Mohon tunggu...
Coretan Dewi Murni
Coretan Dewi Murni Mohon Tunggu... Guru - Dakwah bil hikmah

Negeri berkah dengan syariah dan khilafah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Musuh Itu Bernama Sekulerisme, Bukan Agama

25 Februari 2020   21:09 Diperbarui: 25 Februari 2020   21:11 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi tengah menjadi sorotan publik terkait pernyataannya soal agama adalah musuh terbesar Pancasila.

Yudian pun mengklarifikasi soal pernyataannya tersebut. Menurut Yudian penjelasannya yang dimaksud adalah bukan agama secara keseluruhan, tapi mereka yang mempertentangkan agama dengan Pancasila. Karena, menurutnya dari segi sumber dan tujuannya Pancasila itu religius atau agamis (voa-islam.com, 14/02/2020).

Menurut Pakar Sosiologi Hukum dan Filsafat Pancasila, Prof Suteki, apa yang dinyatakan Yudian telah menyimpang dari hukum. Bahkan Suteki menilai Yudian jelas-jelas telah melanggar Pasal 156 tentang Penodaan Agama.

"Pernyataan bahwa musuh terbesar Pancasila itu agama dan kemudian konstitusi itu di atas kitab suci, saya katakan ini ada dugaan kuat telah terjadi perbuatan yang memenuhi unsur-unsur Pasal 156 atau Pasal 156 a KUHP tentang penodaan atau penodaan agama," kata Suteki dalam acara ILC tvOne, bertema Agama Musuh Besar Pancasila pada Selasa malam, 18 Februari 2020.

Bahkan, bila kita mengembalikan statementnya pada pancasila, justru tidak selaras dengan pancasila yang pertama. Wajar bila akhirnya hujanan kritik membanjiri Yudian Wahyudi.

Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2), ia mendapat hujan kritik dari setidaknya 15 orang anggota dewan dari berbagai fraksi yang menyatakan kecewa dengan pernyataan 'agama musuh Pancasila' itu (Cnnindonesia.com, 18/02/2020).

Hari ini narasi-narasi islam begitu sering dilontarkan oleh penguasa yang memicu ketegangan di antara umat. Baru saja kemarin Indonesia dibuat hebot dengan kufur nikmat ala Presiden Jokowi. Kini, giliran Yudian Wahyudi yang melanjutkan kehebohan itu dengan narasinya, agama adalah musuh terbesar pancasila

Kerap kali agama dibenturkan dengan pancasila. Parahnya lagi, di rezim sekarang aktifitas dakwah yang dilakukan khatib harus diseleksi, disyaratkan bersertifikat dan memiliki komitmen kebangsaan. Sebagaimana yang diberitakan Mediaindonesia.com 14 Februari lalu. Hal tersebut pada akhirnya memberikan kesan seolah-olah muslim yang taat apalagi menyuarakan penerapan syariah kaafah tidak cinta Indonesia, intoleran dan pemecah belah umat.

Padahal agama islam sendiri jauh lebih dulu ada sebelum tercetus pancasila. Terlebih lagi islam adalah agama langit yang diturunkan oleh Sang Pencipta. Bukan agama buatan manusia. Maka sebenarnya tidak layak membenturkan islam dengan pencasila karena eksistensinya jauh berbeda. Apalagi sampai menjadikannya musuh pencasila, jelas ini nalar yang tumpul.

Faktanya korupsi, pencurian, pembunuhan, kezalliman, kemiskinan, pergaulan bebas dan tercerai berainya umat bukan disebabkan oleh islam. Justru islam yang menjadi spirit jihad para pahlawan tanah air untuk mengusir penjajah dari Nusantara. 

Islam begitu lantang menyuarakan persatuan bukan hanya di Indonesia, tapi seluruh dunia. Agama islam yang paling tegas mengharamkan korupsi, pencurian dan pembunuhan. Bahkan islam telah menyiapkan aturannya sedemikian rupa mulai dari pencegahan hingga sanksi yang tidak main-main.

Sesungguhnya semua itu justru terjadi dalam sistem sekulerisme. Sekulerisme menjadikan institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama. Agama tidak berhak berperan dalam urusan negara. 

Sehingga hukum-hukum dibuat, ditakar, oleh manusia yang kental akan kepentingan pribadi maupun kelompok. Lucunya, manusia itu juga yang sering melanggar aturan yang dibuatnya. 

Paradigma yang bercokol di masyarakat itulah menjadikan umat tidak memahami hakikat hubungan dia kepada Allah. Akibatnya terjerumus pada cinta dunia seperti harta, tahta dan jabatan. Tidak paham halal haram. 

Makanya mudah kita temui di rezim sekuler koruptor, penghianat, pembunuh, pencuri dan orang-orang yang bebas menghina agama atas nama kebebasan bersuara.

Dari sini kita bisa memahami bahwa rezim sekuler telah terusik dengan keberadaan dakwah islam yang menyerukan islam sebagai solusi bangsa. Sekulerisme dengan wataknya yang memisahkan agama, bagaimanapun tidak akan pernah bisa menyatu dengan islam. Keduanya sangat kontras. Islam mengendaki penerapan aturan agama secara totalitas sedangkan sekulerisme memisahkan agama dari kehidupan.

Oleh karena itu, salah kaprah jika menjadikan agama sebagai musuh. Sebesar-besarnya musuh adalah sekulerisme, bukan islam. Islam agama yang diridhai Allah sedangkan tidak mungkin Allah meridhai sesuatu kecuali itu merupakan haq. Islam juga membawa rahmat bagi alam semesta alam bukan permusuhan sebagaimana Firman Allah, "Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta" (QS. Al Anbiya: 107).

Maha Benar Allah dengan segala FirmanNya.

(Dewi Murni, Praktisi pendidikan, aktivis dakwah pena, Balikpapan)

*tulisan ini telah dimuat di Inipasti.com, 22 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun