Israel baru-baru ini telah mengguncang kehidupan penduduk Gaza dengan merenggut lebih dari 100 korban jiwa dalam 24 jam terakhir.
SeranganKejadian ini menciptakan gelombang ketidakpastian dan keprihatinan yang mendalam di tengah eskalasi kekerasan yang telah berlangsung selama tiga bulan antara Israel dan Hamas.
Meskipun klaim moralitas dari pihak Israel, otoritas kesehatan yang dikelola oleh Hamas melaporkan bahwa korban tewas utamanya adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan keluarga yang menjadi korban pemboman.
Situasi semakin rumit dengan terus berlanjutnya serangan udara dan artileri, sementara upaya mediasi dan gencatan senjata tampaknya belum mencapai kesepakatan yang berkelanjutan.
Serangan udara yang dilancarkan oleh Israel di Gaza saat perang memasuki Tahun Baru telah mengejutkan banyak pihak.
Pemboman besar-besaran terjadi di berbagai wilayah, termasuk Kota Gaza dan Universitas al-Aqsa, menyebabkan korban jiwa yang signifikan, dilansir dari The Guardian.
Di selatan Gaza, di zona evakuasi, sekitar 85% penduduk telah meninggalkan rumah mereka karena serangan udara dan artileri terus berlanjut.
Israel mengarahkan serangan ke Nuseirat, Maghazi, dan Bureij, kawasan kamp pengungsi Palestina yang penuh sesak.
Serangan ini menyebabkan puluhan kematian dan meningkatkan penderitaan di antara penduduk yang telah mengalami pengungsian sejak perang tahun 1948.
Meskipun ada klaim bahwa sebagian pasukan Israel ditarik dari Gaza, situasi tetap kompleks dan sulit diprediksi.
Jumlah korban, kerusakan infrastruktur, dan dampak kemanusiaan lainnya terus meningkat, sementara upaya mediasi dan gencatan senjata tampaknya belum mencapai kesepakatan yang berkelanjutan.
Netanyahu menegaskan tekad Israel untuk mencapai "kemenangan total" atas Hamas, meskipun tekanan internasional untuk gencatan senjata semakin meningkat.
Ancaman perang yang lebih luas di kawasan tersebut juga menjadi perhatian, terutama dengan pertempuran melawan milisi Hizbullah di perbatasan utara Israel dengan Lebanon.
Sementara itu, kebijakan solidaritas internasional terhadap Gaza semakin kontroversial.
Upaya untuk mengizinkan bantuan ke Jalur Gaza melalui koridor laut dari Siprus telah diumumkan, tetapi pertanyaan tentang kapan dan bagaimana bantuan akan tiba masih belum terjawab.
Pada saat yang sama, situasi di Gaza semakin meresahkan dengan perkiraan bahwa seperempat penduduknya bisa meninggal dalam satu tahun akibat kondisi sulit, termasuk kurangnya sanitasi dan kelaparan.
Pembenahan kesehatan dan rekonstruksi infrastruktur menjadi tuntutan mendesak, tetapi pertempuran terus berlanjut.
Keputusan Netanyahu untuk menolak pertemuan menunjukkan kompleksitas dan ketidakpastian situasi di Gaza.
Meskipun ada upaya mediasi, konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan ini masih belum menemui titik terang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H