Mohon tunggu...
Cataleya Arojali
Cataleya Arojali Mohon Tunggu... Buruh -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(MyDiary) Cinta yang Hilang

11 April 2016   14:53 Diperbarui: 11 April 2016   14:59 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Scrwwnshot grub FC FB"][/caption]Dear Diary

Bulan di Bulan Ramadhan terasa berkah aku rasakan akan anugerah cinta yang datang secara tak sengaja. Salam untuk semua kaum mulimin sehabis solat Taraweh ketika menengok kenan lalu kekiri. Dan aku menengok lagi kekanan, terlihat wajah putih merona merah karena malu menatapku. Gadis bermukenah putih itu tersenyum simpul ketika aku menatap wajahnya.

Di Musholah kecil itu, aku dan dia main lirik-lirikan. Hanya sekat tembok dan kaca Musholah itu yang jadi pembatas antara jama'ah laki-laki dan wanita. Sekat tembok itulah yang menjadi saksi cinta kami berdua di bulan yang penuh barokah.

Aku pun menatapnya dibalas olehnya dengan menundukan wajah. Aku pun begitu ketika ia melirikku, aku pura-pura memalingkan wajah ini. Rasanya aku seperti melihat bidadari turun dari langit dan hinggap di hadapanku. Sungguh cantik wanita itu, sehingga aku terpesona memandangnya.

Keesokannya aku beranikan diri untuk memdekati dan berkenalan padanya. Ia menyambut dengan cinta di sebelah warung milik Haji Nurdin. Di warung itulah aku menyatakan cinta yang tulus dan mulus semulus pipinya yang merah merona.

Dayung bersambut, kami pun jadian pacaran. Seribu rayuan maut aku lontarkan. Seribu kata-kata pujangga aku hapalkan. Seribu puisi cinta aku torehkan hanya untuk wanita yang aku sayangi.

Sebulan berlalu. 

Hubungan kami semakin lengket, sehingga ia mengajakku untuk bersirahtur rahmi ke rumah orangtuanya yang jauh. Kami di Jakarta, sedangkan orangtuanya di Surabaya. Tentu jika kesana harus menggunakan ongkos yang banyak. Sedangkan aku pemuda kere wal sulit serba rumit hingga kejepit resleting celana ketika ditarik ke atas.

"Mas, tenang aja. Aku yang ngongkosin Mas!" ujar dia dengan lembut. Ia tahu agar aku tidak berperasaan merendahkan harga diriku.

Sebenarnya bukan itu yang kumaksud enggan untuk pulang kampung menemui kedua orangtuanya. Aku pikir jika pacaran sudah sampai kenalan sama orangtua sudah pasti akan menuntut segera untuk menikah. (Padahal baru belajar PHP). Itulah yang ada di benakku. Aku takut karena aku belum siap... Tapi Plise....aku cinta bingit sama dia...

Ia terus memaksaku. Tapi aku juga terus beralasan bla, bla, bla. Ah, dia tidak marah loh ... Dia hanya bilang, "Ya sudah aku saja yang pulang."

Keesokannya dia menitip pesan berupa cendra mata untuk kenang-kenangan kepada teman dekatnya. Karena mereka hidup dirantau jauh orang tua. 

Kupikir cendera mata itu hanya hadiah biasa. Aku pun menerimanya. Lalu aku tanya pada temannya yang meyampaikan cendra mata itu. "Emang kapan dia berangkatnya.?"

Temannya itu menjawab, "Tadi subuh mas, pagi-pagi buta."

"Kapan, mau kemari lagi?"

"Gak, tau Mas, katanya sih gak bakal balik lagi!"

Jreng...

Aku, hatiku terjatuh melongsoh kebawah sampai keperut bergerenyut keluar kentut.

Cendra mata sampai sekarang aku kenang darinya. Yaitu 'Kitab Suci Al'Qur'an' 

Subhanallah setiap aku baca untuk mengaji dengan Al.Qur'an pemberiannya, setiap hurufnya ada wajah dia. Setiap alunan qiro'at yang aku lantunkan, terbayang canda tawanya. Dan setiap aku akhiri bacaan qiro'atku.. Ia seolah-olah melambai-lambaikan tangannya kepadaku..

Aku kangen. 

Aku rindu.

Tapi semua itu hanya kenangan.

÷÷

Cinta pertama memang sulit untuk dilupakan. Setiap aku rindu padanya, aku baca Al.Qur'an itu. Ternyata memang benar, wanita itu adalah sang bidadari. Ia turun dan hinggap di hatiku. Lalu terbang kembali meninggalkan sayapnya yang patah.

Mungkin Ia bahagia di sana.

Muaaach.... Untukmu di sana.

^^^^

(Lebay banget dah ah)

Bekasi 11.4.16h

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun