Mohon tunggu...
Ratna Yusmika Dewi
Ratna Yusmika Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Mom learner & Momprenuer

Menulis menghempas lelah, senyum merekah menikmati hidup penuh berkah.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Ramadan dan Galungan Tahun 2021 di Bali

16 April 2021   08:11 Diperbarui: 16 April 2021   08:19 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Minggu depan libur panjang, enak nih bisa full puasanya tanpa tugas daring yang kejar- kejaran".

Ungkapan itu keluar dari mulut si temanku, ekspresi senangnya luar biasa. Jarang sekali libur puasa bisa lama sampai dua minggu bagi siswa- siswi muslim sekolah di Bali khususnya sekolah negeri. \

iasanya kalau libur awal puasa antara dua sampai tiga hari saja. Namun tidak berlaku bagi mereka di sekolah muslim swasta yang liburnya cukup dua hari saja, setelah itu kembali ke pembelajaran daring lagi.

Momen libur panjang saat Ramadhan tahun ini sangat berbeda. Ramadhan bertepatan dengan Hari Raya Galungan, dan sudah menjadi ketentuan kalender pendidikan di Bali, bahwa libur sekolah siswa-siswi di sekolah negeri ditetapkan selama dua minggu.

Saya baru menyadari beberapa hari lalu saat melihat story' WhatsApp temen saya dengan caption "on the way pulkam".


" Wahh, ibuk sudah mudik duluan ya, enaknya. Pasti takut disuruh putar balik," ucapku dengan nada bercanda.
"Kan lagi liburan panjang Galungan Mba, suamiku, sekalian deh mudik sekarang."
Oh iya, tersadarlah saya. Suami teman saya ini, adalah salah satu guru Agama Islam di Sekolah Dasar Negeri, otomatis menjadi kesempatan untuk bisa mudik. Karena libur lebaran nanti guru dan siswa Sekolah Negeri di Bali hanya libur saat tanggal merah saja.


Beda halnya dengan anak saya, yang  sekolah di salah satu Madrasah Ibtidaiyah swasta Denpasar. Kalender pendidikannya mengikuti ketentuan Kementerian Agama, libur awal puasa dua hari', ditambah satu hari menghormati perayaan Galungan hari Rabu tepatnya.
Selama puluhan tahun tinggal di Bali, baru tahun ini merasakan momen spesial bagi kami yang hidup berdampingan dengan tetangga yang mayoritas umat Hindu Bali.

Saya pernah membaca tentang makna dari  hari raya Galungan, yang prosesnya begitu padat dan panjang hingga sampai satu bulan lamanya. Salah satu hal yang unik dan cultural, tampak saat warga membuat Penjor dan dipasang di depan rumah masing-masing selama satu bulan penuh. Setelah satu bulan baru boleh dilepas, itu pertanda Galungan sudah selesai.


Kembali saya menyoroti momen Ramadan dan Galungan yang bersamaan tahun ini. Beberapa saat lalu saya membaca sebuah tulisan tentang rentetan Upacara Galungan. Yang pada intinya memiliki kesamaannya yaitu mengajarkan tentang: menahan diri, memperbaiki diri dan silaturahmi.

Umat Hindu merayakan silaturahmi disaat Manisan Galungan, tepatnta kemaren hari Kamis. Mereka bersama keluarga besar berkujung ke sanak saudara. Layaknya kita umat muslim di saat lebaran kumpul bersama keluarga besar di kampung halaman. Semarak dan kebahagiaan pun terpancar.

Pagi itu, tepat hari Rabu Galungan duduk berdua berbincang bincang dengan salah satu teman, saya merasa flash back suasana Ramadan di tahun 90'an. Masa kecil saya, masa dimana sedang belajar puasa kala itu.

"Eh, Mbak, kok seerasa puasa beneran yo, kaya masa kecil kita", celetuk teman saya, Yeni. 

"Iya loh, angin semilir trus sepi begini. Warung zaman dulu bagian depan tutup, tapi kita bisa belanja lewat pintu belakang hahaha (tertawa bersama)."

"Dulu, kita kalau mau makan ngumpet, beli sayur di warung pasti ditanya lagi mens ya mba?"

Mempunyai kenangan yang sama di masa lalu itu, membuat kita berdua sesama perantau di pulau orang, larut ngobrol asyik kemana mana.  

Suasana pagi hari tepat saat Hari Raya Galungan, jalanan sepi jarang orang lalu lalang. Umat Islam khusu' melaksanakan ibadah puasa. Sedangkan umat Hindu sibuk persiapan upacara dirumah saja. Apalagi saya, satu gang perumahan mempunya dua tetangga yang seiman. Namun sebuah kebahagian tersendiri, walaupun perbedaan iman kami hidup nyaman berdampingan. Kalau kita umat muslim menjelang Ramadan mengadakan megengan atau maleman istilah bahasa Jawa. Mereka pun mempunyai kesamaan, seringkali menjelang Hari Raya umat Hindu, saya dapat kiriman. 

Yang pastinya menu makanan  tersebut dibeli dari salah satu warung muslim halalan toyyiban. Suasana hening sekali menyeruak rinduku di kampung halaman. Ramadhan tahun ini terasa indahnya kebersamaan dalam perbedaan, di Pulau Dewata kesayangan.

(editor: Nurhasanah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun