"Tak usah pindah-pindah kerja dulu, nak. tekuni yang ada sambil belajar!" , nasehatku, tapi tetap ia lakukan. Telah 2 kali ia pindah kerja yang rata-rata betah hanya beberapa bulan saja.
Saya kuatir, kalau ia jatuh dan gagal, ini pun menjadi pikiran. Akhirnya terbersit, kewajibanku hanya mendampingi, toh ia sendiri yang menghadapinya jika menghadapi kegagalan.
Banyak sudah timbunan sampah kegagalan yang terjadi. Namun jangan sampai menjadi titik konsentrasi sehingga overthinking.
Apabila kita tahu akan gagal, mana mungkin dijalani.
Terkadang bayang-bayang keberhasilan saja yang selalu menghampiri. Agar tidak terlalu jatuh, apalagi disertai kekecewaan mendalam, catatan ini akan menguatkan kita:
a. Segala sesuatu ada waktunya
Bila gagal, belum saatnya meraih kemenangan
b. Gagal adalah pelajaran menguatkan mental
Mental peuyeum akan tertinggal. Mental baja akan bertahan.
c. Kegagalan adalah momen kita bercermin serta mengambil hikmahnya.
Saya pernah menonton film jadul yang dibintangi William Smith, berjudul The pursuit a happiness. Berkisah tentang perjalanan karir seorang pegawai asuransi lalu menjadi pialang saham. Hidupnya tertolak. Dahulu hidup menggelandang hingga berhasil dan kaya raya. Jatuh bangun meniti karir dalam keadaan benar-benar terpuruk.
Momen menyentuh hati ketika ia bersama putranya yang ia didik sejak kecil (karena ia bercerai dengan istri) menaiki tangga curam satu demi satu.
Kala tiba di puncak tangga, sungguh, kegagalan hanyalah sebuah titik saja dari pandangan.
"Tidak ada apa-apanya", katanya.
Segala sesuatu datang tidak secara kebetulan. Kegagalan hadir guna melatih kesabaran.
Saat ini gagal, biarlah. Telah banyak Sang Khalik berikan kesuksesan yang jumlahnya tak terhitung. Masa kita hanya mau menerima yang baik saja namun tak mau menerima kegagalan?
Bersihkan saja racun kegagalan yang menghambat kemajuan langkah kita.
Salam hospitality