Dan kalau kita dapat hukuman dari apa yang kita lakuin, ya terima. Jangan biasakan untuk negosiasi keringanan hukuman atau ngeles-ngeles nggak mau disalahin. Okelah, semua orang punya jatah dosanya masing-masing. Tapi paling nggak, cegahlah dengan sadar apa yang sebaiknya nggak kita lakukan. Balik lagi, kalau memang kita salah ya terima hukumannya. Nggak enak? Ya emang. Namanya juga hukuman.
Istilah "Tumpul Keatas Runcing Kebawah" ini seolah jadi momok yang wajib kita normalisasi. Mau protes juga protes kesiapa? UUD 45 sudah jadi bahan Stand Up Comedy saja kalau begini. Jadi bahan lelucon dark dan satir yang bisa bikin penontonnya tertawa terbahak-bahak. Dengan asumsi, akan didengar dan dipertimbangkan oleh mereka-mereka itu. Bangunlah, jangan mimpi terus!
Lalu Kapan Keadilan Akan Benar-benar Tegak dan Berdiri Adil?
Mungkin nanti, entah kapan. Saat orang sudah mulai sadar diri dan sepenuhnya menjaga harkat martabat serta kaidah UUD 45 yang sudah susah payah di rumuskan dan disusun oleh bapak-bapak pejuang jaman dulu. Â Dan yang terpenting, jika kita sudah benar-benar takut akan Tuhan mungkin? Sehingga kita akan lebih hati-hati untuk bertindak. Ah, semoga saja ya.
Karena kalau hal sekelas hukum saja bisa dipermainkan, bagaimana yang lain? Gimana kita mau berharap tinggal di Bumi Pertiwi dengan aman, tentram dan damai? Sudahlah, hidup jangan terlalu manipulatif. Percuma nggak sih duit banyak tapi kayak nggak berkah? Ingat, kasian kan nasib maling ayam yang lebih nahas ketimbang pengeruk kesejahteraan rakyat. Padahal, si maling ayam melakukan itu hanya untuk bertahan hidup. Sedangkan Tikus Berdasi, demi memuaskan nafsu jahanam bejat saja.
Apa jangan-jangan, banyak orang nafsu dan berlomba untuk nyaleg karena kalau berkuasa, maka kita akan bisa melakukan segalanya? Wah, jangan begitu ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H