Boom, wanita itu muncul dan berkata
"Jared kamu jangan sedih lagi ibu juga ikut sedih karena kamu." Aku syok bukan main.Â
Wanita yang muncul itu adalah ibuku. "Ibuuuuuu!" teriakku kepadanya dan memeluknya sambil menangis.
"Sudahlah Jared, ibu tak mau kau terus menangisi ibu."
"Tenanglah, ibu akan selalu berada di sampingmu."Â
Asap itu seketika hilang dalam hitungan detik. Aku nangis tak kuasa menahan air mata. Bajuku basah karena tetesan air mata berjatuhan di mukaku.
Aku terbangun dari mimpiku yang sial itu. Malam itu juga aku termenung sendiri.Â
Hasratku untuk pergi menemui ibu. Pikiranku kacau. Sepintas kalimat di hatiku muncul 'Ku susul saja ibuku gimana ya, biar aku tak berlarut lagi dalam kesedihan dan segera lenyap di kehidupan yang gila ini.'
Ide gila itu selalu menghantuiku sampai paginya.
Suara ayam sudah berkokok. Berharap pagi itu semua pikiranku tak kusut lagi. Tapi, otak ini berkata lain.Â
Aku pun menghampiri ayahku untuk meminta nasehat atas kejadian semalam. "Ayah aku takut kalau nanti terjebak dalam pikiranku sendiri, aku masih belum ikhlas dengan kepergian ibu, aku tak mampu untuk mengelak dalam larutan luka ini ayah".Â