Apakah dia kawan toksik? Bagi perusahaan yang bersangkutan, bukan saja kerugian momentum membangun sistem manajemen yang kompeten namun juga kehilangan hotelier profesional yang berkualitas hanya karena individu toksik.
Kebanyakan alasan perekrutan tak selayaknya. Ada model karyawan titipan, kerabat sang pemilik, saudara si anu, dll. Sah-sah saja, asalkan dibarengi rekam jejak dan integritas yang baik.
Jika model titipan tanpa proses seleksi, kisah Roy menjadi contoh.
Jika diurut dari rangkaian kasus ini, terjadi sebab akibat yang saling berantai. Dalam sistem manajemen perekrutan, sepatutnya memperhatikan kriteria ketat dalam hal:
(1) Latar belakang pendidikan
(2) Pengalaman bekerja terdahulu
(3) Catatan referensi perusahaan terdahulu (surat referensi, surat testimoni)
(4) Pemilik hotel patuh pada manajemen.
Bagaimana manajemen menyikapi karyawan toksik?
Semakin manajemen eksklusif, tidak kompak dalam tim kerja akan semakin gagal paham bahwa sumber kegerahan berasal dari lingkungan kerja toksik.
Dalam kasus ini apakah salah pilih karyawan? Mungkin saja. Yang kami tahu GM yang merekrut pun hengkang dari hotel itu.
Tidak hanya Roy, karyawan mirip dirinya banyak berkelintaran di mana saja. Ia bagai ragi toksin, tidak saja bagi karyawan namun menyebabkan krisis komunikasi internal. Enggan bertegur sapa diantara hotelier disebabkan tim tidak kompak.
Jika dibiarkan menjadi borok dengan lubang menganga. Merusak sistem manajemen yang telah terbangun dengan baik.
Dari kisah ini kita dapat bercermin, apakah pribadi kita menyenangkan atau justru penyebab lingkungan kerja toksik?
Roy barangkali tak sadar akan kebiasaannya memotong pembicaraan, mencela, merasa lebih pintar dari koleganya.