Dampaknya, mendorong stasiun televisi lokal lebih fokus terhadap segmentasi yang ditargetkan. Bangkitnya informasi yang mengandung kearifan lokal. Masyarakat terus menjaga nilai-nilai budaya yang sedang berkembang. Keragaman siaran TV Digital tentang budaya mampu meningkatkan kesadaran akan Bhinneka Tunggal Ika.
Tontonan TV Digital lambat laun akan menjadi tontonan menarik bagi masyarakat di kawasan perbatasan Indonesia. Mengapa? Mari belajar dari kasus menarik di perbatasan Indonesia-Malaysia. Karena, ketiadaan siaran TV Digital, maka masyarakat di Kalimantan Utara (Kaltara) lebih mengenal siaran TV negeri jiran Malaysia, seperti TV1, TV2, dan TV3.
Laman Lokadata.id (6/9/2019) merilis guyonan menarik dari Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie. Bahwa, identitas masyarakat perbatasan memang Indonesia. Sebagian besar kebutuhan sehari-sehari lebih mudah diperoleh dari negeri tetangga Malaysia.
"Garuda di dadaku, tapi Malaysia di perutku".
Apalagi, siaran televisi Malaysia sudah pindah ke ranah digital. Tentu, informasi yang diperoleh tentang hal-hal yang berhubungan dengan Malaysia. Jika, kondisi ini terus berlanjut, maka akan terjadi misinformasi. Di mana, dikhawatirkan warga negara kita justru lebih memahami budaya bangsa lain, dibandingkan budaya bangsa sendiri. Juga, informasi penting yang berasal dari Pemerintah Pusat sulit atau lambat diakses oleh masyarakat di perbatasan negeri. Â Â
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia akan mengalokasikan frekuensi 700 Mhz yang dipakai siaran televisi analog. Digunakan untuk kepentingan peringatan bencana (public protection and disaster relief). Dikarenakan, daerah perbatasan harus diutamakan sebagai wajah depan bangsa. Dari sinilah, kedaulatan bangsa dipertaruhkan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H