Sebelum masa pandemi Covid-19, sekitar tahun 2014 -- 2015 pemerintah kerap mengeluarkan kebijakan pemangkasan anggaran kunker.
Larangan rapat di hotel-hotel, biaya perjalanan dinas ke luar kota dipangkas jika tak penting banget. Padahal online meeting belum sepopuler masa sekarang.
Hotel-hotel dalam wadah PHRI mulai merengek. "Lha jangan gitu dong, kami takada pemasukan", katanya. Nyatanya pergerakan bisnis memang sepi.
"Ya, cari dong pasar lain. Masa tergantung pemerintah melulu. Namanya hotel kan untuk plesiran", ujar netizen kala imbauan pangkas budget kunjungan kerja alias kunker dikeluarkan.
Apa benar, hotel-hotel menggantungkan pendapatan pada event-event government?
Jika dulu proses dana cair yang lama, kadang menjadi isu yang tak kelar-kelar. Ada yang dibayar hingga 3 bulan. Cash flow hotel terganggu.
Kini? hanya beberapa hari saja bisa tuntas. Proses administrasi yang rapi membuat manajemen hotel senang.
Menyinggung sekilas bisnis hotel yang dikelola Badan Usaha Milik Negara. Sejak tahun 2014, Wika Realty Induk Holding didapuk menaungi 28 hotel yang terkonsolidasi.
Mereka adalah hotel-hotel di bawah asuhan PT. Aero Wisata anak Perusahaan Garuda Indonesia, PT. Hotel Indonesia Natour (Persero) membawahi Indonesia Hotel Group (IHG), Patra Jasa -- anak Perusahaan Pertamina tentu berharap lebih sehat berkembang.
Imbauan mengurangi acara di hotel-hotel sama saja menghentikan aliran pemasukan ke hotel-hotel anak perusahaan BUMN itu apalagi kebanyakan hotel-hotel itu sudah uzur.
Tantangan kondisi hotel merenta sudah di depan mata. Usia hotel yang lawas bikin ketar-ketir di masa mendatang jika tidak dikelola dengan benar.