Usai pertemuan, saya langsung menghadap Mr. Smith. "Ok, let me ask Chef to come," responsnya.
Ia mengingat-ingat permintaan majikannya dahulu. Jari-jari tangannya diketuk-ketukan ke meja. Mr. Smith tak mampu mengingatnya. Pantas saja tidak ditindaklanjuti sampai hitungan berbulan-bulan. Seperti ayam dan itik, kedua belah pihak mempunyai masalah dalam berkomunikasi.
Begitulah dinamika manajerial tenaga asing. Pintar dan cakap saja belum tentu menjadi jaminan. Bagi personel pemula memerlukan waktu untuk memahami detail kultur dan sosial budaya masyarakat setempat.
Apakah hal ini suatu kelemahan? Semestinya tidak, sebab tak seluruh topik, dalam wawasannya. Ya, itulah keterbatasannya. Namun seiring waktu, Mr. Smith dapat mempelajari serta beradaptasi.
Enam kebiasaan positif
Zaman berganti, tahun demi tahun kulalui. Entahlah apa yang dirasakan kolegaku senada dengan pendapatku. Namun ada beberapa kebiasaan yang tertular.
Pertama, setiap menit amat berharga. Kehadiran kita harus selalu siap dengan jawaban what dan why terkait progres di hari itu. Khusus bagi tim sales & marketing, hal ini memicu adrenalin.
Kedua, tidak pernah membahas suatu problem secara berputar-putar. Tidak betah berlama-lama dalam suatu pertemuan. Singkat dan jelas.
Ketiga, setiap argumentasi harus selalu didukung oleh data serta alasan. Jika ada perdebatan, diselesaikan tidak di depan forum.
Keempat, pantang menunda-nunda pekerjaan. Jika dapat dikerjakan segera, kenapa tidak? Berusaha menyelesaikan segala persoalan dengan tuntas.
Kelima, pantang membicarakan privasi seseorang. Kalau ngobrol, seputar kemajuan bisnis kompetitor, perkembangan prestasi seorang kawan, kabar terkini di negrinya.