Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menjadi "Orang Indonesia" Kembali di Saat Krisis Covid-19

20 Mei 2020   02:47 Diperbarui: 20 Mei 2020   03:03 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei 2020 (Sumber: shuterstock/diolah)

Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) tahun 2020 sungguh berbeda. Karena, peringatan hari bersejarah setiap tanggal 20 Mei 2020 tersebut, bertepatan dengan masa krisis COVID-19.

Tidak ada eforia berlebihan. Seperti mengadakan upacara bendera yang diikuti banyak orang. Namun, meski peringatannya jauh berbeda, masyarakat Indonesia diharapkan bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari peristiwa sejarah tersebut.

Dalam kondisi krisis COVID-19, bangsa Indonesia tetap menggelorakan semangat kebangkitan nasional. Dan, hikmah yang diambil saat krisis COVID-19 tersebut, bisa berlanjut setelah kondisi "New Normal".

Sejarah Pergerakan Nasional

Mari kita menilik sejarah bahwa Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) timbul karena bangkitnya kesadaran nasional menjadi "orang Indonesia". Perjuangan yang berawal bersifat kedaerahan, mengalami transformasi ke arah nasional.

Hari Kebangkitan Nasional menjadi petunjuk lahirnya organisasi yang bernama Boedi Oetomo (BO) pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi tersebut sebagai inisiatif dari beberapa tokoh penting. Seperti, Soetomo, Soekarno, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara), Dr. Cipto Mangunkusumo, dan dr. Douwes Dekker.

Organisasi Boedi Oetomo bergerak dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan. Yang menarik dari organisasi Boedi Oetomo adalah punya tujuan besar di masa depan, yaitu mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Untuk pertama kalinya, Hari Kebangkitan Nasional diperingati pada tahun 1948 di Yogyakarta. Di era pemerintahan Presiden Soekarno. Pada pidato peringatan Harkitnas tersebut, Presiden Soekarno mengimbau pada seluruh rakyat Indonesia yang terpecah oleh kepentingan politik, agar bersatu untuk melawan Belanda. Dan, organisasi Boedi Oetomo sebagai tonggak pergerakan nasional.

Selanjutnya, sejak tahun 1959, tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Penetapan oleh Pemerintah Indonesia tersebut berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.  

Respon Pejabat Publik

Peringatan Harkitnas tahun 2020 merupakan Harkitnas ke-112. Peringatan Harkitnas di saat krisis COVID-19 ini menjadi pembelajaran penting. Masyarakat perlu mengambil hikmah. Di mana, kebangkitan kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan menghadapi Pandemi Virus Corona masih dipertanyakan.

Perlu diketahui bahwa untuk memutus mata rantai COVID-119, Pemerintah Daerah telah melakukan apa yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Pusat. Salah satu yang menarik adalah kebijakan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Yang dilakukan oleh beberapa kepala daerah dengan jangka waktu sesuai data dan fakta di lapangan.

Jika, data dan fakta menunjukan adanya "kurva melandai" atau penurunan signifikan kasus COVID-19. Maka, pemberlakukan PSBB  tidak diperpanjang lagi. Seperti apa yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Setelah melihat data pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) level di 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat.

Tetapi, jika data dan fakta menunjukan "belum" adanya penurunan kasus COVID-19. Maka, pemberlakuan PSBB akan diperpanjang lagi. Seperti yang terjadi di Jakarta. Di mana, PSBB diperpanjang hingga 4 Juni 2020.

Selama PSBB, masyarakat diwajibkan untuk tetap mematuhi kebijakan protokol kesehatan. Seperti, tetap memakai masker saat keluar rumah, menghindari kerumunan, dan sering mencuci tangan memakai sabun dengan air mengalir.  Juga, tetap menerapkan Social Distancing atau Physical Distancing. 

Tetapi, pemberlakukan PSBB tersebut sepertinya menjadi beban. Gubernur Ridwan Kamil akhirnya memperpanjang kembali pemberlakukan PSBB di Kota Bandung. Hal ini berdasarkan fenomena masyarakat yang berdesak-desakan saat berburu baju lebaran di pasar-pasar. Tentu, kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan. Karena, bisa menimbulkan kenaikan penyebaran COVID-19.  

Tingkat kemacetan di jalan raya pun naik kembali. Padahal, sebelumnya telah turun hingga di angka 30%. Sebagai pejabat publik yang dipilih rakyat, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun sangat responsif. Beliau menuangkan kondisi tersebut dalam cuitannya hari ini tanggal 19 Mei 2020.

Cuitan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tanggal 19 Mei 2020 (Sumber: Twitter/screenshoot)
Cuitan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tanggal 19 Mei 2020 (Sumber: Twitter/screenshoot)
Dari cuitan yang biasa dipanggil Kang Emil tersebut, sungguh menggugah kesadaran kita semua. Masyarakat terlalu menganggap enteng dampak dari penyebaran COVID-19. Mereka berpikir bahwa setelah pemberlakukan PSBB dicabut, maka kondisi akan mendadak normal. Padahal, virus COVID-19 masih menghantui masyarakat.  

Juga, masyarakat masih menganggap kepentingan ekonomi yaitu berburu baju lebaran lebih penting. Dibandingkan bahaya yang akan terjadi dengan kesehatan mereka. Sepertinya, mereka merasa kebal dan tidak takut dengan COVID-19.

Padahal, saat mereka menyepelekan protokol kesehatan, maka akan berdampak bertambahnya orang yang terpapar COVID-19. Tentu, percepatan penanganan COVID-19 semakin lama. Inilah yang menjadi pelajaran penting saat krisis COVID-19. Yaitu, bangkitnya kesadaran bersama untuk menghentikan laju COVID-19 masih setengah-setengah.

"Recovery" Indonesia terserah?

Momen Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di saat Krisis COVID-19 ini menjadi alat untuk recovery kebangkitan kesadaran masyarakat. Di mana, faktor penting untuk mengakahiri Pandemi Virus Corona adalah masyarakat. Masyarakat menjadi Garda Terdepan penyebaran COVID-19.

Kita semua tahu bahwa garda terdepan penanganan pasien COVID-19 adalah tim medis. Yang berjuang tidak kenal lelah dalam menangani pasien postif COVID-19. Mereka bekerja siang malam, hingga tidak sempat bertemu dengan keluarganya.

Bahkan, beberapa dari mereka ditolak saat hendak pulang ke tempat tinggalnya. Karena, takut menularkan COVID-19 ke orang lain. Sungguh, perjuangan tim medis yang patut diacungi jempol. Persentase pasien yang sembuh pun lebih dari empat kali dari pasien yang dinyatakan meninggal dunia.

Tim medis hanya berharap agar masyarakat bisa mematuhi kebijakan protokol kesehatan. Agar, krisis COVID-19 ini bisa secepatnya berakhir. Karena, jika kebijakan tersebut tidak dipatuhi, maka jumlah pasien yang terpapar COVID-19 akan membuat kewalahan tim medis.

Apalagi, saat video viral di media sosial tentang calon penumpang. Yang tidak mengindahkan kebijakan social distancing di Bandara Soetta Cengkareng. Saat bandara tersebut dibuka secara umum. Ratusan calon penumpang berdesak-desakan untuk membeli tiket pesawat.

Juga, saat MCD Sarinah di Jalan Thamrin Jakarta akan ditutup selamanya. Banyak orang yang tumpah ruah datang ke tempat tersebut. Dengan alasan untuk menggali kenangan saat bersama MCD Sarinah. Sayangnya, ratusan orang yang datang tidak mengikuti protokol kesehatan Social Distancing. Seakan-akan, mereka tidak takut dan kebal akan ganasnya COVID-19.

Percaya atau tidak, tingkah laku masyarakat di atas sungguh melukai kinerja tim medis. Yang berjuang dengan bertaruh nyawa. Dan berharap besar agar penanganan pasien COVID19 bisa selesai secepatnya. Meskipun, setiap saat, mereka bisa terpapar dahsyatnya COVID-19.

Jangan kaget, jika tagar "Indonesia terserah" menjadi trending topik di Twitter. Timeline didominasi oleh kekecewaan masyarakat atas orang-orang yang dianggap "menganggap enteng" krisis COVID-19. Bahkan, seakan-akan, mereka menginginkan agar Pandemi Virus Corona ini tidak berakhir secepatnya.

Respon masyarakat yang menyatakan "suka-suka kalian saja" di media sosial menjadi penanda sebuah keputusasaan. Harapan tim medis tidak dipatuhi, agar tetap mengikuti protokol kesehatan.

Perjuangan para tenaga medis (Sumber: twitter/@85albasrihasan)
Perjuangan para tenaga medis (Sumber: twitter/@85albasrihasan)
Apalagi, Presiden Jokowi telah mengeluarkan pernyataan "mengagetkan" banyak pihak. Di mana, pernyataan tersebut berdasarkan rilis dari badan kesehatan dunia WHO. Yaitu, COVID-19 tidak bisa hilang.

Dan, masyarakat diharapkan bisa berdamai dengan COVID-19. Namun, perlu diingat bahwa Pemerintah menggarisbawahi kata "berdamai" di sini bukan berarti menyerah. Pemerintah akan terus bersikap tegas kepada orang-orang yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Demi percepatan penanganan COVID-19.    

Perlu diketahui bahwa dengan adanya peringatan Harkitnas 2020. Maka, semua pihak diharapkan bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari krisis COVID-19. Saatnya, masyarakat membangkitkan kesadaran untuk melakukan pergerakan nasional.

Pergerakan nasional yang dimaksud adalah  pergerakan untuk bersama-sama mematuhi kebijakan pemerintah mengikuti protokol kesehatan. Bergotong-royong, bergandeng tangan dan saling berbagi sesama dalam kondisi krisis COVID-19.

Semua menyadari bahwa konsep "Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh" adalah relevan saat kondisi seperti ini. Tanpa kerjasama semua kalangan, maka Pandemi Virus Corona ini tidak bisa berakhir. Masyarakatlah yang mampu menentukan kapan penyebaran COVID-19 ini bisa dihentikan.

Kini, saatnya anda mencintai Indonesia yang sesungguhnya. Yaitu, dengan membangkitkan kembali kesadaran sebagai "orang Indonesia". Bersama-sama berjuang untuk melawan dahsyatnya COVID-19. Bergandengan tangan untuk mengakhiri Pandemi Virus Corona di negeri ini. Dan, melakukan aktifitas kembali dalam situasi "New Normal".

Mencintai Indoneisia dengan membangkitkan Kembali kesadaran ber-Indonesia (Sumber: shuterstock)
Mencintai Indoneisia dengan membangkitkan Kembali kesadaran ber-Indonesia (Sumber: shuterstock)
Menatap Lebaran 2020

Membangun kesadaran kembali menjadi "Orang Indonesia" di saat krisi COVID-19 sangatlah penting. Masyarakat harus memetik hikmah dari kondisi Pandemi Virus Corona. Di mana, banyak dari masyarakat yang kehilangan jati diri sebagai orang Indonesia.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebersamaan masyarakat untuk mengurangi dampak COVID-19, sepertinya masih setengah-setengah. Masyarakat belum menyatukan diri untuk mengakhiri wabah ini.

Apalagi, kebangkitan sebagai orang Indonesia ini menjadi momentum yang baik. Ketika, umat Islam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan.

Tentu, kita ingin meraih kemenangan dengan menyatukan pandangan di saat krisis COVID-19, bukan? Tetap mengikuti protokol kesehatan. Yang telah menjadi kebijakan Pemerintah dan anjuran Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kita tidak ingin merayakan kemenangan dalam kondisi positif COVID-19.

Oleh sebab itu, di Hari Kebangkitan Nasiional (Harkitnas) 2020 ini. Semoga menjadi momentum yang baik untuk membangun kembali kesadaran sebagai orang Indonesia. Masih ingatkah anda, bahwa masyarakat Indonesia berjiwa gotong royong dalam menghadapi setiap masalah.

Mari bersama-sama patuhi kebijakan Pemerintah, agar kita bisa melewati krisis COVID-19 sesegera mungkin. Kita ingin tetap sehat, setelah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh. Dan, bergembira merayakan hari kemenangan di rumah saja. Ingat, hari kemenangan ada di depan mata, karena Lebaran Sebentar Lagi.

Lebaran tahun 2020 (Sumber: detik.com/diolah)
Lebaran tahun 2020 (Sumber: detik.com/diolah)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun