Mohon tunggu...
Cataleya Arojali
Cataleya Arojali Mohon Tunggu... Buruh -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kucing Melly yang Cemumut Part 3

8 April 2016   11:13 Diperbarui: 9 April 2016   15:03 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Part 3

Cerita Sebelumnya

"Cantik ... sungguh cantik kamu Melly." kata Kucing Jantan dengan suara pelan mendayu.

Kucing Betina yang sedang berdiri di sampingnya hanya mesem-mesem melihat Kucing Jantan memandang Kucing Melly penuh buncah. Tatapannya seolah-oleh keluar sinar berbentuk hati. Yah, hati yang utuh penuh cinta terpesona dengan kecantikan dan kelembutan Kucing Melly yang belum pernah tersentuh oleh Jantan manapun. 

Bulunya yang lembut tak berkutu itu, terlihat harmoni dengan keindahan tiga warna membaur menyatu dengan parasnya yang cemumut. Kucing Melly belum pernah merasakan cinta. Terkekang penuh perhatian dari sang pemelihara. Bersih, lembut dan cantik serta pesona.

"Gak seperti betina di sampingku. Ia bau, jorok, bulunya berkutu juga kumel. Oh ... sampai kapan pun aku tak bernafsu padamu."

"Jadah ..." bentak Kucing Betina tiba-tiba. "Loe tuh ye, makin ngerunjak ama gue. Bilang aja gak demen ama gua, jangan ngatain begitu dong! Emangnya gue gak punya hati apa." 

Kucing Jantan hanya nyengir mendengar Kucing Betina berkoar memarahinya, sambil terus melihat kucing Melly yang sedang asik bermain di pinggir kaca jendela.

"Eh, gue biar jelek-jelek gini, hidup mandiri. Bisa nyari makan sendiri. Sedangkan Si Melly walaupun cantik, gak bakal hidup kalau di lepas."

"Meoong....au-ah gelap!" pungkas Kucing Jantan sambil melangkah pergi ketika Kucing Melly kembali turun dai balik jendela itu.

Kucing Jantan mengibas-ngibaskan ekornya. Sambil berucap, "Sudah ah, jangan cemburu gitu, mendingan kita cari makan buat malam ini!"

"Yeee ... GR ... capa yang cemburu ama loe. Ngaca...!" pekik Kucing Betina mencela ketika Kucing Jantan hilang ditengah malam yang pekat.

Kemudian Kucing Betina pun beranjak dari tempat itu kearah lain. Ia merasa sakit dengan perkataan Kucing Jantan tadi. Merasa terhina. Tiba-tiba Kucing Betina itu menguarkan air mata. 

"Hikz ...hikz ...hikz ... Hidup ini tak adil. Aku semenjak kecil selalu sendiri tak ada yang mengurus ... Jahaaat.... Semuanya jahat... hikz ... hikz ... hikz ..."

Air mata berderai membasahi pipi dan kumisnya. Kucing Betina merasa paling buruk dengan takdir hidupnya. Semenjak bayi ia dipisahkan oleh Bunda dan kedua saudaranya. Ia di buang jauh-jauh oleh manusia, yang tak suka dengan kehadirannya.

Ia tahu jika hidup ini memang pahit. Hidup harus berjuang sebisa mungkin untuk menyambung umur yang hanya sementara ini. "Tapi ... Kenapa kesenangan itu tidak berpihak kepadaku?!"

Kucing Betina terus menangis ngeong sedu. Ia pandang rembulan yang mulai tertutup awan mendung berarak memapas sinar indahnya. Suara simfoni angin mendayu lembut diiringi suara kekresekan dahan tertepa angin semilir.

Terbayang kilas balik ketika ia masih dalam asuhan sang Bunda. Ketika ia mempunyai saudara kembar dua. Kakak dan Adik, sedangkan ia di tengah karena lahirnya pun ia keluar merojol keras ketika Kakaknya keluar, itupun sedikit sulit karena terlahir nyungsang. Disusul dengan adiknya yang hanya mempunyai satu warna bulunya yaitu kuning. Sedangkan ia dominan putih dengan campuran kuning.

Canda ria dengan kedua saudaranya itu sangat mengasikkan. Saling menggigit, menjilat, membanting bahkan bermain Smack Down dengan cara dipiting, diapit, dibekep, dibekek dan ditekuk.

Versi POV 1 Curhat Kucing Betina.

Pada saat kami sedang tidur pulas bergumul dengan Kakak dan Adikku. Ibuku pulang dengan wajah sumringah karena telah berhasil menangkap Tikus untuk mengajarkan kepada kami sebagai makanan Alternatif kelak jika kami tak ada yang memberi makan.

Bundaku lebih dulu menelan kepala tikus itu. Sedangkan aku dan kedua saudaraku hanya disuruh mengendus aroma bau tikus, agar kami bisa melacak keberadaan tikus di manapun mereka bersembunyi.

"Hayo makan, Nak!" kata Ibuku. "Ini adalah makanan terlezat. Kelak kalian akan menikmatinya jika sudah besar nanti." ujar Ibu panjang-lebar.

Ibu adalah bagiku seorang pahlawan yang selalu menjaga anak-anaknya. Ibu tidak kenal jijik. Ketika kami membuang kotoran, alat kelamin kami dijilati olehnya. Bahkan Ibu rela menyuskan anak-anaknya siang dan malam hingga lupa makan.

Setelah kami sudah bisa berjalan dan melihat. Ketika kami tidur lelap malam, ibu dengan rajinnya memburu tikus hanya untuk makanan kami. Bahkan tidak jarang ketika Ibu kami mendapatkan seekor tikus dengan digondolnya. Manusia yang melihat Ibu kami membawa tikus langsung menghardiknya dan pukulan tak jarang dilayangkan sehingga tikus itu diambil lalu dibuang kembali oleh manusia. Akhirnya Ibu kami sedih, namun Ibu tak putus asa, ia terus memburu kembali sampai kami bisa merasakan aroma seekor Tikus nyinying.

Oh yah, yang paling indah adalah ketika Ibu kami mengajarkan kami berkelahi dan menerkam. Kami saling menggigit, menerkam dan bergulat. Ibu kami mengajarkan kuda-kuda untuk sigap dalam memburu. Itulah kelebihan ibu kami.

Tapi setelah kami dirasa sudah meresahkan manusia karena kenakalan kami dan jorok kata mereka, karena tubuh kami bau amis. Kami pun dipisahkan oleh Ibu kami. Kami bertiga dibungkus pakai kantong kresek, dan dibawa entah kemana. Tahu-tahu kami sudah berada ditempat yang asing bagi kami.

Kami berteriak-teriak mengeong memanggil Ibu kami. Tak ada jawaban, karena memang kami dipisahkan oleh Ibu kami. Kami bingung, akhirnya aku pun berpisah dengan saudara-saudaraku. Bahkan aku pernah lihat Kakakku sudah tak bernyawa lagi, entah apa yang membuat Kakakku merenggang nyawa. Hingga tampak tubuhnya membusuk dan hampir dikerumunin belatung yang menjijikan.

Kembali ke POV Tiga.

Setelah mengenang masa lalunya. Kucing Betina itu mengeong sendu terdengar menyayat hati. Erangannya menggambarkan kedukaan dan kesukaran yang sangat dalam. Karena malam penuh keheningan, sehingga erangan Kucing Betina terdengar Kucing Melly yang sedang terpulas tidur melingkar di box khusus buatnya. "Duhai ... suara siapa itu, sangat menyayat hati?!" batin Kucing Melly.

Ia berdiri sambil merenggangkan urat-uratnya lalu menguap lebar. Setelah itu ia beranjak dari Box itu sebagai tempat tidurnya dan menuju jendela yang tidak jauh dari Box itu. Ia coba buka kordeng dan melongok kebawah dimana suara erangan yang menyayat hati itu berasal.

Tampak Kucing Betina sedang duduk dengan pantatnya dan kaki depan sebagai penopangnya. Ia terlihat sangat sedih. 

"Meong ..." sapa kucing Melly, tapi suaranya tidak terdengar karena rapatnya kaca jendela. "Duhai Kucing Betina yang malang. Seandainya aku bisa keluar dari sini. Aku akan menemuimu dan menjadi tempat curhat keresahanmu. Tapi sayang aku tak bisa keluar dari sini, karena aku selalu dijaga oleh majikanku." gumam Kucing Melly sambil memandang Kucing Betina yang sedang bermuram durja di keheningan malam.

Selanjutnya baca disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun