Syukur anugerah “butiran” iman
Bersyukur Kepada Allah.
https://www.youtube.com/watch?v=xVxRYhbTkHc.
Pertama, Allah telah menganugerahkan “mau” (jw. gelem) meminta perihal Ilmu Tauhid, sehingga dalam menjalani kehidupan berada dalam persaksian atas mengadaNya Tuhan Yang Al-Ghayb Yang Allah NamaNya. Dengan bertauhid bi-dzatillah maka dengan sendirinya bertauhid bi-sifatullah, bi-af’alullah. Sehingga dengan demikian menjadi memungkinkan untuk memproses diri kembali kepada Allah dengan perilaku “keselamatan” memungkinkan untuk menjadi Islam kaafah. Islam lahir dan islam batin. Dan yang jelas beragama yang saya jalani tidak lagi menjadi hanya retorika eforia angan-angan dan persepsi-persepsi konsep rekayasa akal pikiran dan akademika.
Sehingga dalam menjalani kehidupan berdunia yang penuh dengan perjuangan menjadi jelas dan gamblang, apa yang mesti saya perjuangkan. Kemudian, tinggal nafsu, ego, keakuan yang melekat pada badan ini mau tidak untuk dikendalikan dan ditundukkan ‘diproses’ dengan berperilaku selamat. Maka kami selalu mengucap “ihdinasy-syiratal mustaqim” tempatkan kami untuk selalu berada diatas hidayah (yang telah ditunjukkan perihal “al-Huda”) syiratal mustaqim, jalan bertempat tinggal (“manggon”) didalam Al-Haq Engkau. Sehingga intiqamah dan tumakninah dalam dzikrullah yakni untuk dapatnya selalu dzikrullah, ingat kepada “HUWA” Keberadaan Dzat Tuhan Sang Empu Nama Allah dalam keadaan apa saja dimana saja dan dalam situasi dan kondisi bagaimanapun. Lillah-billah-fillah.
Dengan mengenali keberadaan “Butiran” iman perihal imanen pada wilayah kemakrifatan menjadikan jelas apa dan bagaimana kebutuhan berperilaku waspada..!!. Apa yang diwaspadai. Saat dengan jelas dan gamblang serta terang karena mengetahui persis perihal “intan berlian” yang mesti dijaga. Maka saya harus mewaspadai adanya pencuri yang jika lengah dan lalai bisa sewaktu-waktu akan mengambilnya. Saat saya mengetahui persis “barang”nya maka saya bisa berperilaku dalam kewaspadaan serangan dari luar.
Supaya saya bisa pulang dengan selamat maka, saya harus menjaga “dzikr” ‘intan-berlian’ dengan sebaik-baiknya, dan supaya “dzikr” ‘intan-berlian’ itu bisa diterima kepada Sang Pemilik saat sampai tujuan maka, harus dilengkapi legalitas dari yang telah memberikan “amanah” kepada saya (saya hanya sak dermo, sebab menjalankannya karena perintah).
Saya mestilah waspada terhadap sang pencuri; sang perampok; sang koruptor; sang julik dan licik, yang bisa sewaktu-waktu saat terlena maka habislah saya. Egolah sang pencuri itu; nafsulah sang julik dan licik itu; keakuanlah sang rampok dan koruptor itu.
Dan konspirasi-konspirasi licik, nan rendah dan hina yang juga (hampir selalu) dapat menjadikan perilaku terpelanting terbuang dan sia-sia, akibat perilaku sang “sanubari” yang memilik watak dan perilaku membantah, merasa diri paling baik dan merasa paling suci, orientasi kekuasaan dan kekuatan; selalu meminta pengakuan dan selalu mengejar kemuliaan dan kehormatan dunia; dan merasa benar, merasa dirinya yang paling benar sehingga berperilaku salalu menyalah-nyalahkan yang lain. Padahal sekalipun memang telah berada di alam kebenaran maka, bukan berarti kemudian menyalah-nyalahkan yang belum berada didalam kebenaran. Sebab Allah menggelincirkan orang yang telah didalam alam kebenaran dan menarik orang yang di alam “salah” dengan fadhal dan rahmatNya untuk menjadi orang yang benar maka bagi Allah sama sekali tidak sulit, jika Allah kehendaki.
Maka saya bersyukur dengan usaha dan ikhtiyar pada perilaku, sifat dan watak terbuka dan membuka dan lapang dada.
Yang ke dua, saya juga sangat bersyukur atas keberadaan orang-orang yang berada disekitar saya, dilingkungan saya, dan komunitas JATAYU, dan juga beliau-beliau piyantun-piyantun agung, orang-orang yang beraksi dan berjuang mewujudkan kemerdekaan sejatinya, meneruskan perjuangan para pendahulu bangsa, supaya terbebas dari penjajahan bangsa dan negara lain, dan meneruskan perjuangan supaya juga terbebas dari perilaku ego, keakuan, nafsu sanubarinya, sehingga terwujud berfungsinya hati nuraninya dalam rasa inti “dzikrullah”. Sebab faham sepenuhnya bahwa bahagia dan tentram hanya dengan dzikr, sangat jelas dan terang dalam firman Allah “ingatlah bahwa hanya dengan Dzikr maka hati menjadi tentram”