Oleh sebab itu, kita perlu memahami bahwa elemen yang ada dalam Sistem Keuangan akan selalu melakukan interaksi. Dengan kata lain, antar elemen Sistem Keuangan saling berhubungan. Akibatnya, interaksi di antara elemen Sistem Keuangan tersebut berpotensi menimbulkan risiko.
Itulah sebabnya, cakupan dalam kebijakan Makroprudensial tidak terbatas pada bank. Tetapi, seluruh elemen sistem keuangan. Sebagai contoh, jika kita berbicara masalah Deposito. Deposito tersebut berasal dari aset keuangan di sektor Rumah Tangga (RT). Sangat berkaitan dengan deposito di sektor perbankan atau IKNB. Bahkan, bertautan lagi dengan deposito di sektor korporasi. Jika deposito di salah satu sektor tersebut mengalami masalah Sistem Keuangan. Maka, akan berdampak pada sektor-sektor lainnya.
Contoh lainnya adalah pekerja pabrik sebuah korporasi. Mereka mendapatkan gaji tiap bulannya. Secara otomatis, penghasilan dari gaji tersebut akan menjadi aset di sektor Rumah Tangga. Faktanya, sebagian dari gaji tersebut didepositokan atau ditabung di sebuah lembaga keuangan (perbankan atau IKNB).
Selanjutnya, perbankan atau IKNB sendiri memberikan pinjaman bagi korporasi tempat pekerja pabrik tadi. Di sisi lain, sebagian uang gaji pekerja pabrik juga dibelanjakan di sebuah toko atau minimarket. Untuk membeli produk yang berasal dari pabrik tadi. Jadi, contoh tersebut menjadi sebuah lingkaran interaksi elemen Sistem Keuangan. Jika salah satu mengalami risiko keuangan, maka akan merembet atau berdampak bagi yang lainnya.
Contoh skenario interaksi antar elemen sistem keuangan (Sumber: Bank Indonesia)
Untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan menjadi tugas KSSK. KSSK sendiri bertugas: 1) Memantau dan memelihara SSK; 2) Penanganan krisis Sistemn Keuangan; dan 3) Penanganan masalah bank sistemik. Jadi, jika ada masalah dengan sistem keuangan maka KSSK bergerak cepat untuk mengatasinya.
Apalagi, di saat ekonomi yang tertekan karena Covid-19. Maka, KSSK benar-benar menjaga agar tidak terjadi risiko Sistem Keuangan. Perlu diketahui bahwa asesmen dari SSK terkini sangat memperhatikan kondisi rupiah. Di mana, penguatan rupiah tertahan akibat sentimen meningkatnya kasus Covid-19.
Banyak korporasi yang mengencangkan ikat pinggang. Bahkan, tidak sedikit yang mengadakan perampingan karyawan, menekan biaya operasional dan menekan lajunya investasi. Dampaknya, terjadi penurunan kinerja sektor korporasi yaitu penurunan penjualan dan profitabilitas korporasi.
Yang paling terasa dampak Covid-19 terjadi di sektor Rumah Tangga. Di mana, kinerja Rumah Tangga saat New Normal masih tertekan. Namun, peningkatan aktifitas ekonomi diperkirakan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mendorong konsumsi ke depan.
Dari sisi Intermediasi, terjadinya permintaan yang melemah dan penawaran yang dibayangi risiko kredit. Oleh sebab itu, perlu adanya dorongan kredit pada sektor-sektor yang potensial memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Tumbuhnya Ekonomi DigitalÂ