Sepuluh menit kemudian, ia berteriak melalui telepon. Meminta petugas hotel datang.
"Cepat, cepat, anak saya luka!"
Beberapa petugas datang berbarengan ke kamar. "Setelah makanan datang, tetiba, 'bruk'...!" begitu ceritanya.
Meja kaca pecah berantakan. Serpihan kaca bertebaran di karpet. Panik melihat anaknya menangis terus, ia langsung menelpon resepsionis.
Si kecil sedikit terluka karena pecahan kaca. Belum lagi ibunya nyerocos, membuat suasana panik. Maklumlah, anak semata wayang.
Pesan Pak Ardi ingin bertemu manajer, tak lain akan menuntut pertanggungjawaban manajemen.
"Anak saya kena pecahan beling, coba ibu bayangkan, seandainya ini terjadi pada anak ibu!" intonasinya tinggi, wajahnya memerah, tampak satu urat di wajahnya menonjol. Begitu tutur sang ibu saat kami berembuk.
Kami tidak terbawa arus panik, walau hati sebenarnya terkejut. Gaya ala dokter, pura-pura kalem, padahal kaget.
Yakin bahwa semua dapat diselesaikan tanpa tuntutan. Ada titik temu. Sebaliknya, jika masing-masing pihak saling tuding kesalahan, badan bonyok rambut rontok, hati dan pikiran jadi Lelah.
Menangani komplain adalah skill yang tidak dimiliki setiap staf. Butuh kepandaian khusus. Perlu jam terbang. Materi pelajaran dasar saat melangkah di dunia perhotelan.
Apa yang terbaik kita perbuat ketika menerima laporan komplain berat dari tamu: