Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Kamu Salah Sangka, Fitri?

23 Mei 2019   21:23 Diperbarui: 23 Mei 2019   21:36 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu salah sangka, Fitri? (Sumber: dokumen pribadi)

Titik-titik air menentes dari dedaunan. Udara begtu adem. Dari balik pagar rumah yang tinggi, seorang cewek berhijab sedang  menikmati secangkir kopi. Cewek yang berparas cantik. Wajahnya cantik bak bintang film Bollywood Bipasha Bashu. Badannya tinggi semampai. Menarik bagi siapapun yang melihatnya.
Fitri Dian Rahmayanti. Familiar dipanggil Fitri. Mahasiswa yang tinggal nunggu wisuda. Kuliah di jurusan Ilmu Hubungan Internasional di sebuah universitas ternama di Denpasar. Ia bercita-cita  ingin menjadi diplomat karir seperti almarhum ayahnya.
Fitri tampak tersenyum sendiri. Ya, senyum manis tatkala ingat pujaaan hati yang lama mengisi hatinya.
Ramadan Al Farabi namanya. Biasa dipanggil Ramadhan. Orangnya ganteng bak bintang film Bollywood John Abraham. Cintanya kepada Fitri sungguh sejati. Bak cerita dongeng, Rama dan Shinta.
Ramadan berjanji akan melamarnya setelah wisuda. Ia mempelajatri ilmu teknik Metalurgi di Universitas yang sama.

"Duh, anak mami. Dari tadi senyum-senyum saja" sapa Sofi, mamanya Fitri yang sedari tadi memperhatikan tingkah laku anaknya.
 "Ah mama, tahu aja sama anak muda" jawabnya gelagapan
"Ayo, lagi mikirin siapa? Dari tadi senyum-senyum sendiri"  tanyanya penasaran.
"Ah mama kepo banget deh"
"Siapa sih yang bikin anak mama senyum-senyum sendiri"
"Ramadan, ma" jawabnya sambil meninggalkan mamanya yang bengong duduk sendirian di teras.
"Anak jaman sekarang selalu bikin penasaran. Kalau lagi seneng penginnya ditelan sendiri" jawab ibunya sambil geleng-geleng kepala sendiri.

Dalam hati, mama Sofi benar-benat gembira bercampur sedih. Tidak terasa air matanya meleleh. Ia mengusap air matanya pelan-pelan. Malu jika dilihat anak semata wayangnya menangis. Ia masih teringat kalimat Fitri saat melepas kepergian papaya.

"Percayalah,, Fitri akan baik-baik saja. Lepaskanlah papa dengan ikhlas. Biarkanlah papa tenang di Surganya Allah. Kita pantang untuk menangis ma. Fitri ingin papa tenang di sana. Mama harus kuat menjalani masa depan"

Mama Sofi bangga karena Fitri berprestasi di kuliahnya. Predikat Cumlaude diraihnya. Anak semata wayang itulah menjadi pengobat laranya. Menjadi teman seperjuangan mengarungi hidup.
Ia harus membesarkan anak semata wayangnya sendiri. Sejak suaminya Bagus Prasetyo menjadi korban jatuhnya pesawat di negara lain. Ya, suaminya memang seorang pejabat diplomat. Itulah yang membuat Fitri ingin menjadi diplomat pengganti ayahnya.

***

Lebaran tinggal 4 hari bakal dirayakan umat Islam sedunia. Sama halnya dengan keluarga mama Sofi. Bersama Fitri ingin merayakan momen Lebaran dengan suka cita. Mamanya ingin membahagiakan momen Lebaran yang spesial jelang 5 tahun kepergian suaminya.
 
"Fitri, jadi gak kita belanja kue lebaran?"
"Insya Allah jadi ma"
"Ya, udah, kamu siap-siap" tanyanya meyakinkan.

Mama Sofi begitu saying sama Fitri. Ia berkomitmen untuk berhenti bekerja di kantor, Ingin membesarkan Fitri dengan baik. Mamanya pun berusaha bisnis online bersama komunitasnya. Alhamdulillah. Usahanya berjalan lancar.

 "Ayo Fit. Kita berangkat" mamanya mengganggu lamunannya.
"Oh. Iya ma. Ayo" jawabnya agak gelagapan.
"Hari ini, saya yang nyopir ya. Habis dari tadi kamu kelihatannya melamun terus. Takut ada apa-apa"
"Baik ma" jawab Fitri sekenanya.

Fitri merasakan bahwa beberapa hari ini sering melamun. Bukan hanya mikirin Ramadan. Tapi, bayangn indah bersama papa dan kekuatan hati mama dalam menjalani hidup sungguh membuatnya terpesona. Ia masih ingat kalaimat mamanya di suatu hari.

"Fitri, mama harap, kamu bisa mendapatkan suami yang hatinya tegar seperti papa. Juga setia demi cintanya"

Mobil Toyota Land Cruiser pun menerabas jalanan Denpasar yang mulai kepanasan.

