Mohon tunggu...
Kang Galuh
Kang Galuh Mohon Tunggu... -

Senang mengamati. Mengulik-ngulik hikmah di balik peristiwa. Suka menyambungkan apa-apa yang ngga nyambung. http://kanggaluh.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ini Cara Bersahabat dengan "Monkey Mind"

22 April 2018   05:17 Diperbarui: 22 April 2018   17:21 2841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelisah membuat lelah pikiran

Siapa sih yang mau hidup gelisah? Saya yakin tidak ada. Gelisah biasanya terjadi pada saat kepala kita penuh dengan pikiran. Kelebat-kelebat pikiran terus muncul sampai akhirnya benar-benar menjadi pikiran di dalam kepala kita. Takut, marah, sedih, adalah buah dari pikiran-pikiran itu. Selalu dalam bentuk negatif. Semua buruk. Walau pun kita tahu kenyataan tidak seburuk itu tetapi pikiran sudah terlanjur membenarkan. Menjadikannya realita di dalam kepala kita sendiri.

Sebagian orang mempunyai pikiran yang sangat aktif. Otaknya tidak bisa berhenti berpikir. Ada saja yang dipikirkannya. Yang dilihat, didengar, dirasa, atau dibayangkannya semua otomatis akan terpikir hingga akhirnya timbulah kegelisahan.

Biasanya orang-orang dengan tipe kepribadian introvert lebih sering mengalami hal ini karena cara berpikirnya memang sudah terbentuk secara genetika dari sananya. Ditambah dengan stimulus-stimulus dari luar yang menambah beban berpikirnya.

Terus menerus berpikir seperti itu bisa sangat melelahkan. Capek. Kita tidak bisa istirahat, tidak tenang, selalu gelisah. Saya termasuk salah satu tipe yang tidak bisa berhenti berpikir seperti ini. Mudah sekali terpikir tentang sesuatu. Dan saya merasakan semua yang saya tuliskan di atas.

Karenanya, saya banyak mencari-cari penjelasan tentang hal ini. Sampai akhirnya saya benar-benar me-manage pikiran saya.

Monkey Mind

Sumber: https://pixabay.com/id/primata-monyet-kera-3335070/
Sumber: https://pixabay.com/id/primata-monyet-kera-3335070/
Ada istilah yang namanya monkey mind. Pikiran kita diibaratkan seperti seekor monyet yang tidak pernah mau diam. Terus meloncat ke sana ke mari dari satu dahan pikiran ke dahan pikiran lain. Kelebat-kelebatan pikiran terus memborbardir otak kita, meminta perhatian kita untuknya.

Sialnya, begitu kita kasih perhatian kita, dia malah meloncat lagi ke dahan yang lain. Terus begitu. Tidak pernah puas dengan perhatian yang kita berikan. Tidak mau diam sama sekali.

"Monyet pikiran" ini begitu hausnya akan perhatian. Dan seringkali, kalau tidak selalu, bertolak belakang satu sama lain.

Contoh sederhana, kalau Anda sedang menjalani diet, tiba-tiba ada tukang es krim lewat. "Monyet" ini mulai menggoda, "Ayo, beli saja," begitu katanya. Terus begitu sampai akhirnya Anda pun menyerah dan membelinya. "Toh, besok masih bisa diet lagi," begitu dalihnya.

Akhirnya kita beli es krim tersebut. Tidak berhenti di situ, dia terus menggoda untuk membeli dua buah. Karena hebatnya dia berargumen, kita pun membelinya dua dan mulai memakannya sampai habis.

Kurang ajarnya, begitu es krim itu habis kita makan, dia mengoceh lagi, "Kok malah beli es krim sih? Gimana mau berhasil dietnya? Itu sudah nambah berapa kalori?" terus begitu sehingga mendatangkan rasa penyesalan di hati kita. Padahal, tadinya, dia yang menyuruh, sekarang sudah beda lagi.

Begitulah cara kerja "monkey mind" ini. Terus berpindah-pindah dari satu pikiran ke pikiran yang lain. Haus akan perhatian. Terus merengek-rengek meminta untuk diperhatikan. Tapi begitu diperhatikan, langsung berpindah lagi. Mencari perhatian yang lain.

Cara mengatasi monkey mind

Memberinya perhatian bukanlah solusinya. Percayalah, saya sudah pernah mencobanya. Lalu bagaimana, dilawan? Juga jangan. Malah tambah capek. Energinya terlalu besar untuk dilawan. Bisa-bisa malah tenaga kita yang terkuras. Ini juga pernah saya coba. Hasilnya? Capek luar biasa.

Satu-satunya cara adalah dengan bersahabat dengannya. Bertemanlah. Hiduplah dengannya. Biarkan dia berkeliaran. Jangan diperhatikan. Itu maunya. Abaikan saja.

Jangan buat ia menjadi besar dengan memberinya perhatian yang dicarinya. Biarkan saja dia dengan segala tingkahnya. Kita lah yang menguasai pikiran kita. Kita yang memutuskan apakah kita akan memberinya perhatian atau tidak. Biarkan dia berkeliaran dengan bebas.

Tapi sekali lagi, jangan diperhatikan. Kita cukup tahu dia ada disana tanpa harus memperhatikannya.

Saya sudah mencobanya. Dan berhasil. Dia lebih tenang sekarang. Masih berkeliaran. Masih meloncat ke sana ke mari. Tapi dia tidak lagi mengganggu. Karena saya lah yang menentukan apakah ia bisa mengganggu atau tidak.

Kalau saya bisa, Anda di sana, siapapun yang mengalami hal yang sama, pasti bisa juga. Tidak dalam sehari dua hari, tapi teruslah berlatih untuk tidak memperhatikan si "monyet" ini. Biarkan dia di sana dengan segala kelakuannya. Sesekali boleh Anda bermain dengannya. Tapi Anda juga lah yang menentukan berapa lama anda akan bermain denganya. Bukan dia.

"Monkey mind". Bertemanlah dengannya. Bersahabatlah dengannya. Hiduplah dengannya. Anda lah penguasa pikiran anda. Bukan sebaliknya.

 with monkey mind>

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun