Pesatnya perkembangan teknologi informasi khususnya media sosial semakin memudahkan kita dalam berkomunikasi dan menyebarkan informasi. Rasanya hampir semua orang sudah kenal dan pernah menggunakan media sosial.Â
Bahkan tidak jarang sudah sampai pada level kecanduan dan tidak bisa lepas. Saat ini sudah tersedia beragam pilihan platform yang dapat kita pergunakan untuk bersosialisasi, mulai dari yang tergolong jadul dan dipakai oleh semua usia seperti Facebook, sampai yang lebih disukai oleh anak-anak muda, seperti Line.
Dari sekian banyak manfaat yang kita dapat dari keberadaan media sosial tersebut, ya sebut saja kemudahan mendapatkan informasi, belajar, sampai memperoleh penghasilan, namun tetap ada efek samping yang juga menyertai.Â
Saya tidak ingin membahas tentang dampak seram-seram seperti gangguan kesehatan, pornografi, ataupun penipuan, tapi dampak yang mungkin dirasa orang sepele, namun buat saya cukup menjengkelkan. Apa itu?
Pernah ga kalian merasa bad mood atau stress karena menerima dan membaca berita yang dikirimkan (seringnya cuma di-forward) oleh teman atau kerabat di media sosial?Â
Entah kenapa, orang jauh lebih senang mengirimkan berita atau postingan yang isinya membuat kita cemas, takut, marah dan stress. Apakah memang nilai suatu informasi itu akan lebih tinggi jika isinya adalah sesuatu yang buruk dan menakutkan?Â
Dalam dunia jurnalistik memang kita sering mendengar istilah "Bad News is A Good News", yang lebih kurang berarti semakin parah suatu kejadian, maka merupakan kabar baik bagi si pembawa berita (nilai berita tersebut lebih tinggi). Agaknya prinsip inilah yang juga dipegang oleh para jurnalis dadakan lebih kita kenal dengan sebutan "netizen yang budiman".
Entah karena pengen eksis, atau memang kurang kerjaan saja, rasanya hari-hari ini banyak sekali informasi yang tidak menyenangkan yang disebar di media sosial. Mulai dari postingan di linimasa facebook dan instagram seringkali bahkan disertai foto-foto yang seram atau menjijikkan), ataupun dikirim lewat grup-grup  what's app.
 Masih mendingan jika informasi yang disebar itu valid, bagaimana bila itu hanya hoax yang tidak jelas kebenarannya. Maka hal itu tidak memberi manfaat apapun bagi pembacanya selain rasa tidak nyaman.
Teringat suatu kali saya sedikit berdebat dengan mama terkait kirim-kiriman informasi semacam ini. Mama saya memang adalah salah satu orangtua yang masih up to date dengan media sosial.Â
Mama punya hampir semua platform media sosial (yang mainstream tentu saja), seperti facebook, instagram, dan what's app. Alasannya sih ya sebagai pengisi waktu luang, menyambung silaturahmi dengan teman lama dan saudara jauh, sampai alasan utama, berkomunikasi dan mengikuti kabar anak-anaknya yang semuanya sudah merantau dan bekerja di kota lain.Â
Mama dari dulu punya satu sifat yang suka cemas berlebihan, atau kalau bahasa kerennya parno'an. Terutama menyangkut kesehatan dan keselamatan anak-anaknya. Karena itulah sampai kami semua sudah dewasa pun, mama setiap hari akan menanyakan kabar via what's app untuk memastikan semua baik-baik saja.
Namun rupanya keakrabannya dengan media sosial juga membuat Mama sangat mudah untuk menerima informasi yang diposting disana. Sialnya, kebanyakan informasi tersebut isinya adalah hal-hal yang menambah parah kecemasannya.Â
Informasi seperti maraknya penculikan anak, makanan berformalin, beras palsu, telur palsu dan masih banyak lagi, langsung dicerna dan membuatnya cemas.Â
Mama dengan rasa cinta kasih yang besar terhadap anak-anaknya pun dengan cepat langsung meneruskan informasi tersebut ke anak-anaknya, dengan ditambahi peringatan dan wejangan.
 Salah satu kiriman yang membuat kami berdebat waktu itu adalah berita tentang penganiayaan balita oleh pengasuhnya. Sebagai seorang ibu bekerja yang punya anak balita, saya memang mau tidak mau mesti mempercayakan anak saya untuk dijaga oleh ART di rumah.Â
Walaupun dengan rasa bersalah dan rasa cemas, namun saya berusaha selalu berpikir positif dan menenangkan hati saya, bahwa anak saya akan baik-baik saja di rumah.Â
Postingan berita-berita dari mama yang biasanya saya abaikan dan saya maklumi, hari itu membuat saya bad mood setengah mati. Saya sampaikan kepadanya bahwa kiriman berita tersebut sama sekali tidak menguatkan saya dan malah membuat saya down.Â
Sejak hari itu, komunikasi saya dan mama di what'app jauh lebih positif dan menyenangkan. Kami berkirim resep masakan, renungan alkitab, sampai berbagi foto-foto aktivitas anak saya sehari-hari.
Kondisi dunia yang semakin kacau, ditambah persoalan hidup yang makin hari kian berat sudah cukup membuat kita lelah dan tertekan. Terkadang harus kita akui kita lari ke media sosial untuk mendapatkan sedikit hiburan dan melupakan kepenatan kita.Â
Namun apabila media sosial malah dipenuhi banyak berita negatif, bukannya mendapatkan ketenangan, kita malah semakin tertekan.Â
Sekarang saya sedang berusaha untuk mengisi postingan media sosial saya dengan sesuatu yang kalaupun tidak terlalu bermanfaat, setidaknya menyenangkan untuk dibaca dan tidak membuat orang lain bad mood.Â
Dengan itu saya hanya berharap dapat sedikit mengurangi beban teman-teman saya dalam menjalani kepenatan hidup yang juga saya hadapi setiap hari. Yuk, hari gini kirim berita yang menyenangkan saja lah ya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H