. Tidak kurang pula ada yang menggunakan narkoba. Di samping itu, ada yang memendam kebencian, menyakiti perasaan orang lain, dan masih banyak lagi.

Semua itu bisa terjadi karena kita tidak benar-benar menyadari apa yang terjadi pada diri kita. Kita juga terlalu takut menghadapi berbagai perasaan-perasaan negatif yang membuat kita menderita.  

Akan tetapi, bisa dimengerti mengapa hal itu terjadi. Ini tidak lain karena kita sebagai manusia ingin selalu merasa bahagia.

Kita lupa bahwa penderitaan juga mengajarkan sesuatu yang berharga. Terutama tentang hal-hal yang perlu kita perbaiki atau tingkatkan di dalam diri. Kita juga lupa bahwa tanpa pernah merasa menderita, kita tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya bahagia.

Seorang guru spiritual, Thich Nhat Hanh, yang ajarannya terkait dengan kesadaran penuh atau mindfulness, menyebutkan ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk berdamai dengan penderitaan.

Dengan melakukan ketiga hal tersebut akan membantu kita mengembangkan kesadaran diri sehingga mampu mengelola pikiran, emosi, dan perilaku dengan lebih bijaksana. Berikut penjelasannya.

Pertama, fokuslah untuk menyiram dan menabur benih-benih kebahagiaan

Penderitaan bisa muncul karena pikiran dan hati kita terlalu fokus pada hal-hal buruk atau negatif dalam hidup. Inilah yang membuat kita, tanpa sadar, telah mengundang dan mengumpulkan semakin banyak hal-hal negatif tersebut datang.

Kita telah mengabaikan hal-hal baik yang berharga untuk hadir ke dalam hidup kita. Padahal, kebahagiaan akan hadir ke dalam hidup jika kita bersedia untuk melihat hal-hal baik yang bisa disyukuri.

Sumber gambar : pinterest.com/aureltiff104/
Sumber gambar : pinterest.com/aureltiff104/

Praktik yang membuat bahagia adalah dengan menuliskan daftar rasa syukur setiap hari. Memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan juga akan memberikan rasa bahagia.  Selain itu, memberikan senyuman kepada orang lain juga membantu kita merasakan kebahagiaan.

Kebahagiaan juga akan bisa diperoleh dengan mengucapkan terima kasih mendalam atas hal-hal baik yang diterima dalam hidup kepada Tuhan. Dan, jangan lupa,  menjaga serta merawat diri sendiri dengan cinta juga mendatangkan kebahagiaan. Sudahkah kita melakukannya?

Kedua, latihlah kesadaran pikiran (mindfulness)

Perlu disadari bahwa pikiran yang tidak mampu kita kendalikan adalah faktor utama dari munculnya penderitaan.

Pikiran yang pergi ke masa lalu akan mengundang kesedihan, kekecewaan, rasa sakit terhadap sesuatu yang pernah terjadi di masa lalu.

Sedangkan pikiran yang pergi ke masa depan, sering mengundang ketakutan dan kecemasan akan sesuatu yang belum tentu terjadi di masa depan.

Kita lupa akan momen saat ini. Belajar berlatih membawa kesadaran secara utuh ke saat ini, hadir di saat ini, menyadari keberadaan kita dan apa yang sedang kita lakukan saat ini, akan membantu diri untuk hidup di saat ini. Dengan demikian, berbagai perasaan negatif akibat pikiran yang tidak benar-benar hadir di saat ini, bisa berkurang.

Berlatih mindfulness juga bermanfaat untuk melihat dengan sudut pandang yang lebih luas sehingga orang bisa mengambil keputusan dengan masalah dalam hidupnya. Mindfulness juga membantu kita menjadi lebih mudah mengenali benih-benih penderitaan ketika ia muncul.

Setiap kali benih kesadaran kita bersentuhan dengan benih penderitaan, maka perlahan-lahan benih penderitaan akan melemah dan pergi.

Contohnya, ketika merasa khawatir, yang bisa kita lakukan adalah menggunakan kesadaran kita untuk belajar mengenali dan menyadari perasaan yang hadir saat itu, yakni rasa khawatir.

Kemudian kita akui, rasakan, dan terima perasaan khawatir itu apa adanya. Berikan penerimaan di hati kita. Kita perlu bersedia memberikan ruang untuk merasakan rasa itu sejenak di hati kita.

Ajaibnya, jika perasaan tersebut kita akui, dan terima kehadirannya maka perasaan khawatir ini berkurang dan berlalu. Kemudian kita bisa membawa kembali kesadaran pikiran ke saat ini.

Salah satu cara untuk memudahkan supaya kesadaran pikiran kembali ke saat ini yaitu dengan melakukan menyadari sensasi keluar masuknya nafas dengan sepenuh hati (mindful breathing).

Ketiga, duduklah bersama dengan penderitaan 

Sebagian dari kita mungkin telah mengalami penderitaan sejak kecil. Ini membuat diri kita menjadi lebih sulit untuk bahagia ketika dewasa. Mengundang segala bentuk penderitaan ke dalam kesadaran pikiran, akan membantu diri kita perlahan-lahan pulih.

Bentuk-bentuk penderitaan itu seperti kesedihan, penyesalan, kekecewaan, kemarahan akibat penolakan, penghianatan, ditinggalkan, hingga kerinduan di masa lalu. Ajaklah semuanya untuk duduk bersama dan berbicaralah kepada mereka seperti sahabat lama. Di saat itu pula, kita akan belajar untuk menerima.

Namun, sebelum mengundang segala bentuk penderitaan itu hadir, alangkah baiknya dipastikan terlebih dahulu bahwa diri sendiri sudah cukup kuat untuk bertemu dengan mereka dan cukup mampu mengendalikan diri.

Melakukannya di bawah bimbingan profesional (psikolog atau terapis) akan jauh lebih baik dan bermanfaat guna membantu kita memetakan dan mengenali secara tepat apa yang sebenarnya terjadi di dalam diri kita dan apa langkah selanjutnya yang bisa kita lakukan. Dengan begitu, pemulihan bisa berjalan dengan lebih baik.

Pesan penting yang bisa kita ambil adalah jika kita tidak bisa mengubah masa lalu, kita masih bisa mengubah masa depan dengan melakukan yang terbaik terutama untuk diri kita sendiri di masa saat ini sehingga hidup kita bisa lebih tenteram dan damai.

Semoga kita semua senantiasa diberkati kedamaian pada tubuh, pikiran, hati, dan jiwa kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun