Mohon tunggu...
Cataleya Arojali
Cataleya Arojali Mohon Tunggu... Buruh -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kucing Melly yang Cemumut Part 3

8 April 2016   11:13 Diperbarui: 9 April 2016   15:03 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hayo makan, Nak!" kata Ibuku. "Ini adalah makanan terlezat. Kelak kalian akan menikmatinya jika sudah besar nanti." ujar Ibu panjang-lebar.

Ibu adalah bagiku seorang pahlawan yang selalu menjaga anak-anaknya. Ibu tidak kenal jijik. Ketika kami membuang kotoran, alat kelamin kami dijilati olehnya. Bahkan Ibu rela menyuskan anak-anaknya siang dan malam hingga lupa makan.

Setelah kami sudah bisa berjalan dan melihat. Ketika kami tidur lelap malam, ibu dengan rajinnya memburu tikus hanya untuk makanan kami. Bahkan tidak jarang ketika Ibu kami mendapatkan seekor tikus dengan digondolnya. Manusia yang melihat Ibu kami membawa tikus langsung menghardiknya dan pukulan tak jarang dilayangkan sehingga tikus itu diambil lalu dibuang kembali oleh manusia. Akhirnya Ibu kami sedih, namun Ibu tak putus asa, ia terus memburu kembali sampai kami bisa merasakan aroma seekor Tikus nyinying.

Oh yah, yang paling indah adalah ketika Ibu kami mengajarkan kami berkelahi dan menerkam. Kami saling menggigit, menerkam dan bergulat. Ibu kami mengajarkan kuda-kuda untuk sigap dalam memburu. Itulah kelebihan ibu kami.

Tapi setelah kami dirasa sudah meresahkan manusia karena kenakalan kami dan jorok kata mereka, karena tubuh kami bau amis. Kami pun dipisahkan oleh Ibu kami. Kami bertiga dibungkus pakai kantong kresek, dan dibawa entah kemana. Tahu-tahu kami sudah berada ditempat yang asing bagi kami.

Kami berteriak-teriak mengeong memanggil Ibu kami. Tak ada jawaban, karena memang kami dipisahkan oleh Ibu kami. Kami bingung, akhirnya aku pun berpisah dengan saudara-saudaraku. Bahkan aku pernah lihat Kakakku sudah tak bernyawa lagi, entah apa yang membuat Kakakku merenggang nyawa. Hingga tampak tubuhnya membusuk dan hampir dikerumunin belatung yang menjijikan.

Kembali ke POV Tiga.

Setelah mengenang masa lalunya. Kucing Betina itu mengeong sendu terdengar menyayat hati. Erangannya menggambarkan kedukaan dan kesukaran yang sangat dalam. Karena malam penuh keheningan, sehingga erangan Kucing Betina terdengar Kucing Melly yang sedang terpulas tidur melingkar di box khusus buatnya. "Duhai ... suara siapa itu, sangat menyayat hati?!" batin Kucing Melly.

Ia berdiri sambil merenggangkan urat-uratnya lalu menguap lebar. Setelah itu ia beranjak dari Box itu sebagai tempat tidurnya dan menuju jendela yang tidak jauh dari Box itu. Ia coba buka kordeng dan melongok kebawah dimana suara erangan yang menyayat hati itu berasal.

Tampak Kucing Betina sedang duduk dengan pantatnya dan kaki depan sebagai penopangnya. Ia terlihat sangat sedih. 

"Meong ..." sapa kucing Melly, tapi suaranya tidak terdengar karena rapatnya kaca jendela. "Duhai Kucing Betina yang malang. Seandainya aku bisa keluar dari sini. Aku akan menemuimu dan menjadi tempat curhat keresahanmu. Tapi sayang aku tak bisa keluar dari sini, karena aku selalu dijaga oleh majikanku." gumam Kucing Melly sambil memandang Kucing Betina yang sedang bermuram durja di keheningan malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun