Mohon tunggu...
Jocelyn Aprielle
Jocelyn Aprielle Mohon Tunggu... Ahli Gizi - mahasiswi

saya adalah seorang perempuan berumur 15 tahun yang sedang mencari ilmu dan ingin meluaskan wawasan saya mengenai pelajarn-pelajaran yang ada disekolah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Dampak terhadap Perkembangan Demokrasi Korea Selatan Setelah Terjadinya Peristiwa Gwangju?

12 Oktober 2022   07:26 Diperbarui: 12 Oktober 2022   07:45 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seorang mayor jenderal angkatan darat yang bernama Chun Doo-Hwan. Pada tanggal 12 Desember 1979, Chun Doo-Hwan mengumumkan bahwa pada era itu militer telah berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya karena pada saat itu pandangan orang-orang mengenai tentara itu diktator (tidak baik). 

Namun masyarakat tidak setuju dengan hal tersebut dan yang tidak setuju adalah mahasiswa-mahasiswi disana. Karena mereka memikirkan bagaimana negara mereka berkembang dan tujuan dari negara mereka. 

Sedangkan pada saat itu Korea Selatan dibawah pemerintahan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM. Oleh karena itu pada awal Maret 1980, mahasiswa-mahasiswi mulai berkumpul untuk berdemo untuk menolak tentara yang memiliki kekuasaan yang berlebihan.

Pada 15 Mei 1980, 100.000 mahasiswa-mahasiswa berkumpul di Seoul untuk menolak sistem negara yang terlalu dikuasai oleh militer. Namun karena banyak nya tentara bersenjata yang berjaga disana, gerakan ini dibubarkan untuk menghindari adanya korban-korban yang dapat terluka. Tetapi hanya kota Gwangju yang masih melanjutkan gerakan ini. 

Mahasiswa-mahasiswi Gwangju pantang mundur hingga pesan mereka dapat tersampaikan kepada presiden dan para militer. Karena Chun Doo-Hwan mengetahui situasi ini, dia yang telah menerapkan darurat militer mengirimkan tentara untuk mengawasi Gwangju. 

Selama 10 hari, dalam aksi yang disebut Gerakan Demokratisasi Gwangju 18 Mei ini, mahasiswa dan warga berhadapan dengan 18 ribu polisi dan 3 ribu tentara. Selama 5 hari, dari 22-27 Mei, kota Gwangju berada di bawah kontrol rakyat.

Komite-komite yang menjalankan aktivitas pemerintahan untuk mengurus kebutuhan warga, dari soal bahan pangan hingga obat-obatan. Pada 27 Mei 1980, dini hari, rezim Chun Doo-hwan kembali mengerahkan militer secara besar-besaran untuk menghentikan perlawanan rakyat di kota Gwangju.

Pertempuran sengit berlangsung sekitar 90 menit. Pemberontakan rakyat Gwangju pun berakhir. Tentara bertindak melebihi batas dengan menyiksa, membunuh, hingga memerkosa. Peristiwa ini juga menyisakan banyak orang hilang hingga kini. 

Data pemerintah kota Gwangju menyebut ada 242 warganya hilang pasca peristiwa itu. Sementara keluarga korban menduga ada 300-an orang yang hilang. Peristiwa Gwangju juga menyisakan luka bagi tak sedikit perempuan. Data resmi menyebut, ada 17 orang perempuan yang menjadi korban perkosaan saat tragedi itu, termasuk remaja dan ibu hamil.

Polisi yang bersimpati pada demonstran dan membebaskan tahanan justru ditikam bayonet, sementara kepala polisi diculik dan disiksa karena menolak perintah Chun untuk melepas tembakan ke demonstran.  Modalitas besar yang dimiliki kota Gwangju dalam gerakan demokratisasi dan perjuangan pemenuhan hak politik, ekonomi, sosial dan kebebasan mendorong kota ini untuk bergerak maju menjadi kota HAM bagi dunia internasional. 

Peran Masyarakat Sipil yang tidak tinggal diam melihat pemerintahan yang terlalu sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan Demokrasi membuat Rakyat mengambil jalan terjal dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih demokratis. 

Banyak nyawa yang melayang dalam mewujudkan sebuah Negara Korea Selatan yang lebih Demokratis, hal ini pun berbuah manis dengan selepas pemerintahan yang otoritarian ini Korea Selatan telah dipimpin oleh pemerintahan yang berbasis kekuatan sipil dan munculnya gerakan pekerja serta kemunculan partai demokrasi Korea yang baru.

Sebagai tambahan bahwa pemerintahan yang otoritarian yang semena-semena ini tidak akan membuahkan hasil yang baik jika Masyarakat negaranya tidak dilibatkan maupun diberi kesempatan untuk berbicara demi mengkritisi pemerintahan. 

Dengan demikian sebagai negara demokrasi, pemimpin harus memberikan kebebasan untuk menyatakan pendapat terhadap rakyat, memberikan perlindungan konstitusional, pendidikan kewarganegaraan, dan badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. 

Pramisti, Nurul Qomariyah. “Kisah Taksi Kuning Dan Pembantaian Mahasiswa Gwangju 1980.” Tirto.id, 5 Oct. 2017, tirto.id/kisah-taksi-kuning-dan-pembantaian-mahasiswa-gwangju-1980-cxNZ. Accessed 11 Oct. 2022.

  Nur, Putri Chandra Alvin. “GERAKAN DEMOKRATISASI GWANGJU DALAM FILM a TAXI DRIVER : KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA.” Etd.repository.ugm.ac.id, 2019, etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/172351. Accessed 11 Oct. 2022.

izatullah. PERISTIWA GWANGJU 1980 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERKEMBANGAN DEMOKRASI KOREA SELATAN. 26 Aug. 2019, p. 37.

reomit. “KEJADIAN DI GWANGJU TAHUN 1980... APA YANG TERJADI DI SANA!?” Www.youtube.com, 21 July 2021, youtu.be/s7L1oNB42oQ.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun