Mohon tunggu...
Cechgentong
Cechgentong Mohon Tunggu... wiraswasta -

Alah Bisa Karena Biasa\r\n\r\nMalu Bertanya Sesat Di Jalan\r\nSesat Di Jalan Malu-maluin\r\nBesar Kemaluan Tidak Bisa Jalan\r\n\r\nPilihan selalu GOLTAM

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Brunei Darussalam : Negeri Mungil Nan Indah dan Bersahaja

7 Juni 2014   18:19 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:49 2418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana dan persiapan perjalanan kami selama 3 bulan akhirnya dimulai. Tepatnya 12 Mei 2014 perjalanan kami diawali dan benar-benar bersejarah karena inilah pertama kalinya saya dan istri melakukan 10 hari perjalanan ke luar negeri (walaupun masih dalam lingkup ASEAN). Dari Bandung menggunakan kereta api Parahyangan pagi menuju Jakarta. Sekitar pukul 13.20 kami tiba di stasiun Gambir dan langsung bergerak menuju Hotel Orchardz yang letaknya dekat dengan Bandara Soekarno Hatta. Kami sengaja menginap di hotel tersebut karena besok pagi sekali kami sudah harus berada di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta.

Tujuan pertama kami adalah Brunei Darussalam. Banyak teman yang merasa heran mengapa kami jalan-jalan ke Brunei Darussalam. Brunei khan bukan tempat pelancongan yang favorit. Apalagi sejak tanggal 1 Mei 2014 Sultan Hassanal Bolkiah menyatakan berlakunya Syariat Islam secara utuh di seluruh negeri. Inilah menariknya bagi kami. Ada sesuatu menarik yang membuat kami ingin pergi ke sana. Dan ternyata benar, banyak peristiwa dan hal-hal menarik yang kami dapat selama melakukan perjalanan ke Brunei Darussalam ini. Apa saja itu ?

Dimulai dari masalah kelebihan berat bagasi sekitar 3 kg dimana kami harus membayar Rp 600 ribu untuk kelebihan tersebut oleh Air Asia. Tetapi kami berhasil mengurangi berat bagasi setelah memindahkan dan membuang beberapa barang bawaan kami. Semua terlihat lancar pada saat kami sudah memasuki pesawat menuju Kuala Lumpur. Kok Kuala Lumpur ? Untuk menuju Bandar Seri Begawan, ibukota Brunei Darussalam kami harus transit selama 2 jam di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA 2). Setelah menjalani penerbangan menuju Bandar Seri Begawan selama 2 jam 20 menit, kamipun tiba di Bandara Brunei International Airport (BIA).

BIA terlihat sekali bukanlah bandara yang sibuk. Sedikit sekali pesawat yang melakukan penerbangan dan tampak BIA seperti Bandara yang baru dibangun atau mengalami renovasi. Setelah melewati pemeriksaan Imigrasi, kami langsung menuju tempat pengambilan koper. Betapa kagetnya saya setibanya di tempat pengambilan koper ternyata hanya koper Rip Curl kesayangan saya yang tidak ada alias hilang tersangkut dimana. Akhirnya kami melaporkan ke bagian baggage claim BIA. Dengan pelayanan yang ramah dan bersahabat, petugas BIA membuat laporan tentang hilangnya koper saya dan berjanji akan segera mengabari keberadaan koper tersebut.

Saat itu Brunei sudah sore hari, dengan nada kecewa dan kesal tetapi bahagia karena sampai juga di Brunei kami keluar bandara. Sungguh mengagetkan bagi kami karena BIA sepi sekali sore itu. Setelah bertanya bagian informasi, kita menuju tempat taksi mangkal. Tampak sedikit sekali taksi yang mangkal di BIA. Begitu kami mendekat, tampak seorang pria mungkin berusia sekitar 50 an tahun menyapa kami. Ternyata pria tersebut adalah supir taksi.

" Taksi ? " tanya pria tersebut.

" Ya, Pak Ci " jawab saya.

" Kemane ?" logat melayu pria tersebut terucap.

" Brunei Hotel, Jalan Pemancha. " ujar istri saya yang memang hafal dengan alamat hotel tersebut.

" Ohhh, pusat kota itu. 25 Brunei Dollar "

" Tidak argometer Pak Ci ? " saya sedikit curiga.

" Di Brunei, Taksi tidak pakai argometer dan harga yang saya berikan sudah standar " jelas supir taksi tersebut.

" Okelah kalau begitu "

Ternyata perjalanan dari BIA menuju Brunei Hotel membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Sepanjang jalan supir taksi banyak tanya kepada kami sekaligus bercerita tentang situasi dan kondisi di Brunei Darussalam. Supir taksi sempat heran dan bertanya mengapa kami melakukan jalan-jalan ke negaranya. Diceritakannya bahwa jumlah penduduk Brunei berkisar 400 ribu orang, sepi suasananya, penduduk Brunei malah banyak yang pergi pesiar ke Indonesia, Kota Kinabalu, Kuching, Miri, Kuala Lumpur dan beberapa kota di Malaysia. Yang menariknya adalah jumlah taksi seluruh Brunei Darussalam yang tercatat hanya 35 unit tapi yang aktif beroperasi 22 unit saja. Katanya jangan harap setelah belanja di Mall akan mudah mendapatkan taksi kecuali memanggilnya via telpon kalau tidak ingin menunggu 2 jam. Sebagian besar penduduk Brunei memiliki mobil dan jarang yang berjalan kaki. Mereka lebih memilih untuk membeli mobil daripada motor karena harga keduanya tidak berbeda jauh. Malah sarannya lebih baik menggunakan bus kalau jalan-jalan mengelilingi Brunei karena lebih murah yaitu 1 Brunei Dollar (kemanapun rutenya tarifnya sama).

Tanpa terasa kami tiba di depan Brunei Hotel, salah satu hotel tertua di Brunei Darussalam. Sambil menurunkan barang kami dan membawanya ke dalam hotel, supir taksi nan ramah tersebut memberi sebuah kartu nama. Tertulis nama Azman dengan beberapa nomer telpon. Sebelum pergi, Pak Azman berpesan kalau mau pergi kemana-mana dapat menghubunginya.

Alhamdulillah kami mendapatkan kamar hotel yang mempunyai pemandangan strategis. Begitu membuka jendela terlihat sungai kecil dengan pemandangan pasar tradisional Tamu Kianggeh Brunei Darussalam. Selain itu letak hotel kami sangat strategis karena dekat dengan obyek wisata mulai dari Kampung Ayer, Royal Regalia sampai Mesjid Omar 'Ali Saifuddien.

Hari pertama di Brunei walaupun sudah malam dan gerimis hujan datang tidaklah kami sia-siakan. Setelah berkeliling sejenak untuk mengamati suasana malam di kota Bandar Seri Begawan dengan menyusuri sungai Brunei dan berharap menemukan toko yang menjual kaos sebagai pakaian pengganti. Ternyata sebagian besar toko-toko sudah tutup. Akhirnya kami menemukan lokasi khusus berjualan berbagai jenis makanan. Sepertinya menarik juga untuk dicoba lokasi kuliner tersebut. Dari sekian banyak makanan yang disajikan dan dijual, ternyata saya dan istri terpincut dengan satu outlet yaitu outlet satay. Tampak ibu tua memperhatikan kami dan langsung menawarkan dan menjelaskan satay yang dijualnya. Tertulis jelas HMY Satay dengan berbagai jenis satay tetapi dengan harga yang sama setiap jenisnya. 1 Brunei Dollar untuk 4 tusuk satay plus 1 Brunei Dollar untuk 3 buah ketupat ukuran kecil. Satay yang dijual adalah satay ayam, satay daging (sapi), satay urat, satay hati kura (kerbau) dan satay kambing. Semua jenis satay tersebut kami dicicipi. Tidak ada yang berbeda dengan sate yang dijual di Indonesia, hanya yang membedakan bumbunya saja yaitu bumbu kacang dengan porsi yang banyak. Dan tak lupa minuman yang kami pesan adalah teh tarik dan teh o ping.

Malam semakin larut, satay sudah habis disantap maka saatnya kembali ke hotel untuk menyegarkan kembali tubuh kami yang lelah dan kesal karena lamanya perjalanan dan kuatir memikirkan nasib koper saya yang belum jelas keberadaannya. Sambil berharap keesokan harinya kami mendapatkan suasana dan pengalaman yang menarik selama 3 hari 2 malam di Brunei Darussalam.

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun