Mohon tunggu...
cebol pendosa klaraspiningit
cebol pendosa klaraspiningit Mohon Tunggu... -

cebol,tidak terikat, tidak terkekang,tidak tercengkeram sekaligus tempat salah dan dosa, lemah dan tidak bisa apa-apa biarlah di mata dunia penuh dengan kekurangan memang demikian adanya,tidak akan pernah bisa menggapai tanpa dengan pertolongan dan belas kasih Tuhan. tanpa denganNya sungguh Cebol Pendosa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Syukur Atas Anugerah Butiran Iman

17 Februari 2017   22:46 Diperbarui: 17 Februari 2017   22:53 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Syukur anugerah “butiran” iman

Bersyukur Kepada Allah.

https://www.youtube.com/watch?v=xVxRYhbTkHc.

Pertama, Allah telah menganugerahkan “mau” (jw. gelem) meminta perihal Ilmu Tauhid, sehingga dalam menjalani kehidupan berada dalam persaksian atas mengadaNya Tuhan Yang Al-Ghayb Yang Allah NamaNya. Dengan bertauhid bi-dzatillah maka dengan sendirinya bertauhid bi-sifatullah, bi-af’alullah. Sehingga dengan demikian menjadi memungkinkan untuk memproses diri kembali kepada Allah dengan perilaku “keselamatan” memungkinkan untuk menjadi Islam kaafah. Islam lahir dan islam batin. Dan yang jelas beragama yang saya jalani tidak lagi menjadi hanya retorika eforia angan-angan dan persepsi-persepsi konsep rekayasa akal pikiran dan akademika.

Sehingga dalam menjalani kehidupan berdunia yang penuh dengan perjuangan menjadi jelas dan gamblang, apa yang mesti saya perjuangkan. Kemudian, tinggal nafsu, ego, keakuan yang melekat pada badan ini mau tidak untuk dikendalikan dan ditundukkan ‘diproses’ dengan berperilaku selamat. Maka kami selalu mengucap “ihdinasy-syiratal mustaqim” tempatkan kami untuk selalu berada diatas hidayah (yang telah ditunjukkan perihal “al-Huda”) syiratal mustaqim, jalan bertempat tinggal (“manggon”) didalam Al-Haq Engkau. Sehingga intiqamah dan tumakninah dalam dzikrullah yakni untuk dapatnya selalu dzikrullah, ingat kepada  “HUWA” Keberadaan Dzat Tuhan Sang Empu Nama Allah dalam keadaan apa saja dimana saja dan dalam situasi dan kondisi bagaimanapun. Lillah-billah-fillah.

Dengan mengenali keberadaan “Butiran” iman perihal imanen pada wilayah kemakrifatan menjadikan jelas apa dan bagaimana kebutuhan berperilaku waspada..!!. Apa yang diwaspadai. Saat dengan jelas dan gamblang serta terang karena mengetahui persis perihal “intan berlian” yang mesti dijaga. Maka saya harus mewaspadai adanya pencuri yang jika lengah dan lalai bisa sewaktu-waktu akan mengambilnya. Saat saya mengetahui persis “barang”nya maka saya bisa berperilaku dalam kewaspadaan serangan dari luar.

Supaya saya bisa pulang dengan selamat maka, saya harus menjaga “dzikr” ‘intan-berlian’ dengan sebaik-baiknya, dan supaya “dzikr” ‘intan-berlian’ itu bisa diterima kepada Sang Pemilik saat sampai tujuan maka, harus dilengkapi legalitas dari yang telah memberikan “amanah” kepada saya (saya hanya sak dermo, sebab menjalankannya karena perintah).

Saya mestilah waspada terhadap sang pencuri; sang perampok; sang koruptor; sang julik dan licik, yang bisa sewaktu-waktu saat terlena maka habislah saya. Egolah sang pencuri itu; nafsulah sang julik dan licik itu; keakuanlah sang rampok dan koruptor itu.

Dan konspirasi-konspirasi licik, nan rendah dan hina yang juga (hampir selalu) dapat menjadikan perilaku terpelanting terbuang dan sia-sia, akibat perilaku sang “sanubari” yang memilik watak dan perilaku membantah, merasa diri paling baik dan merasa paling suci, orientasi kekuasaan dan kekuatan; selalu meminta pengakuan dan selalu mengejar kemuliaan dan kehormatan dunia; dan merasa benar, merasa dirinya yang paling benar sehingga berperilaku salalu menyalah-nyalahkan yang lain. Padahal sekalipun memang telah berada di alam kebenaran maka, bukan berarti kemudian menyalah-nyalahkan yang belum berada didalam kebenaran. Sebab Allah menggelincirkan orang yang telah didalam alam kebenaran dan menarik orang yang di alam “salah” dengan fadhal dan rahmatNya untuk menjadi orang yang benar maka bagi Allah sama sekali tidak sulit, jika Allah kehendaki.

Maka saya bersyukur dengan usaha dan ikhtiyar pada perilaku, sifat dan watak terbuka dan membuka dan lapang dada.

Yang ke dua, saya juga sangat bersyukur atas keberadaan orang-orang yang berada disekitar saya, dilingkungan saya, dan komunitas JATAYU, dan juga beliau-beliau piyantun-piyantun agung, orang-orang yang beraksi dan berjuang mewujudkan kemerdekaan sejatinya, meneruskan perjuangan para pendahulu bangsa, supaya terbebas dari penjajahan bangsa dan negara lain, dan meneruskan perjuangan supaya juga terbebas dari perilaku ego, keakuan, nafsu sanubarinya, sehingga terwujud berfungsinya hati nuraninya dalam rasa inti “dzikrullah”. Sebab faham sepenuhnya bahwa bahagia dan tentram hanya dengan dzikr, sangat jelas dan terang dalam firman Allah “ingatlah bahwa hanya dengan Dzikr maka hati menjadi tentram”

Berjuang supaya terbebas dari perilaku ego, dan dari nafsu keakuan, serta dari nafsu sanubarinya dengan membangun perilaku akhlak kepada sesamanya dan adab kepada alam lingkungan dan lingkungan masyarakatnya, membangun, meningkatkan perilaku ‘kemaslahatan’ ummat. Membantu dan menolong kepada sesama walaupun berbeda agama dan keyakinannya apalagi hanya perbedaan suku bangsa. Karena sadar hamba dalam penghambaannya; memanfaatkan waktu kosong dan longgarnya untuk melakukan aktifitas mengisi lahan-lahan sempit dan lahan sela, dan sekaligus dijadikan sebagai alat untuk membangun perilaku gotong royong, kebersamaan dan membangun keluarga dalam kekeluargaan.

https://www.youtube.com/watch?v=s193YrtVdto.

Yang ketiga, saya bersyukur karena dilahirkan di bumi Nusantara, untuk berbuat dan beraksi bersama dengan orang-orang yang berbuat dan beraksi serta berjuang.

Maka,

Pertama syukur adalah membangun sikap, watak dan perilaku terbuka, membuka dalam perilaku hamba dalam penghambaannya maka, akan Allah buka anugerahNya.

Kedua, shalawat adalah mengkait-sambung, melebur, menyatu; dengan perilaku kesadaran “antumul fuqara ilallah” sadar sebagai hamba yang feqir, kuat kebutuhannya untuk memproses diri dengan perilaku kesalehan-keselamatan rasa hati nurani dengan pembuktian “aksi”: memberdayakan anugerah akal-pikiran, organ dan indera; membangun kemaslahatan, berbuat kebaikan, memakmurkan bumi milik Allah.

Ketiga, islam adalah perilaku selamat dan menyelamtakan: mendamaikan, menyejukkan, menentramkan, serta menyamankan, baik bagi diri, keluarga dan lingkungan serta masyarakatnya. Perilaku kearifan.

Semoga kita semua dalam cakupan ampunan maghfirah-Nya dalam keselamatan lahir dan batin; keselamatan dunia dan akherat.

By. M. Tanjung sulaeman kurdi Abdullah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun