Sikap intoleransi dalam masyarakat menggerus sendi-sendi kesatuan bangsa yang majemuk, melemahkan semboyan Bineka Tunggal Ika, merongrong dasar negara Pancasila dan UUD 45. Hal ini dapat membuyarkan komitmen bersama untuk mendukung dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bercermin pada kasus yang menimpa Ahok, sang petahana gubernur DKI yang menjadi salah satu calon dalam pilgub 2017. Kasus Ahok hingga kini masih terasa panas dan berdampak luas. Kasus dugaan atas penistaan agama  yang dilontarkan kelompok ormas FPI kepadanya menuai reaksi beragam dari masyarakat. Tak ayal masyarakat pun terpecah. Ada kelompok yang pro Ahok, ada yang pro FPI, ada juga yang cukup sebagai penonton di wilayah pinggiran. Masing-masing punya alasan tersendiri untuk mengambil sikap berseberangan.
Masyarakat yang terpecah lupa bahwa mereka sesungguhnya adalah bangsa yang satu. Perbedaan pandangan dan pilihan politik menyebabkan mereka tercerai. Mereka lalu saling melontarkan aksi intoleransi untuk menjatuhkan satu sama lain. Bahkan tak jarang mereka lalu memaksakan kehendak. Kedamaian serasa terusik. Keindahan hidup di negeri yang plural menjadi pudar.
Sikap memaksakan kehendak merupakan wujud intoleransi. Jika sikap ini dilakukan oleh kelompok yang merasa paling kuat dan paling benar akan memunculkan rasa was-was dan ketakutan di kalangan masyarakat. Di sisi lain sikap intoleran juga memunculkan rasa muak di kalangan masyarakat yang masih berpikir jernih. Sekali lagi aksi intoleransi mirip sosok monster yang menakutkan sekaligus memuakkan.
Apa yang Harus Dilakukan?
Apa yang dapat kita lakukan untuk memupus aksi intoleransi ini? Sebagai bagian dari masyarakat yang tetap mencintai Indonesia, tak bisa lain kita harus menyadari kembali betapa kita memang hidup di negeri yang plural. Keutuhan negeri menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat.
Toleransi sangat dibutuhkan untuk terus menjaga perdamaian dan memper-tahankan NKRI. Selain itu dibutuhkan sikap kritis dan keberanian menolak aksi intoleransi. Tindakan tegas terhadap pelaku aksi intoleransi yang mengarah pada pelanggaran hukum harus dilakukan oleh pemerintah dan aparat yang berwenang. Tanpa itu semua, intoleransi akan terus menjadi monster yang menghantui.
Memupus aksi intoleransi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pesan-pesan perdamaian perlu digemakan terus-menerus di berbagai media. Stop penyebaran viral segala bentuk tayangan gambar, video maupun ujaran yang berisi fitnah dan ungkapan kebencian. Perlu ada dialog antarkelompok yang berbeda pandangan. Di sinilah dibutuhkan peran para pemimpin agama agar memberikan pencerahan kepada umatnya.
Terlalu sulitkah memupus aksi intolensi? Rasanya tidak, hanya dibutuhkan kehendak baik dari seluruh pihak. Kalau bisa dilakukan kenapa tidak kita lakukan? Jangan ada lagi intoleransi di antara kita***
Salam NKRI
Tasikmalaya, 25 Januari 2017