Menurut Chavez & Insel (2007), kejadian makan berlebihan (binge eating) yang terjadi berulang kali dan kemudian diatasi dengan perlakuan kompensasi (muntah, berpuasa, beribadah, atau kombinasinya) adalah tanda bulimia nervosa (BN). Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif bahwa individu tidak dapat mengontrol apa yang individu makan. Penyalahgunaan obat-obatan diet juga dapat terjadi, serta muntah yang dilakukan secara sengaja.
Â
Bulimia Nervosa adalah salah satu jenis gangguan makan yang gejalanya seringkali tidak terlihat, sehingga mengenali dan memahami kondisi ini dapat menjadi langkah awal yang sangat penting dalam membantu orang yang terkena dampak. Gejala individu yang menderita bulimia dalam Saras (2023) sering mengalami binge eating atau serangan makan, yaitu mengonsumsi jumlah makanan yang sangat besar dalam waktu yang sangat singkat, melebihi apa yang dianggap normal. Individu merasa tidak bisa mengendalikan perilaku makan mereka selama binge eating. Individu yang menderita bulimia sering melakukan perilaku kompensatoris setelah serangan makan untuk mencoba mencegah bertambah berat badan. Perilaku kompensatoris ini biasanya dilakukan dengan memuntahkan makanan yang dimakan, mengkonsumsi obat diet atau pencahar dan bisa juga olahraga berlebihan. Setelah serangan makan dan kemudian perilaku kompensatoris individu dengan bulimia sangat merasa bersalah dan malu, individu merasa rendah diri dan kehilangan harga dirinya. Gejala fisik yang timbul pada indiividu yang mengalami bumilia adalah seperti peningkatan atau penurunan berat badan yang ekstrem. Bulimia adalah siklus yang berulang dimana individu mengalami serangan makan secara teratur dan kemudian mencoba mengatasi dengan perilaku kompensatoris. Pola ini tidak sehat dan dapat sangat merusak kesehatan fisik dan mental. Masalah pada jantung, ginjal, perubahan siklus menstruasi (amenore) pada wanita adalah perubahan kesehatan yang ditimbulkan dari bulimia.
Â
Bagaimana stigma sosial gangguan makan?
Stigma sosial terhadap gangguan makan sangat umum dan dapat berdampak serius pada individu yang mengalaminya. Stigma sosial terhadap gangguan makan adalah persepsi negatif, diskriminatif, dan prasangka yang ditujukan kepada orang-orang yang menderita gangguan makan seperti anoreksia nervosa, bulimia nervosa, atau gangguan makan lainnya. Banyak orang tidak memahami sepenuhnya apa yang melibatkan gangguan makan, dan ini dapat menyebabkan stereotip negatif dan ketidakpahaman. Misalnya, ada kepercayaan yang salah bahwa gangguan makan hanya terjadi karena individu ingin menjadi lebih langsing, meskipun banyak faktor yang lebih kompleks yang berkontribusi. Kemudian ada stigma berat badan, yaitu stigma sosial yang kuat terhadap penampilan dan berat badan ideal. Akibatnya, orang dengan gangguan makan sering mengalami tekanan tambahan dari masyarakat untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak masuk akal. Selain itu, orang yang mengalami gangguan makan sering mengalami perasaan malu dan bersalah karena pola makan mereka. Stigma sosial dapat menghalangi orang dengan gangguan makan untuk membicarakan masalah mereka atau mencari bantuan. Individu khawatir akan dihakimi atau dicap sebagai individu yang lemah. Beberapa orang mungkin percaya bahwa gangguan makan bukanlah penyakit mental yang serius, tetapi hanya pilihan individu. Terkadang, orang dengan gangguan makan mungkin mengalami diskriminasi dalam sistem perawatan kesehatan, yang dapat menghalangi mereka untuk mendapatkan perawatan yang tepat. Di sisi lain, budaya populer dan media sosial juga dapat mempromosikan pandangan negatif tentang penampilan dan berat badan, yang dapat meningkatkan stigma sosial terhadap gangguan makan.
Stigma-stigma sosial tersebut memiliki konsekuensi serius terhadap individu yang memiliki gangguan makan, termasuk penundaan dalam mencari perawatan, isolasi sosial, perburukan gejala, dan peningkatan risiko kesehatan fisik dan mental. Untuk mengatasi stigma ini, penting untuk meningkatkan pengetahuan tentang gangguan makan, memberikan dukungan kepada individu yang mengalaminya, dan mendorong diskusi tentang masalah ini secara terbuka dan tanpa prasangka. Pendidikan dan kesadaran masyarakat, serta dukungan dari keluarga dan teman-teman, dapat membantu mengurangi stigma sosial terhadap gangguan makan.
Â
Upaya untuk mengurangi stigma gangguan makan, individu, komunitas, media, dan lembaga kesehatan harus bekerja sama. Untuk mengurangi stigma gangguan makan, kita dapat melakukan hal-hal seperti melakukan kampanye informasi dan edukasi yang menunjukkan fakta-fakta tentang gangguan makan dan memerangi mitos yang berkembang. Kita juga dapat menyediakan literatur dan materi pendidikan yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan lembaga pendidikan, menggunakan bahasa yang tepat dan tidak merendahkan ketika berbicara tentang gangguan makan, dan menghindari menggunakan istilah atau frasa yang memperkuat mitos.
Bagaiman peran profesional dalam mengatasi gangguan makan?
Profesional kesehatan mental sangat penting dalam pengobatan gangguan makan karena mereka dilatih khusus untuk memberikan perawatan dan dukungan yang dibutuhkan oleh orang yang mengalami gangguan makan. Profesional kesehatan mental seperti psikolog, psikiater, atau terapis klinis akan melakukan evaluasi komprehensif untuk mendiagnosis gangguan makan. Mereka akan mengumpulkan informasi tentang sejarah klinis, gejala, dan faktor-faktor yang mungkin berkontribusi. Kemudian berdasarkan diagnosis, profesional kesehatan mental akan merancang rencana perawatan yang sesuai untuk individu tersebut. Ini mungkin mencakup terapi individual, terapi kelompok, atau perawatan medis jika diperlukan. Kemudian terapi psikologis, seperti kognitif-behavioral therapy (CBT), terapi interpersonal, atau terapi perilaku dialektik, dapat membantu individu mengatasi gejala gangguan makan, mengidentifikasi pikiran dan perilaku yang kontributif, dan mengembangkan keterampilan baru, profesional kesehatan mental memberikan dukungan emosional dan psikososial kepada individu yang mengalami gangguan makan. Mereka membantu individu mengelola perasaan dan tekanan yang mungkin memicu perilaku makan yang tidak sehat, pofesional kesehatan mental juga bekerja sama dengan profesional kesehatan fisik, seperti dokter atau dietitian, untuk memantau kesehatan fisik individu dan memastikan bahwa kondisi fisik mereka tetap stabil selama perawatan. Dalam beberapa kasus, psikiater dapat meresepkan obat-obatan yang diperlukan untuk mengatasi gejala seperti depresi, kecemasan, atau perilaku obsesif-kompulsif yang mungkin berhubungan dengan gangguan makan. Profesional kesehatan mental membantu individu dan keluarga mengatasi stigma sosial yang mungkin terkait dengan gangguan makan. Mereka memberikan edukasi dan dukungan untuk mengubah pandangan masyarakat tentang masalah ini. Profesional kesehatan mental secara teratur memantau dan mengevaluasi perkembangan individu selama perawatan, dan mereka menyesuaikan rencana perawatan jika diperlukan. Profesional kesehatan mental sering bekerja sebagai bagian dari tim perawatan yang melibatkan berbagai jenis profesional kesehatan, termasuk dokter, dietitian, dan terapis fisik. Profesional kesehatan mental membantu individu mengembangkan strategi untuk mencegah kambuh gangguan makan dan menjaga kesejahteraan jangka panjang. Peran profesional kesehatan mental sangat penting dalam perawatan gangguan makan karena mereka dapat memberikan dukungan emosional, perawatan psikoterapi yang efektif, dan pemahaman mendalam tentang aspek-aspek psikologis gangguan makan. Perawatan yang dipimpin oleh profesional kesehatan mental sering kali merupakan bagian integral dari perawatan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk gangguan makan.