Bermula dari Osaka akhirnya tersebar ke beberapa negara di wilayah Asia, Amerika, Australia, dsb.
Namun tentu saja ukuran harga kamar kapsul di negara Jepang masih terbilang tinggi dibandingkan di Indonesia. Sedangkan di Indonesia sendiri berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 250.000 permalam.
Pelayanan model hotel kapsul diciptakan seminimalis mungkin. Umumnya hanya menyediakan sprei tidur, bantal, sandal, steker kabel (cable plug).
Tempat penyimpanan barang di loker serta kamar mandi berlaku untuk umum. Kamar kaum wanita dan pria dibuat terpisah.
Dilihat dari fungsinya semula yaitu hanya untuk keperluan pelancong single kaum milenial dan kategori hotel box ini menjadi pilihan backpacker.
Pembangunan hotel kapsul semula diwujudkan karena keterbatasan lahan tanah. Dibuatlah kamar loteng secara bertumpuk agar dapat menampung banyak pekerja.
Di Indonesia, hotel kapsul pertama berada di Bandara Soekarno Hatta. Dibuka bulan Agutus tahun 2018, memiliki 120 kapsul. Tampak terlihat cukup baik dengan harga kamar berkisar Rp 250 ribu hingga Rp 375 ribu, dilengkapi fasilitas TV.
Alhasil karena efek tren, para pebisnis mulai melirik bisnis hotel sederhana ini ketimbang kamar kos-kosan. Jika di Jakarta harga kamar kos Rp 1.8 juta/bulan, jauh lebih untung kamar kapsul dengan pendapatan rata-rata Rp 3 juta per bulan dengan perkiraan harga permalam Rp 100 ribu.
Bagaimana keberadaan hotel kapsul di area berlahan luas, jauh dari kepadatan? Perlu mempelajari studi kelayakan (feasibility study) secara cermat. Jangan sampai hotel kapsul tidak bertamu setelah pengunjung hotel merasa nyaman menginap di hotel melati atau motel yang ruang geraknya lebih leluasa.
Keberadaan hotel kapsul akan terasa berguna di area kesibukan yang tinggi. Jika lahan di Indonesia masih terbentang luas, sebaiknya hindari mendirikan hotel sejenis ini, kecuali tingkat kepadatan yang super.