Suatu pagi, di kala jam kuliah, sambil bercanda seorang kawan memegang tanganku. Kawan ini dikenal gemar meramal nasib. Kuberikan saja telapak tanganku. Ia mulai meramal. Tak terlalu menyimak celotehnya. Ia katakan suatu hari seseorang dari negri sebrang, akan menjadi pendamping hidup.
Tahun pun berlalu. Aku sering bertemu anak-anak dari kawan ayah, makan malam atau hanya bercakap santai saja di rumah. Ada yang berdarah Belanda, Tionghoa, Inggris, Australia, Perancispun ada. Lucu juga anak-anak kecil itu, ngobrol dengan bahasa campuran.
Karena ketertarikan itu, terbersitlah keinginan punya pacar bule. Sebenarnya darah turunan orangtua berdarah campuran. Ayah yang bersuku Jawa tengah dengan ibu berdarah Jepang. Sedangkan orangtua asal leluhur berdarah Melayu dan Belanda. Jadi lengkaplah sudah berbagai jenis keturunan dari keluarga besar kami.
Jodoh itu ditangan Tuhan katanya. Jadi, kulakoni dengan santuy walau sang pacar tak kunjung jua.
Suatu hari iseng-iseng kuterpaut satu aplikasi perjodohan. Ketika itu usiaku 28 tahun. Hasil dari pertemanan online memang menghasilkan banyak kawan. Pekerjaan yang menyita waktu, membuat diri ini malas kemanapun bila akhir pekan tiba. Jadi, ya kencan online.
Hasil dari sekian banyak pertemanan, terseleksilah satu Aussie dan seorang warga German. Dua orang bule ini berkompetisi. tapi .......
Suatu hari si Aussie yang bernama James ini, menelpon. Ia berada di Pulau Natuna untuk suatu tugas dari kantornya di USA. Tuturnya ia dalam kesulitan karena terlambat terima gaji. Ia kirimkan juga bukti bahwa cek sudah ditangan namun belum sempat dicairkan sebab bank tutup.
Benar atau tidak, ku takpernah gubris. Namun sangsi juga ketika cek sejumlah USD 500.000 itu kuteliti
J : "Hello, Hello, dear, it's me James"
cp : "O hello, how are you?