Berkaitan dengan konsep gangguan, penting untuk dipahami bahwa diagnosis adalah konsep yang berkembang dari waktu ke waktu dan bertujuan untuk menilai patofisiologi, pengobatan, kemungkinan-kemungkinan pencegahan serta prognosisnya.Â
ADHD seringkali menetap hingga usia dewasa, sehingga dalam penegakkan diagnosis pada usia dewasa penting untuk diketahui bahwa karakteristik gejala di atas sudah muncul sebelum usia 12 tahun dan gejala tersebut bukanlah bagian dari gangguan lain yang memiliki kemiripan dengan gejala ADHD.Â
Dalam penelitan terkait statistik orang dengan ADHD yang dirangkum oleh ADHD Editorial Board dari additudemag.com dipaparkan, prevalensi ADHD dewasa di seluruh dunia diperkirakan mencapai 2,8% pada sebuah penelitian ditahun 2016. Perkiraan prevalensi ADHD dewasa di AS cukup bervariasi,Â
satu studi tahun 2019 memperkirakan prevalensi ADHD orang dewasa sebesar 0,96%, yakni dua kali lipat lebih dari 0,43% pada dekade sebelumnya. Studi sebelumnya telah menempatkan tingkat prevalensi ADHD orang dewasa di AS antara 2,5% dan 4,4%, dengan tingkat diagnosis 5,4% pada pria dibandingkan dengan 3,2% pada wanita.
Melihat dari data di atas dan berkaca pada pengalaman teman-teman di komunitas. Ada beberapa hal yang seringkali membuat ADHD ini baru didiagnosis ketika usia dewasa, padahal dalam panduan diagnosisnya, karakteristik gangguan ini harus sudah muncul sebelum usia 12 tahun.
1. Kurang Informasi
Hal ini terkait dengan kurangnya informasi sehingga minim self-judgement dari guru dan orang tua untuk melakukan proses asesmen lebih lanjut.
2. Coping
Anak perempuan dengan ADHD, terlebih subtipe inatentif, cenderung cukup mampu untuk mengikuti standar perilaku orang sekitarnya, sehingga mereka tampak tidak agresif.Â
Hal ini yang menyebabkan anak-anak tersebut tidak mendapatkan kesempatan untuk di asesmen lebih lanjut. Coping ini pun juga berkaitan dengan kemampuan orang tua dan guru dalam menerapkan aturan-aturan dalam kehidupan anak-anak tersebut.
3. Selective Attention atau Perhatian/Minat tertentu