"Halo, Fit. Apa kabar?"
"Maaf , Ramadan.. Ini Tante"
"Oh ya tante. Maaf, kirain Fitri. Oh ya tante, beberapa hari ini kok Fitri gak mau jawab panggilan saya ya. Ada apa gerangan tante?"
"Oh ya? Massa sih" mamanya pura-pura tidak tahu.
"Salam buat Fitri tante. Ada yang mau saya bicarakan. Penting sekali"
"Baik, Ramadan. Nanti saya sampaikan. Ini hape Fitri ketinggalan karena buru-buru mau ketemuan dengan temannya" jawab mamanya merasa berdosa karena telah berbohong.
"Terima kasih tante" jawab Ramadan dengan gembira.
***
Fitri mencoba tegar dan menuruti bujukan mamanya untuk bertemu dengan Ramadan malam ini. Masjid Al Qomar menjadi tempat untuk mengetahui semua duduk perkaranya.
"Fitri, kenapa kamu jadi berubah. Dulu, kamu anak yang periang, tegar dan kuat. Kenapa sekarang jadi berubah?"
"Fitri benar-benar cemburu. Mas Ramadan begitu mesra memegang wanita itu. Memang, wanita itu sangat cantik sekali ma"
"Duh, tumben anak mama cemburu banget"
"Fitri takut kehilangan cintanya ma. Fitri butuh lama untuk menerima cintanya Ramadan. Tapi, setelah hati Fitri buat Dia, Dia mulai mempermainkan cintaku"
"Udah, percayalah. Naluri mama gak sejahat yang kamu pikirkan kok. Percyalah, cantik"
"Makasih ma".
Malam yang dijanjikanpun tiba. Ramadan ternyata talah menungunya lama. Ia duduk di sebuah bangku yang berada di halaman masjid Al Qomar.
"Apa kabar Fitri? Tanya Ramadan.
"Alhamdulillah baik. Kamu gimana?
"Alhamdulillah sehat Fit"
Kedua orang saling berpandangan. Mereka masih diliputi perasaan campur aduk. Seperti, baru mengenalnya.
"Fitri, mengapa beberapa hari ini kamu tidak mau menjawab pangglan saya?"
"Oh, ya. masa sih?" jawabnya agak ketus.
"Kok kamu gitu sih Fit. Ada apa?. Bukankah, ikatan cinta kita begitu tulus. Saya gak main-main Fit. Namun, kamu membuatku penasaran. Gak ada komunikasi beberapa hari ini?
"Tulus? Lantas wanita itu siapa mas, yang kamu gandeng di mall tempo hari. Fitri melihatnya mas. Fitri cemburu. Apo mas Ramadan telah mengkhianati cintaku? Jawab Fitri sesenggukan menahan tangis.
"Oh masalah itu Fit. Masya Allah. Dia itu Zinta, keponakan saya. Sudah 3 tahun tidak pulang kampung. Dia liburan kuliah di Washita Universitas Jepang. Saya pun banyak cerita ke Dia tentang kamu. Bahwa kamu, wanita cantik yang cocok untuk menjadi pendampingku kelak. Kamu salah sangka, Fit"
"Benarkah itu mas?"
"Percayalah. Dia adalah keponakan saya yang paling lengket sama saya. Kadang dia menjadi pengganti ibuku setelah meninggal. Dia begitu manja. Makanya, setiap orang yang baru melihatnya menganggap kami pacaran. Salahkah saya jika memanjakan dia, Fit. Dia pun titip salam buat kamu. Dia berharap semoga hubungan kami langgeng" Ramadan meyakinkan.
Fitri menyeka mukanya yang tadi membasahi pipinya. Hatinya campur aduk. Kali ini dia merasa salah besar di hadapan Ramadan. Karena tidak mempercayainya.
"Maafkan saya mas, jika saya salah sangka padamu"
"Tidak apa-apa Fit. Alhamdulillah, masalah ini jadi jelas, kan?
"Saya ada hal penting yang ingin saya katakan padamu malam ini, Fit" tatapan Ramadan begitu serius memandangi Fitri. Â
"Apaan, mas?"
"Saya diterima beasiswa double degree Universitas Sorbone Perancis. Dan, rencana berangkat sebulan sehabis Idul Fitri ini"
Fitri tampak serius memperhatikan Ramadan.
"Lantas apa yang harus saya lakukan mas?" Fitri penasaran.
"Saya sudah berembug bersama keluarga besar, Fit" Ramadan agak ragu-ragu tuk mengatakannya,
"Apaan mas?"
"Saya ingin melamarmu. Kamu mau kan jadi pendampingku. Ibu dari anak-anak kita"
Fitri tak bisa berkata apa-apa. Ia terdiam sejenak. Tanpa terasa air matanya mulai membasahi pipinya yang merona merah. Kali ini, tangisan bukan karena karena diselingkungi. Tetapi, tangis bahagia. Ya, Ramadan ingin menjadi bagian dari hidupnya.