Ya tapi semua itu ga lepas dari konsekuesi yang saya terima; dengan bertambahnya pengeluaran, saya pun harus menambah penghasilan dan karenanya mau ga mau harus berbagi tugas dengan suami.Â
Nah yang kedua itu tuh yang banyak menimbulkan masalah di keluarga saya; menyatukan 2 (dua) kepala dan 2 (dua) kehendak yang berbeda itu susahhhhhhh bangetttttt!Â
Sampai ke titik sekarang, bagi saya (dan juga suami) bukan hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Tapi jeng... jeng... riak-riak dan gelombang selama 18 tahun itu, bisa juga tuh lewat dengan indahnya kerjasama yang tak sempurna. Tak sempurna loh ya.Â
Pembukuan yang kuat (baca: keteraturan pengelolaan uang yang baik) sangat membantu saya dan suami dalam mengelola kehidupan berumah tangga.
Dari sisi saya sebagai seorang wanita dan ibu, wah... percaya deh... pembukuan ini benar-benar membantu saya mengelola rumah tangga saya dengan baik.Â
Keteraturan membuat saya memiliki batasan yang jelas dan terukur. Bukan besar kecilnya penghasilan yang berperan dalam baiknya sebuah pengelolaan keluarga melainkan keteraturan dan kedisiplinan dalam mengatur keuangan yang dipercayakan Sang Kuasa pada kita.
Saya akan bahas dengan langkah-langkah pembukuan yang biasa saya lakukan ya.
1. Tujuan.Â
Ini adalah langkah awal dari pembukuan saya. Saya lakukan sebelum awal tahun: apa sih yang mau saya capai di tahun yang baru? Saya menulis semua yang ada dalam pikiran saya.Â
Setalah itu, saya mulai saya menyaringnya dengan mencoret rencana yang ga perlu atau ga masuk akal. Saya harus berfikir realistis. Penetapan tujuan ini memberi kita batasan yang jelas untuk pos-pos pengeluaran yang akan kita buat.Â
Contoh: tujuan saya tahun 2024 dalam keuangan, saya akan mencari tambahan penghasilan dengan jualan, mengajar privat, dan jadi tukang pijat supaya bisa membantu suami untuk menyicil peminjaman untuk pembangunan rumah. Saya pun tetap menabung sejumlah 36%.Â