"Teori dari mana sih kalau menjadi seorang perempuan itu harus manis, anggun, keibuan, pintar masak, lembut dan kemayu?"
Apa sih yang pertama kali terbersit ketika mendengar kata "Perempuan"? Sudah pasti berbagai macam checklist panjang yang menggiring bahwa perempuan itu harus begini begitu ini itu. Intinya, perempuan itu wajib-kudu lemah gemulai dan manis manja. Titik! Padahal seiring dengan berjalannya waktu dan berubahnya jaman, kondisi maupun keadaan yang sudah semakin melaju pesat membuat kita, baik laki-laki atau perempuan harus bisa beradaptasi dengan perubahan itu sendiri.
Sedikit mundur ke jaman dulu, lebih tepatnya jaman belum Merdeka kali ya. Para perempuan ini seolah tidak punya kebebasan hak dan bersuara. Harus nurut manut dengan konsep (yang entah dibuat oleh siapa) bahwa perempuan tempatnya dirumah anteng-anteng saja, sementara laki-laki yang bekerja mencari sesuap nasi. Pada jaman itu memang jarang sekali kita temui ada perempuan yang bisa bicara lantang atau menyuarakan prinsip hidupnya. Hingga, muncul-lah salah satu pahlawan perempuan kebanggan kita, R.A Kartini yang berhasil mengubah stigma itu.
"Perempuan yang pikirannya telah dicerdaskan, pemandangannya telah diperluas, tak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya" adalah salah satu quotes dari seorang R.A Kartini yang jelas ingin mencerdaskan dan memajukan pola pikir setiap kaum Hawa di muka bumi ini.
Kenapa Perempuan Kuat Itu Dianggap Pembangkang?
Entah alasan apa yang mendasarinya ya, tapi masih banyak laki-laki di sekeliling kita yang takut dengan perempuan mandiri, punya prinsip, bekerja keras, dan kuat. Nggak semua laki-laki punya pikiran seperti itu sih, tapi kebanyakan begitu. Ambil contoh di ranah percintaan saja deh. Nggak sedikit kaum Adam yang mudah terintimidasi dengan hadirnya perempuan tangguh, apalagi kalau perempuan itu sebagai gebetannya. PDKT dengan perempuan yang tahu apa maunya dia sudah dianggap sebagai calon-calon nggak nurut saat nanti berumah tangga.
Yang sudah-sudah, laki-laki lebih memilih perempuan yang bisa disetir. Yang nggak melulu melawan argumentasi yang dilontarkan dan mengikuti setiap saran meskipun sedang dalam diskusi atau debat kusir yang seru. Belum lagi, ada pula laki-laki yang minder saat kenalan dengan perempuan yang tingkat pendidikannya jauh diatas mereka, atau karirnya jauh melejit dengan penghasilan yang luar biasa. Bukan nggak mungkin mereka lebih memilih mundur ketimbang mesti menjalani hubungan dengan konsep seperti itu.
Perempuan wajib untuk terlihat ayu dan cantik!
Satu lagi hal yang melahirkan opini tentang dunia perempuan ini. Bahwa menjadi seorang perempuan harus berpenampilan girly agar pesona dan citrany tidak pudar. Misal, perempuan yang gayanya sedikit boyish dengan piercing dimana-mana, pakai baju yang bukan rok, dress dan heels, gaya rambutnya unik dengan warna warni bak pelangi, bahkan jika perempuan itu memiliki tattoo. Wuih, lengkap sudah tudingan dan cap "Cewe Nggak Bener"yang akan diberikan pada mereka.
Kenapa ya, orang mudah sekali untuk menuduh seseorang bukan orang baik-baik hanya karena apa yang terlihat dengan mata? Terutama Generasi Boomers, yang masih terperangkap dengan persepsi "Seharusnya A tuh begini, B tuh begitu". Padahal apa yang mereka lihat itu belum tentu loh dalamnya seurakan aslinya. Buktinya, banyak kan fenomena yang terjadi di sekitar kita, perempuan yang berpakaian layaknya perempuan (pakai rok, celana, sepatu, tas, makeup yang manis nggak aneh-aneh) tapi justru mereka jadi pelakor-lah, open BO-lah, sampai jadi ani-ani yang kerap semakin menjamur sekarang ini.