Dalam sekejap, saya mencari akal untuk merombak instan model dalaman itu agar layak menutupi seluruh bagian dadanya. Namun tak berhasil sebab model baju itu memang berdada rendah.
Ingin rasanya menggagalkan rencana makan siang tapi saya urungkan niat itu. Tanpa tedeng aling-aling saya mengingatkan agar tidak memakai dalaman model itu lain waktu. Reita cemberut, saya bergeming. Saya puas telah mengingatkan.
Usai makan siang, kami menuju ke perusahaan di jalan Sudirman. Sepanjang jalan, sopir taksi mencuri pandang belahan dada Reita. Kok saya tahu? Sebab saya melihat mata sopir melalui kaca spion. Saya cerewet mengingatkannya dalam bahasa Inggris.
Saya tak tahu kelanjutan dirinya sebab kami tidak sehotel. Yang pasti saya takkan pergi bersamanya lagi.
Ada satu syarat jika ia hendak pergi denganku, ganti baju atau tidak pergi sama sekali. Saya kecipratan malu juga jalan berdampingan.
Korban fashion ngetren
Nena, Reita, sebagian kolegaku yang ingin tampil modis. Meniru gaya selebritas, gak ketinggalan zaman, gaul, ngetren, dan sebagainya.
Sadarkah dirinya, penampilan akan mengundang seseorang bertindak negatif dan agresif? Anda bayangkan bila Reita seorang diri di dalam taksi?
Pelecehan terutama mengintai orang-orang yang berpenampilan norak, diluar kepantasan. You are what you wear. Pakaian cerminan figur karakter Anda.
Secara empat mata, saya bercakap dengan Nena, apa yang membuat dirinya ingin tampil seperti itu? Jawabnya enteng, "Kan lagi ngetren, Bu!"
Alasan ngetren, modis, ingin menjadi pusat perhatian, itulah yang mendorong tampil ala model. Model baju norak membuat dirinya merasa percaya diri tapi salah kostum.
Nena menanggung akibatnya setelah beberapa kali tidak mengindahkan aturan kepantasan berpakaian kantor. Berulang kali nasehatku dan HR Manager tak dihiraukan. Akhirnya Nena tidak lulus masa percobaan. Ia memilih mempertahankan fashion style daripada karir.