Mohon tunggu...
Catherine Visakha
Catherine Visakha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ekonomi

Enjoying some cuppa tea

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Risiko dan Resesi Ekonomi

14 September 2021   21:16 Diperbarui: 14 September 2021   21:31 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibatnya, krisis dapat dilalui dalam waktu yang singkat. Berbeda dengan Indonesia, yang mana penerapan budaya resiko masih sangat minim. Sehingga seringkali muncul lonjakan kasus dan juga meningkatnya tingkat kematian. Kita ambil contoh negara Finlandia dan China, yang langsung menerapkan karantina dan juga pengetatan protokol kesehatan saat kasus COVID-19 kembali meningkat. 

Didukung pula dengan penduduknya yang patuh dan memahami pentingnya budaya resiko. Berbeda dengan Indonesia, yang saat PPKM semakin dilonggarkan, semakin melonggarkan juga protokol kesehatannya. Kemudian, saat kasus melonjak, masyarakat yang merasa sebagai korban, berusaha mencari kambing hitam dengan menyalahkan pihak lain. Padahal sedari awal tidak ada kesadaran untuk membangun budaya resiko yang baik.

Budaya resiko ini akan saya elaborasikan dengan resesi ekonomi yang terjadi di Indonesia beberapa saat yang lalu. Menurut saya, kedua hal ini memiliki korelasi yang erat hubungannya satu dengan yang lain. Mengapa? 

Menurut saya, fenomena minimnya budaya resiko ini sangat berkontribusi pada tingkat keparahan dari resesi ekonomi. Dengan kata lain, budaya resiko yang baik akan membantu sebuah negara untuk dapat melewati krisis ekonomi dengan lebih cepat dan adaptif.

Pertama akan saya bahas terlebih dahulu dari sektor masyarakat. Mengutip dari kuliah umum Menteri Keuangan Sri Mulyani di A.S. Pada tahun 2019, saving rate di Indonesia masih sangat rendah. 

Saving rate di Indonesia masih berkisar di angka 30-33%. Sedikit lebih tinggi dibanding negara Amerika Latin, namun masih lebih rendah dibandingkan negara maju lainnnya. Artinya, sangat sedikit masyarakat Indonesia yang memiliki tabungan dan dana darurat yang dapat digunakan sewaktu-waktu. Bila kita telusuri lebih dalam, ternyata literasi finansial di Indonesia masih sangat rendah. 

Data yang dirilis HIMBARA menyatakan bahwa angka literasi finansial Indonesia di tahun 2020 baru menyentuh angka 37%. Artinya dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia, hanya sekitar 90 juta penduduk yang melek finansial dan aktif berkontribusi dalam perekonomian negara. 

Hal inilah yang perlu kiranya digarisbawahi. Dengan rasio yang sangat minim, tentunya akan memperparah kondisi Indonesia saat resesi keuangan. Masyarakat seharusnya lebih peka dengan kondisi finansial dirinya masing-masing dan melakukan mitigasi resiko yang baik untuk menghadapi worst cases yang mungkin terjadi. 

Disini, pengimplementasian budaya resiko tidak serta merta dilakukan saat resiko tersebut sudah terjadi. Namun harus dilakukan jauh sebelum resesi terjadi untuk meminimalisir dampak dari resesi tersebut.

Selain itu, yang ingin saya bahas selanjutnya adalah para pelaku bisnis. Seringkali kita mendengar kegagalan dan keruntuhan bisnis karena tidak mampu bertahan di era pandemi COVID-19. Menurut saya, hal tersebut bukan dikarenakan pandemi COVID-19, melainkan ketiadaan budaya resiko dan juga ketidakmampuan memitigasi resiko yang ada. 

Sebagai contoh, sektor perhotelan, yang sangat terpukul akibat pandemi. Jauh sebelum pandemi ada, seharusnya dapat dilakukan mitigasi resiko dengan melakukan diversifikasi usaha, yang membuat aliran pendapatan menjadi semakin banyak dan tidak ditopang oleh salah satu sektor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun