BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Budaya Organisasi
2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi
Menurut susanto dalam (Muhamad Rafi Fadilah 2018) budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (Values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Peran yang sangat penting dalam meningkatkan efektivitas kinerja organisasi, terutama kinerja pegawai dalam jangka waktu yang berbeda, dimiliki oleh budaya organisasi. Budaya organisasi berfungsi sebagai instrumen untuk mengarahkan arah organisasi, mengatur kebijakan tentang tindakan yang diperbolehkan dan yang tidak, menentukan cara alokasi sumber daya organisasi, serta sebagai sarana untuk menghadapi tantangan dan peluang yang muncul dari lingkungan organisasi.Menurut Fahmi (2017), budaya organisasi adalah suatu kebiasaan yang telah berlangsung lama dan dipakai serta diterapkan dalam kehidupan aktivitas kerja sebagai salah satu pendorng untuk meningkatkan kalitas kerja para karyawan dan manajer perusahaan. budaya organisasi mewakili sistemkepercayaan tak berwujud dan tak diragukan lagiyang membenarkan bagaimana organisasiberperilaku menurut Sengottuvel dan Aktharsha dalam Eko Budi Santosoe (2016). Menurut Edison, dkk dalam Alfato Yusnar Kharismasyah, dkk (2023) budaya organisasi merupakan hasil proses melebur gaya budaya dan atau perilaku tiap individu yang dibawa sebelumnya ke dalam sebuah norma - norma dan filosofi yang baru, yang memiliki energi serta kebanggaan kelompok dalam menghadapi suatu dan tujuan tertentu. Indikator budaya organisasi menurut Denison and Mishra dalam Alfato Yusnar Kharismasyah, dkk (2023) adalah sebagai berikut:
- Misi
- Konsistensi
- Adaptabilitas,
- Pelibatan.
Budaya organisasi didalamnya terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri para anggota, menjiwai orang perorang didalam perusahaan. Budayaorganisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidal tampak, yang dapatmenggerakkan orang-orang dalam suatu perusahaan untuk melakukan aktivitas kerja. Setiap hari karyawan di perusahaan mempelajari budaya yang berlaku, apalagi bila karyawan sebagai orang baru supaya dapat diterima oleh lingkungan tempat bekerja maka berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk , apa yang benar dan apa yang salah , dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Budaya organisasi mensosialisasikan danmenginternalisasi pada karyawan di perusahaan. Salah satu peran dari budaya organisasiadalah memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkanefektivitas kerja perusahaan, terutama pada kinerja karyawan dalam jangka pendekmaupun jangka panjang. Budaya organisasi juga mempunyai peran dalam menentukanarah perusahaan yaitu dengan mengarahkan apa yang boleh dilakukan(Sri Wahyu lelly Hanna setyanti dkk 2022)
2.1.2 Fungsi Budaya Organisasi
Menurut robbins dalam Edy Sutrisno (2018). Dari sisi fungsi, budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:
- Budaya mempunyai suatu peran pembeda.
- Budaya organisasi membawa suatu rasa indentitas bagi anggota anggota organisasi.
- Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada suatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.
- Budaya organisasi itu meningkatkan kemantaoan sistem sosial.
Budaya yang kuat meletakkan kepercayaan kepercayaan, tingkah laku, dan cara melakukan suatu, tanpa perlu dipertanyakan lagi. Oleh karena itu, berakar dalam tradisi, budaya organisasi, mencerminkan apa yang dilakukan, dan bukan apa yang akan berlaku. Dengan demikian fungsi organisasi adalah perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.
2.1.3 Karakteristik Budaya Organisasi
Dari berbagai konsep budaya organisasi, ditemukan sebuah uraian. Budaya organisasi sebagai suatu pola dan model yang terdiri atas kepercayaan, dan nilai-nilai yang memberikan arti bagi anggota suatu organisasi dan aturan bagi anggota untuk berperilaku di organisasi. Menurut Davis setiap organisasi memiliki makna tersendiri terhadap kata budaya itu sendiri, antara lain identitas, ideologi, etos, pola eksistensi, aturan, pusat kepentingan, filosofi tujuan, spirit, sumber informasi, gaya, visi, dan cara. Menurut Robbins dalam Edy Sutrisno (2018) ada tujuh karakteristik budaya organisasi, sebagai berikut:
- Inovasi dan keberanian mengambil resiko (inovation and risk taking), sejauh mana para karyawan didorong untuk inovasi dan pengambilan resiko.
- Perhatian terhadap detail (attention to detail), sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan posisi kecermatan, analisis, dan perhatian pada perincian.
- Berorientasi kepada hasil (outcome orientation), sejauh mana manajemen memfokus pada hasil, bukan pada teknis dan proses dalam mencapai hasil itu.
- Berorientasi kepada manusia (people orientation), sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada orang- orang dalam organisasi itu.
- Berorientasi tim (tim orientation), sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim bukan individu.
- Agresif (aggressiveness), sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif, bukannya suatu santai-santai.
- Stabil (stability), sejauh mana keinginan organisasi menekankan diterapkannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
Sehubungan dengan karakteristik tersebut, setiap karakteristik tersebut bergerak pada suatu tingkatan dari rendah ke tinggi. Dengan menilai organisasi berdasarkan tujuh karakteristik ini akan memperoleh gambaran budaya organisasi.
2.1.4 Pembentukan Budaya Organisasi
Ada 5 unsur yang berpengaruh terhadap pembentukan budaya organisasi, yaitu:
- Lingkungan usaha, yaitu lingkungan dimana organisasi itu beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh organisasi tersebut untuk mencapai keberhasilan.
- Nilai – nilai (values), yaitu konsep dasar atau keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi.
- Panutan atau keteladanan, yaitu orang-orang yang menjadi panutan atau teladan bagi para pegawainya.
- Upacara – upacara (rites and ritual), yaitu acara – acara rutin yang diselenggarakan oleh organisasi dalam rangka memberikan pengahrgaan pada pegawainya.
- e. Jaringan budaya, yaitu jaringan komunikasi informal yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai – nilai dan budaya organisasi.
2.1.5 Tujuan Budaya Organisasi
Menurut Edy Sutrisno (2018) Sebagian besar perusahaan melakukan proses budaya organisasi sebagai aktivitas penting yang harus dilakukan untuk mencapai kesesuaian dan keselarasan individu organisasi dengan budaya dan lingkungan organisasinya. Tujuan budaya organisasi sebagai berikut:
- Membentuk suatu sikap dasar, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dapat memupuk kerja sama, intregritas dan komunikasi dalam organisasi atau perusahaan.
- Meningkatkan komitmen dan daya inovasi karyawan terhadap perusahaan.
- Mendorong kinerja karyawan.
- Menentukan tujuan organisasi
2.2Self Efficacy (Efikasi Diri)
2.2.1 Pengertian Self Efficacy (Efikasi Diri)
Menurutfeist dalam Muhammad Rafi Fadilah (2020) mengemukakan self efficacy meerupakan penilaian individu terhadap suatu tugas. Menurut bandura dalam alwisol (2018), efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication-efficacy expectation) adalah “persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berpungsi dalam situasi tertentu” efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Menurut Bandura Lau dalam (Yeki Candra 2019) Self Efficacymengungkapkan bahwa efikasi diri merupakan hasil proses kognitifsosial yang berwujud keyakinan dan pengharapan serta keputusan pada kemampuannyadalam bertindak guna memperoleh hasil yang maksimal.Menurut Indrajaya dalam Sri Wahyu lelly Hanna setyanti, dkk (2022) menjelaskan bahwa efikasi diri adalah sebagai keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Efikasi diri diperkenalkan pertama kali oleh Bandura yang menyajikan satu aspek pokok dari teori kognitif social.
2.2.2 Indikator-Indikator Self Efficacy
Menurut Setiadi (2020) self-efficacy merupakan tingkat keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya dalam mengerjakan tugas untuk mencapai hasil tertentu.Terdapat 4 indikator untuk mengukur self-efficacy menurut Lunenberg dalam Widyawati (2018), antara lain;
- Pengalaman akan kesuksesan,
- Pengalaman individu lain,
- Persuasi verbal,
- Keadaan fisiologis.
Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Menurut Santrock dalam (Sri Wahyu lelly Hanna setyanti, dkk 2022) yang menyebutkan “Self Efficacy is the belief that one can master asituation and produce positive outcomes”. Maksudnya adalah efikasi diri sebagai keyakina yang bias mendorong atau mengarahkan sesorang untuk menemukan solusi dalam sebuah situasi dan mampu menghasilkan sikap positif dari situasi yang terjadi tersebut. Efikasi diri menjadi kunci dan stimulus utama yang bias membantu seseorang menemukan solusi atau jalan keluar dari sebuah situasi yang sedang dihadapi.
2.2.3 Pembentukan Self Efficacy
Menurut Bandura Dalam Dian Rizki Novianti (2016), ada empat pembentuk efikasi di dalam diri seseorang yaitu:
- Pengalaman yang menetap: adalah riwayat masa lalu seseorang dalam menjalankan suatu tindakan. Kemahiran seseorang dalam melaksanakan suatu aktivitas akan meningkat seiring dengan kemampuannya dalam suatu hal. Sebaliknya, kegagalan dalam pelaksanaan suatu tugas akan mengakibatkan penurunan tingkat keefektifan seseorang dalam aktivitas tersebut.
- Pengalaman yang dirasakan: dipengaruhi oleh sejauh mana seseorang merasa efektif dalam perbandingan pencapaian mereka dengan orang lain. Jika seseorang percaya bahwa mereka mampu menyelesaikan suatu tugas seperti yang telah berhasil dilakukan oleh orang lain, tingkat efikasi diri mereka dapat meningkat.
- Pendapat orang lain:Efikasi seseorang bisa dipengaruhi oleh ucapan orang lain. Jika seseorang mendapatkan dukungan dan penguatan positif dari orang lain, tingkat efikasi dirinya dapat meningkat.
- Keadaan psikologis: Perasaan yang positif dan bersemangat dapat meningkatkan efikasi diri.
Efikasi diri yang telah terbentuk akan mempengaruhi dan memberi fungsipada aktifitas individu.
2.2.4 Tiga Dimensi Self Efficacy
Menurut Bundara dalam Cristina M. Lengkong, dkk (2020) menyatakan bahwa self-efficacy dibedakan atas tiga dimensi, dimensi tersebut adalah:
- Magnitude (tingkat)
- Dimensi ini mengacu pada tingkat kesulitantugas yang dipersepsikan berbeda olehmasing-masing individu. Sebagianmenganggap masalah itu sulit, namunsebagian lain menganggap masalah itu mudahuntuk dilakukan. Jika individu dihadapkanpada tugas-tugas yang disusun menuruttingkat kesulitannya, maka keyakinanindividu akan terbatas pada tugas-tugas yangmudah, sedang, hingga tugas-tugas yangpaling sulit.
- Generality (Keluasan)
- Dimensi ini berkaitan dengan pengusaanindividu terhadap bidang atau tugaspekerjaan. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadappengharapan pada bidang tugas atau tingkahlaku khusus sedangkan pengalaman lainmembangkitkan keyakinan yang meliputiberbagai tugas.
- Strength (Kekuatan)
- Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatanatau kemantapan seseorang terhadapkeyakinannya. Tingkat efikasi diri yang lebihrendah mudah digoyangkan olehpengalaman-pengalaman yangmemperlemahnya, sedangkan seseorang yangmemiliki efikasi diri yang kuat dalam
2.3 Kinerja Karyawan
2.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Edison dalam Murni Rahmawati dan Kristin Juwita (2018), Kinerja adalah hasil dari suatuproses yang mengacu dan diukur selama periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang telah di tetapkan sebelumnya. Kinerja merupakan hasil kerja karyawan secara kualitas dan kuantitas yang di capai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang di berikan kepadanya. Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat dijelaskan kinerja adalah hasil kerja individu atau tim dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya.Istilah kinerja berasal dari job ferformance atau actual performance, yang bermakna ‘prestasi kerja’ atau prestasi yang dicapai oleh individu dalam dunia kerja. Menurut Rue dan Byars, kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil dari pelaksanaan fungsi-fungsi dan orientasi visi dan misi organisasi birokrasional. Kinerja karyawan merupakan perilaku kerja yang telah dicapai dalam menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan dalam suatu periode tertentu. Kinerja melibatkan beberapa unsur yakni kompetensi, sikap dan tindakan. Menurut Yulandri (2020) kinerja karyawan merupakan suatu yang dinilai dari apa yang dilakukan oleh seorang karyawan dalam kerjanya, dengan kata lain kinerja individu adalah bagaimana seorang karyawan melaksanakan pekerjaanya atau untuk kerjanya.
Dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan penilaian sejauh mana individu atau kelompok mencapai tujuan dan tanggung jawab yang ditetapkan perusahaan. Kinerja karyawan dapat diukur dengan berbagai macam metode, antara lain penilaian kinerja, penilaian kinerja, dan pencapaian tujuan kerja.
2.3.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada lingkungan non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat melekat dengan sistem manajerial perusahaan. Menurut Handoko dalam Menurut Edy Sutrisno (2018) , faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
- Keterampilan atau Pengalaman
- Orang yang mempunyai pendidikan yang rendah, jelas mempunyai keterampilan yang kurang, begitu juga orang yang sudah berpendidikan agak tinggi masih tetap mempunyai produktivitas yang rendah.
- Faktor Pendidikan
- Perusahaan perindustrian biasanya direkrut dari orang-orang yang kurang mempunyai pendidikan yang tinggi, perusahaan hanya membutuhkan kesehatan fisik yang kuat untuk bekerja. Dengan adanya pendidikan yang kurang dari pekerja akan menyebabkan penurunan produktivitas kerja.
- Umur
- Umur seseorang tenaga kerja agaknya dapat dijadikan sebagai tolak ukur dari produktivitas, akan tetapi hal tersebut tidak selalu begitu. Tetapi pengajaran karier seseorang selalu diimbangi dengan jumlah umur, dimana semakin bertambah lama orang itu bekerja, maka produktivitas dari orang tersebut akan meningkat.
- Faktor Semangat dan Kegairahan Kerja
- Dengan adanya dorongan moril terhadap para pekerja akan meningkatkan produktivitas kerja. Dorongan moril tersebut dapat berupa memberikan semangat dan kegairahan kerja kepada para pekerja. Seperti yang dikemukakan oleh pakar manajemen, semangat dan kegairahan kerja merupakan problematic yang harus mendapat perhatian yang serius.
- Faktor Motivasi
- Faktor motivasi adalah suatu dorongan dalam diri karyawan untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja dengan predikat yang bagus.
2.3.3. Kriteria-kriteria Kinerja
Menurut Bandura Cristina M. Lengkong, dkk (2020) Kriteria kinerja adalah dimensi-dimensi pengevaluasikan kinerja seorang pemegang jabatan, suatu tim, dan suatu unit kerja. Secara bersama-sama dimensi itu merupakan harapan kinerja yang berusaha dipenuhi individu dan tim guna mencapai strategi organisasi. Ada 3 jenis dasar kriteria kerja yaitu:
- Kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada karakteristik pribadi seseorang karyawan.
- Loyaritas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai selama proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai atau tidak dicapai seseorang dalam pekerjaannya.
- Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan.
- Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal. Sebagai contoh apakah SDM-nya ramah atau menyenangkan.
- Kriteria berdasarkan hasil, kriteria ini semakin popular dengan makinditekannya produktivitas dan daya saing internasional.
- Kriteria ini berfokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketiimbang bagaimana sesuatu dicapai.
2.3.4 Dimensi dan Indikator Kinerja
Menurut Bandura dalam Cristina M. Lengkong, dkk (2020)Dimensi dan indikator kinerja yaitu:
- Dimensi hasil kerja yang terdiri dari tiga indikator yaitu:
- Kuantitas hasil kerja
- Kualitas hasil kerja
- Efisiensi dalam melaksanakan tugas
- Perilaku kerja yang terdiri dari tiga indiikator yaitu:
- Disiplin kerja
- Inisiatif
- Ketelitian
- Sifat pribadi yang terdiri dari tiga indikator yaitu:
- Kepemimpinan
- Kejujuran
- Kreativitas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H