Sesungguhnya semua itu justru terjadi dalam sistem sekulerisme. Sekulerisme menjadikan institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama. Agama tidak berhak berperan dalam urusan negara.Â
Sehingga hukum-hukum dibuat, ditakar, oleh manusia yang kental akan kepentingan pribadi maupun kelompok. Lucunya, manusia itu juga yang sering melanggar aturan yang dibuatnya.Â
Paradigma yang bercokol di masyarakat itulah menjadikan umat tidak memahami hakikat hubungan dia kepada Allah. Akibatnya terjerumus pada cinta dunia seperti harta, tahta dan jabatan. Tidak paham halal haram.Â
Makanya mudah kita temui di rezim sekuler koruptor, penghianat, pembunuh, pencuri dan orang-orang yang bebas menghina agama atas nama kebebasan bersuara.
Dari sini kita bisa memahami bahwa rezim sekuler telah terusik dengan keberadaan dakwah islam yang menyerukan islam sebagai solusi bangsa. Sekulerisme dengan wataknya yang memisahkan agama, bagaimanapun tidak akan pernah bisa menyatu dengan islam. Keduanya sangat kontras. Islam mengendaki penerapan aturan agama secara totalitas sedangkan sekulerisme memisahkan agama dari kehidupan.
Oleh karena itu, salah kaprah jika menjadikan agama sebagai musuh. Sebesar-besarnya musuh adalah sekulerisme, bukan islam. Islam agama yang diridhai Allah sedangkan tidak mungkin Allah meridhai sesuatu kecuali itu merupakan haq. Islam juga membawa rahmat bagi alam semesta alam bukan permusuhan sebagaimana Firman Allah, "Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta" (QS. Al Anbiya: 107).
Maha Benar Allah dengan segala FirmanNya.
(Dewi Murni, Praktisi pendidikan, aktivis dakwah pena, Balikpapan)
*tulisan ini telah dimuat di Inipasti.com, 22 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H