Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

#JanganMudikDulu Bukti Cinta Orangtua, Keluarga, dan Memutus Mata Rantai Covid-19

21 Mei 2020   02:29 Diperbarui: 21 Mei 2020   02:50 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan mudik dulu demi keluarga dan memutus mata rantai COVID-19.

Sejak tahun baru 2020, saya dan istri sudah mematangkan rencana. Yaitu, untuk mudik ke Ngawi Jawa Timur dan Brebes Jawa Tengah. Ketika rencana matang sudah ada di depan mata. Ternyata, Allah SWT mempunyai rencana yang lebih indah.

Kebijakan #JanganMudikDulu 

Pandemi Virus Corona datang tidak diprediksi sebelumnya. Apalagi, adanya kebijakan Pemerintah Indonesia dan anjuran Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar #JanganMudikDulu. Maka, rencana mudik tahun 2020 dengan naik bus tinggal kenangan.

Tahun 2020 tidak bisa naik bis lagi untuk mudik ke kampung halaman (Sumber: dokumen pribadi)
Tahun 2020 tidak bisa naik bis lagi untuk mudik ke kampung halaman (Sumber: dokumen pribadi)
Namun, di balik kegagalan untuk mudik tersebut, ada pelajaran yang lebih penting. Yaitu, setiap orang punya peranan besar untuk memutus mata rantai COVID-19. Karena, kesehatan bersama jauh lebih penting. Bahkan, dengan menunda mudik, maka sejatinya menjadi bukti anda kepada orang tua dan keluarga di kampung halaman.

Dengan menunda mudik, maka setiap orang ikut andil. Agar, darurat kesehatan Indonesia bisa segera berakhir. Dan, aktifitas masyarakat bisa berjalan normal. Itulah sebabnya, Pemerintah akan memberikan waktu khusus untuk cuti bersama. Sebagai pengganti waktu mudik di Hari Raya Idul Fitri. Kemungkinan besar, cuti bersama tersebut akan diberlakukan di akhir tahun 2020.

Saya memahami bahwa semua orang pasti kecewa. Karena, tidak bisa mudik untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halaman. Apalagi, banyak orang yang kehilangan pekerjaan di kota atau perantauan. Maka, mudik lebih awal menjadi solusi para perantau untuk bisa mudik ke kampung halaman.

Namun, beberapa kasus yang terjadi, seperti yang diberitakan di berbagai media. Bahwa, aktifitas mudik sangat berpeluang  menyebarkan wabah COVID-19. Tidak sedikit, pemudik yang dinyatakan positif COVID-19. Ketika, diadakan pengecekan kesehatan oleh Pemerintah Daerah.

Dampaknya, orang yang berstatus ODP (Orang Dalam Pengawasan) dan PDP (Pasien Dalam Pengawasan) kian bertambah secara signifikan. Kurva kenaikan orang yang positif COVID-19 makin mengerucut (naik). Maka, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 atas nama Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan strategis. Yaitu, masyarakat diwajibkan untuk #JanganMudikDulu.

Lumpuhnya Sektor Transportasi

Dengan #JanganMudikDulu ini, maka kesehatan masyarakat jauh lebih penting. Pemerintah pun paham bahwa dengan adanya kebijakan tersebut, maka sektor transportasi akan menjadi lumpuh.

Menarik, waktu mudik Hari Raya Idul Fitri hampir bersamaan dengan waktu liburan anak sekolah. Beberapa waktu yang lalu, saya menyempatkan diri melihat tayangan "Telusur" di sebuah stasiun TV swasta. Tayangan yang menarik untuk direnungkan. Yaitu, dampak dari kebijakan Pemerintah untuk #JanganMudikDulu di sektor transportasi.

Pemasukan perusahaan bus, khususnya para supir bus pariwisata ada 2 macam. Yaitu, berkah dari aktifitas mudik dan musim liburan. Namun, ketika dampak Pandemi Virus Corona terjadi. Semua bus pariwisata dan bus AKAP berhenti beroperasi.

Bahkan, ratusan bus AKAP Sinar Jaya yang "ngaspal" di jalan Pantura (Pantai Utara Jawa) terpaksa masuk kandang (pool). Dengan demikian, pemasukan untuk perusahaan dan supir nihil. Sementara, bus-bus tersebut tentu membutuhkan dana untuk perawatan.  

Banyak supir bus yang banting setir melakukan pekerjaan lain. Seperti, menjadi supir bus kota. Yang penumpangnya pun bisa dihitung dengan jari. Yang bikin terenyuh adalah ketika para awak bus hanya datang ke pool dan duduk-duduk saja tanpa ada pekerjaan.

Bukan hanya kondisi di pool yang sepi, dari penumpang yang hendak membeli tiket. Di agen-agen bus pun kondisinya memprihatinkan. Banyak agen bus yang tutup, karena tidak berharap lagi ada penumpang yang beli tiket. Saya sendiri terbiasa membeli tiket bus langsung di pool perusahaan bus.

Saya terbiasa membeli tiket di salah satu agen bus AKAP (Sumber: dokumen pribadi)
Saya terbiasa membeli tiket di salah satu agen bus AKAP (Sumber: dokumen pribadi)
Dari tayangan acara "Telusur" tersebut, maka bisa diambil pelajaran berharga. Di mana, dampak kebijakan #JanganMudikDulu bisa menyebar ke segala lini. Bukan hanya ke masyarakat yang gagal mudik ke kampung halaman. Tetapi, dampak tersebut juga mempunyai andil menggerus pemasukan perusahaan transportasi dan karyawannya.

Kesehatan Masyarakat Lebih Penting

Meskipun, kondisi yang sangat sulit tersebut terjadi. Prioritas kesehatan masyarakat adalah yang utama. #JanganMudikDulu menjadi obat yang manjur untuk memutus mata rantai COVID-19. Dan, kerja sama semua lapisan masyarakat untuk mematuhi kebijakan Pemerintah sangatlah penting.

Pemerintah Daerah yang berada di kawasan Jabodetabek telah berusaha maksimal. Semua jalur atau titik penting yang menjadi peluang para pemudik dijaga ketat. Keberadaan Check Point tersebut bertujuan untuk mencegah para pemudik yang bandel. Yang memaksa dirinya hendak pulang ke kampung halaman.

Segala cara dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Seperti memaksa pemudik untuk balik ke daerah asal.  Paksaan ini diperuntukan bagi pengendara, yang terindikasi hendak mudik ke kampung halaman. Ketatnya pengamanan di Check Point tidak menyurutkan orang untuk mudik ke kampung halaman.

Banyak pemudik yang rela merogoh kocek lebih untuk menyewa "bus travel hitam". Agar mudik ke kampung halaman bisa terwujud. Pemudik pun melakukan segala cara, agar bisa lolos dari ketatnya pengamanan di Chek Point. Dari mencari jalan tikus hingga menumpang di mobil yang dimuat truk kontainer.

Segala cara yang dilakukan oleh para pemudik nekad tersebut, memberikan gambaran menarik. Bahwa, mudik untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halaman adalah penting. Oleh sebab itu, apapun dilakukan demi hadir di Hari Raya Idul Fitri.

Namun, alasan di luar itu, seperti hilangnya pekerjaan di kota atau perantauan juga menjadi penyebabnya. Para pemudik sangat nekad melakukan segala cara. Karena, mereka sudah tidak bisa melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang di kota. Sementara, kebutuhan hidup harus berkelanjutan. 

Menurut saya, ada alasan penting yang bisa diambil dari kebijakan #JanganMudikDulu. Yaitu, tidak terkontrolnya kebijakan Pemerintah mengenai Protokol Kesehatan. Social Distancing atau Physical Distancing sangat sulit terwujud.

Karena, kerumunan orang yang mudik tidak bisa diawasi dengan baik. Agar, tetap menjaga jarak. Ratusan hingga ribuan pemudik bisa berbaur dalam berbagai tempat. Seperti di Rest Area, pelabuhan penyeberangan, bus dan lain-lain. Setiap pemudik tidak tahu siapa yang membawa dan terpapar Virus Corona.

Bahkan, video atau foto yang viral adalah saat Bandara Soetta Cengkareng  dibuka untuk penumpang. Ratusan penumpang pesawat yang berjubel untuk mengantri membeli tiket pesawat. Mereka tidak mengindahkan protokol kesehatan yaitu Physical Distancing.

Setiap penumpang tidak tahu, penumpang pesawat mana yang membawa Virus Corona. Atau, penumpang mana yang telah terpapar Virus Corona. Itulah sebabnya, kerumunan massal yang melebihi 10 orang sangat dilarang. Karena, bisa menimbulkan penyebaran COVID-19 lebih luas.

Oleh sebab itu, kebijakan Pemerintah untuk #JanganMudikDulu menjadi kebijakan yang baik. Jika, masyarakat mematuhi kebijakan tersebut. Maka, mereka telah menunjukan bukti cinta kepada orang tua dan keluarganya. Juga, berperan besar dalam memutus mata rantai COVID-19.

Perlu diketahui bahwa kebijakan Pemerintah untuk #JanganMudikDulu membutuhkan kesadaran masyarakat tanpa ada paksaan. Juga, kerja sama yang baik dari Pemerintah, stakeholder terkait dan masyarakat. Jika, tim medis adalah Garda terdepan penanganan pasien COVID-19. Maka, masyarakat luas adalah Garda Terdepan dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19.        

Jadi, dapat disimpulkan bahwa masyarakat jangan merasa kebijakan Pemerintah #JanganMudikDulu menjadi penghalang untuk mudik ke kampung halaman. Tetapi, menjadi langkah terbaik untuk membuktikan cintanya kepada orang tua & keluarga. Serta, sebagai andil besar dalam memutus mata rantai COVID-19. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun