"Bu, saya konfirmasikan ibu sudah pasti bergabung. Sila melengkapi seluruh dokumen pendukung" , ujar seseorang di sebrang sana.
Kabar yang menyejukkan hati. Hati berbunga-bunga. Saya mulai membersihkan koper, menata pakaian, serta perlengkapan kantor lalu bersiap terbang ke kota Pekanbaru.
Ya, friend to friend. Begitulah cara saya berpromosi, meniti karir. Melalui hubungan pertemanan, manajemen lebih percaya.
Ow, 5 hari berlalu, kesabaran pun diuji. Saya menunggu surat kontrak kerja. Kemana gerangan pemberi kabar baik itu?
Sepuluh hari kemudian.
"Sila ibu lengkapi surat testimoni dari seluruh perusahaan. Kirimkan juga selembar pernyataan berisi kesanggupan melakukan pekerjaan dengan baik di atas materai"
Surat pernyataan apa lagi? Selama seminggu, akhirnya terkumpul seluruh dokumen. Susah payah mengumpulkan seluruh persyaratan, alhasil selesailah sudah. Sesi berikutnya menanti arahan selanjutnya.
Berhari-hari, berminggu-minggu menanti lembaran kontrak. Kelanjutannya bagaimana? Jangan-jangan....
"Ibu sila datang saja kemari, mulai bekerja segera dan LOI (letter of intent) ditandatangani setiba di sini", ujar manajer human resources
Saya diminta terbang ke kota itu tanpa memiliki lembaran kontrak kerja? Lalu upahku berapa? Tak bisakah berkirim e-mail agar saya tunjukkan pada Ray, suamiku?
Masa penantian pun berulang. Rasanya ingin berlari namun kaki tertambat. Gemas, galau.
Memasuki bulan ke-2 masa penantian, perekrut mendesak agar segera datang. Saya harus terbang tanpa surat kontrak kerja. Baiklah, saya merendah.
Permintaan tiket pesawat pun ditolaknya. Hal Ini di luar kebiasaan hotelier dalam melakukan kontrak kerja.
Ikan belum dapat, airnya sudah keruh. Proses berbelit-belit memadamkan impianku yang berapi-api. Segala tenaga dan upaya hanya tercurah untuk itu.
Apa daya harus kucampakkan. Tak ingin menanggapi bualan. Sudahlah, lupakan saja. Toh tiada titik temu. Disangkanya saya "anak bawang".
Langit tak selamanya kelabu. Nasib mujur pun menghampiri. perusahaan lain melirik. Cukup 3 hari saja mengikuti proses rekrut dan berhasil.
Beberapa minggu kulalui di tempat baru, tersiarlah kabar manajemen di perusahaan terdahulu, bubar jalan. Hmm..sudah sepantasnya saya ngeghosting.
Beberapa tahun kujalani di tempat baru. Hotel menunjukkan peningkatan pendapatan. Secara data cukup mengagumkan. Setelah 2 tahun kulewati, saya resign.
Apakah saya berhasil?
Tiada kegagalan di sana. Kegagalan itu proses bersabar, bercermin diri dan bangkit. Tak perlu pula mengingat-ngigat kegagalan sepanjang masa. Justru bila tidak jatuh, bisa jadi kita malas melangkah.
Tak usah terlalu bereaksi bila kegagalan menghadang. Ketika gagal, hal ini yang harus dilakukan:
a. Petik pelajaran berharga
Hindari tenggelam dalam kekecewaan terus menerus.
b. Bangkit dan belajar kembali
Cermati apa penyebab kegagalan
c. Tak usah meratapi
Dunia itu terlalu luas untuk disebrangi. Kekecewaan hanyalah satu penghalang untuk maju
d. Jangan mengutuk kegagalan
Ia hadir agar kita matang menghadapi tantangan selanjutnya
e. Pantang menyerah!
Selalu ada jalan terbaik disaat kita buntu menghadapi masalah
Apabila keganjilan tiba-tiba muncul di gerbang pintu, mungkin saja pertanda kegagalan. Seperti perintah membuat 'surat pernyataan bekerja dengan baik. Prasyarat yang dibuat-buat ditambah kontrak kerja yang ditandatangani langsung. Bukan saja ganjil, cacat logika, tapi juga menjadi tanya tanya besar.
Takut gagal lagi? Tidak! Gagal itu kalau kita menyerah.
Reina, putriku, fresh graduate, graphic design direkrut satu perusahaan.
"Tak usah pindah-pindah kerja dulu, nak. tekuni yang ada sambil belajar!" , nasehatku, tapi tetap ia lakukan. Telah 2 kali ia pindah kerja yang rata-rata betah hanya beberapa bulan saja.
Saya kuatir, kalau ia jatuh dan gagal, ini pun menjadi pikiran. Akhirnya terbersit, kewajibanku hanya mendampingi, toh ia sendiri yang menghadapinya jika menghadapi kegagalan.
Banyak sudah timbunan sampah kegagalan yang terjadi. Namun jangan sampai menjadi titik konsentrasi sehingga overthinking.
Apabila kita tahu akan gagal, mana mungkin dijalani.
Terkadang bayang-bayang keberhasilan saja yang selalu menghampiri. Agar tidak terlalu jatuh, apalagi disertai kekecewaan mendalam, catatan ini akan menguatkan kita:
a. Segala sesuatu ada waktunya
Bila gagal, belum saatnya meraih kemenangan
b. Gagal adalah pelajaran menguatkan mental
Mental peuyeum akan tertinggal. Mental baja akan bertahan.
c. Kegagalan adalah momen kita bercermin serta mengambil hikmahnya.
Saya pernah menonton film jadul yang dibintangi William Smith, berjudul The pursuit a happiness. Berkisah tentang perjalanan karir seorang pegawai asuransi lalu menjadi pialang saham. Hidupnya tertolak. Dahulu hidup menggelandang hingga berhasil dan kaya raya. Jatuh bangun meniti karir dalam keadaan benar-benar terpuruk.
Momen menyentuh hati ketika ia bersama putranya yang ia didik sejak kecil (karena ia bercerai dengan istri) menaiki tangga curam satu demi satu.
Kala tiba di puncak tangga, sungguh, kegagalan hanyalah sebuah titik saja dari pandangan.
"Tidak ada apa-apanya", katanya.
Segala sesuatu datang tidak secara kebetulan. Kegagalan hadir guna melatih kesabaran.
Saat ini gagal, biarlah. Telah banyak Sang Khalik berikan kesuksesan yang jumlahnya tak terhitung. Masa kita hanya mau menerima yang baik saja namun tak mau menerima kegagalan?
Bersihkan saja racun kegagalan yang menghambat kemajuan langkah kita.
Salam hospitality
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI