Mohon tunggu...
Bambang Riyanto
Bambang Riyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ini Bukan Soal Bola Semata

Catatan Fans Milan: Tulisan Ringan yang Berusaha Enak Dibaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Risalah Kemajemukan Ulama NU: Assalamualaikum-Shalom

13 November 2019   11:10 Diperbarui: 13 November 2019   11:11 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cosmas Batubara, aktivis mahasiswa angkatan 66 yang disegani; mantan Ketua PMKRI dan Komisaris Agung Podomoro/Agung Sedayu Group itu berdiri di depan pintu masuk. Bak seorang doorman ia siap sedia hendak menyambut tamu agung. Tapi yang ditunggu ternyata urung hadir, seorang panitia yang selalu memakai walky talky membisikkan sesuatu ke telinga lelaki yang sudah sepuh itu. Sejurus kemudian ia kembali ke tempat duduk VVIP-nya.

Beberapa menit kemudian ia dibisiki lagi oleh si lelaki berwalky talky. Cosmas lekas berdiri, dan dengan sangat pelan ia menuju ke pintu masuk. Berdiri lagi. Menjadi doorman lagi. Kini di depannya dari kerumunan yang padat, menyembul satu sosok yang tak asing karena sering wara-wiri di media nasional: Dr KH Said Aqil Siradj.

Dua pria ini lalu berjabat erat, berbasa-basi dan cipika-cipiki. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu memang telah lama ditunggu oleh para hadirin. Dijadwalkan ia memberi ceramah soal nilai-nilai Pancasila.

Sang Kiyai lantas naik panggung. Ia hendak berbicara. Semua menyimak. Saya, yang tidak dapat tempat duduk bersiap mencatat-catat apa yang akan dikatakan oleh ulama--yang sebagian orang dianggap nyeleneh--ini. Ia lalu memulai. "Assalamualaikum" "Shalom," ujarnya yang disambut dengan meriah oleh para hadirin sambil bertepuk tangan.

Sebuah pembuka yang di luar kebiasaan para ulama, pikir Saya. Ya, siang itu memang Said Aqil Siradj (seterusnya disebut SAS) memang tidak hendak berdakwah. Ia diminta menjelaskan tentang nilai-nilai kebangsaan di Universitas Katolik Santo Thomas di Medan. Tapi ya namanya juga kiyai yang makanan hari-harinya adalah soal seluk beluk keagamaan maka orasi kebangsaannya itu lebih mirip dakwah.

15 abad yang lalu, ujarnya. Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah. Lalu di Madinah tibalah ia di Kota Yatsrib. Di sana, kata SAS, masyarakatnya majemuk. Terdiri dari beberapa suku dan agama, di antaranya Yahudi dan Kristen. Islam ketika itu menjadi minoritas, lalu kemudian berangsur-angsur menjadi mayoritas. Pada kota itu, Nabi Muhammad menjalankan kepemimpinan dengan cara-cara demokrasi.

Hukum ditegakkan tanpa semata-mata memandang agama. Pemerintahan dibentuk bukan berdasarkan syariat Islam, namun berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan. Jadi, jauh sebelum Indonesia berdiri, Nabi Muhammad 15 abad yang lalu saudara-saudara sekalian, sudah mengajarkan bagaimana menjalankan pemerintahan dengan kondisi masyarakat yang majemuk, seperti Indonesia. "Tidak ada itu Nabi mendeklarasikan negara Islam. Yastrib kemudian diganti nama menjadi Madinah; madani," ujar SAS.

Lalu SAS terus bercerita, soal Maryam (Bunda Maria) yang dituduh berzina dengan Yusuf (Yoseph) Si Tukang Kayu hingga bisa melahirkan Nabi Isa (Yesus). Tuduhan itu telah menyebar ke masyarakat dan membuat gempar, Nabi Muhammad kala itu bingung lalu turunlah surat Maryam di Alquran.

"Di Injil ndak ada kan surat Khadijah? Nggak ada, kalau di Alquran ada surat Maryam. Kalau ndak percaya silahkan search di google, kalau mau mendengar ayatnya begini bunyinya (membaca surat Maryam). Artinya kira-kira begini, wahai Muhammad sampaikanlah melalui firmanku, katakan bahwa Maryam adalah gadis yang suci," ujar SAS yang disambut tepuk tangan para hadirin--yang tentu saja mayoritas beragama Katolik.

SAS masih terus bercerita. Kali ini soal penaklukan Romawi oleh Persia. Ketika perang itu terjadi, Nabi Muhammad berdoa agar Romawi menang atas Persia. Tapi yang terjadi adalah kebalikannya. Romawi takluk. Lalu turunlah surat Ar-Rum (Bangsa Rowawi). "Nah hebat Alquran itu ya kan, ada juga dibahas soal Romawi (kini Roma, Vatikan tempat suci Katolik). Kalau di Injil tidak ada juga kan surat soal Madinah atau Mekkah?" ujar SAS yang disambut tawa para hadirin.

Kalau ndak percaya silahkan cari itu di google, kata SAS mengulangi, kalau mau mendengar ayatnya, begini bunyinya (membaca surat Ar-Rum). Artinya, kira-kira begini: wahai Muhammad, Roma telah takluk oleh Persia. Tapi gak usah khawatir, nanti 10 tahun kemudian Roma akan menang. Dan bila itu datang, umat Muslim harus turut bersuka cita. Lagi-lagi tepuk tangan para hadirin bergemuruh, beberapa di antaranya sampai ada yang mengangkat-angkat tangan.

Jadi begitulah memang, imbuh SAS, Allah memang meminta umat Muslim menghormati ahli kitab di antaranya Injil (Kristen) dan Taurat (Yahudi). Tapi karena memang sifat orang Yahudi itu yang culas, munafik dan licik maka kita selalu bersebrangan. "Nah jadi ngapain coba kita (Islam dan Kristen) saling berantem dan menjelek-jelekkan. Gak perlu itu. Hidup damai dan bergandengan, bila perlu besanan sekalian," ujar SAS yang disambut tawa hadirin.

Terakhir SAS, mengatakan suatu hal lagi. "Para hadirin sekalian, ini saya beritahu ya. Pada saat 212, salat Jumat di Monas itu. Saya sendiri yang mengatakan kalau salat Jumat di Monas itu tidak sah. Tidak sah!," ujarnya menegaskan.

Kenapa? Tidak sah bukan karena pakiannya, gerakan salatnya, tempatnya. Tapi tidak sah (kalau) niatnya salah. Kalau niatnya salat Jumat di Monas untuk mendongkel Jokowi, niatnya untuk mencaci-maki, niatnya hanya untuk jalan-jalan ya itu tidak sah. "Dan, bapak ibu sekalian, saya sendirian yang mengatakan itu. Sendirian," ujarnya yang lagi-lagi disambut gemuruh tepuk tangan.

SAS, memang seperti Kiai NU kebanyakan. Sedikit nyeleneh dan kontroversial, seperti Gus Dur, pendahulunya. Namun, berdasarkan catatan Fans Milan saya, yang saya komparasi dan beradu pikir dengan (calon) ahli komunikasi politik Islam, mahasiswa pascasarjana Universitas Islam Sumatera Utara (UINSU) Bung Haris Muda P Lubis, SAS adalah ulama yang tingkatannya telah tinggi. Cerdas. Membungkus dakwah dan pencerahan dengan sangat apik.

Ia hendak mengungkapkan keagungan Alquran dan kebenaran ajaran Allah dengan sudut pandang yang berbeda. Tersembunyi, namun bila diresapi, yang mendengar pasti tak bisa menampik bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Rahmatan lil Alamin. Wallahu A'lam Bishawab.

-bambang riyanto-

NOTE: catatan ini dibuat berdasarkan ingatan-ingatan penulis. Tidak ada rekaman. Hanya berdasarkan ingatan yang kemudian data-datanya diverifikasi melalui google. Tidak semua terverifikasi dengan baik sehingga mungkin ada banyak kekurangan dalam penyampaiannya kembali. Hadir juga dalam acara itu Tjahjo Kumolo (Mendagri) dan Yudi Latif (Kepala Unit Kerja Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP)).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun