Destinasi berikutnya adalah tempat yang tidak saya rencanakan. Berangkat dari petualangan mencari bunga bangkai raksasa yang tidak membuahkan hasil membuat saya dan teman saya memutuskan untuk pergi ke tempat di mana teratai raksasa berada. Tempatnya tidak begitu jauh sekitar 500 meter dari pintu masuk kebun raya.
Kemudian, kami memutuskan untuk duduk di atas hamparan rerumputan yang luas sembari bercerita satu sama lain. Ah, ternyata tiga hal dari sekian banyak yang terbaik dari kehidupan adalah bercerita, didengar, dan mendengar ya.
Penutup Hujan Raya Akhir Desember di Kota Bogor
Satu jam lebih lima puluh menit telah terlewati, tak terasa angka jarum jam menunjukkan pukul 13.30 WIB. Cuaca yang semula bersahabat menyambut datangnya diri saya, perlahan meredup seperti meminta saya lekas istirahat dan pulang ke rumah. Perjalanan menyusuri kebun raya pun berakhir, tenggelam sejalan dengan bunyi-bunyian singgungan rel kereta meninggalkan kota Bogor.
Jika Jogjakarta tempat sejuta kenangan dan secercah rindu yang tersusun dari setiap jalanan yang disusuri, maka Bogor dan Kebun Rayanya punya segudang kenyamanan, seguyur hujan raya yang rasanya tidak akan sama di tempat mana pun.Â
Menurut saya, sebuah tempat memang bukan hanya menjadi 'apa yang pernah ditangkap oleh mata', tetapi menjadi 'sebuah cerita' ketika kita kembali untuk mengingatnya.
Jadi, apakah sudah mulai jatuh cinta dengan Kebun Raya Bogor tanpa kesana?
Sebuah tempat memang bukan hanya menjadi 'apa yang pernah ditangkap oleh mata', tetapi menjadi 'sebuah cerita' ketika kita kembali untuk mengingatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H