***

Fitri kaget tujuh turunan. Dua sosok manusia membuat menghentikan langkahnya. Salah satu sosok yang sangat dikenalinya. Ya, Ramadan. Tapi, pikirannya mendadk kalut.

"Wanita siapa yang digandengnya? Kok mesra banget. Apakah, mas Ramadan mulai berbohong padaku. Ah, benar-benar bikin jealous" pikirnya.
Ia buru-buru menarik tangan mamanya yang tidak sempat melihat kehadiran sepasang manusia itu.
"Ma ma ma, ikut Fitri dulu ke toilet" kata Fitri pada mamanya
"Ada apa Fit. Bikin kaget mama saja"
Sesampainya dekat toilet.
"Mama lihat gak mas Ramadan jalan sama wanita lain" tanyanya penasaran
"Gak tuh. Emang Fitri lihat? Salah orang kali"
"Benar ma. Tapi, sama wanita lain. Saya yakin" tangannya mengepal dan menggedor tembok toilet. Matanya nanar. Tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Fitri, bukannya Ramadan anak yang baik. Cinta dia tulus sama kamu. Mama sering ngobrol dengannya kok" mamanya menguatkan.

Meski ada pertanyaan serius yang mesti di jawabnya. Kali ini pemandangannya benar. Karena anaknya begitu menampakan wajah marah.
Berbelanja di mall tidak lagi mulus. Pikiran mama Sofi dan Fitri begitu kalut. Setelah kejadian beberapa jam lalu. Ya, mereka menginginkan cepat-cepat pulang ke rumah. Mall menjadi tempat yang tidak ramah lagi. AC yang dingin terasa bikin panas. Orang-orang yang lewat sepertinya memberi tahu bahwa Ramadan telah mengkianati cintanya. Tega, kamu mas!

***

Fitri uring-uringan di kamar. Ia menangis sendirian. Mamanya memahami apa yang dialami. Ketika lelaki pujaannya berselingkuh dengan wanita lain di depan matanya.

"Subhanalladzi asroo biabdihi lailaminal masjidil haroom ...." Ringtone smartphone Fitri berbunyi sudah lama. Ada nama panggian dari Ramadan. Ia tak menggubris karena kesal.
"Fitri, terima dulu telepon dari Ramadan. Jangan berburuk sangka dulu. Bukankan kamu yang mengajari mama untuk kuat menahan segala cobaan,  cantik" rayu mamanya.

Fitri menghapus air matanya. Ia pun merasa malu mamanya berkata demikian. Bukankah dia anak cantik yang kuat, tegar dan periang.  Bukankah ia yang membuat mamanya selalu kuat menghadapi bahtera kehidupan.

Dering ringtone smartphone dari Ramadan berbunyi kembali.
"Oke biar mama yang menerima dulu. Mungkin kamu masih kesal sama Ramadan. Tapi., percayalah cantik, Ramadan bukanlah lelaki yang kamu pikirkan saat ini. Dia anak baik, setia sama kamu. Percayalah!" matanya serius menatap Fitri.

"Halo, Fit. Apa kabar?"
"Maaf , Ramadan.. Ini Tante"
"Oh ya tante. Maaf, kirain Fitri. Oh ya tante, beberapa hari ini kok Fitri gak mau jawab panggilan saya ya. Ada apa gerangan tante?"
"Oh ya? Massa sih" mamanya pura-pura tidak tahu.
"Salam buat Fitri tante. Ada yang mau saya bicarakan. Penting sekali"
"Baik, Ramadan. Nanti saya sampaikan. Ini hape Fitri ketinggalan karena buru-buru mau ketemuan dengan temannya" jawab mamanya merasa berdosa karena telah berbohong.
"Terima kasih tante" jawab Ramadan dengan gembira.

***

Fitri mencoba tegar dan menuruti bujukan mamanya untuk bertemu dengan Ramadan malam ini. Masjid Al Qomar menjadi tempat untuk mengetahui semua duduk perkaranya.

"Fitri, kenapa kamu jadi berubah. Dulu, kamu anak yang periang, tegar dan kuat. Kenapa sekarang jadi berubah?"
"Fitri benar-benar cemburu. Mas Ramadan begitu mesra memegang wanita itu. Memang, wanita itu sangat cantik sekali ma"
"Duh, tumben anak mama cemburu banget"
"Fitri takut kehilangan cintanya ma. Fitri butuh lama untuk menerima cintanya Ramadan. Tapi, setelah hati Fitri buat Dia, Dia mulai mempermainkan cintaku"
"Udah, percayalah. Naluri mama gak sejahat yang kamu pikirkan kok. Percyalah, cantik"
"Makasih ma".

Malam yang dijanjikanpun tiba. Ramadan ternyata talah menungunya lama. Ia duduk di sebuah bangku yang berada di halaman masjid Al Qomar.

"Apa kabar Fitri? Tanya Ramadan.
"Alhamdulillah baik. Kamu gimana?
"Alhamdulillah sehat Fit"

Kedua orang saling berpandangan. Mereka masih diliputi perasaan campur aduk. Seperti, baru mengenalnya.

"Fitri, mengapa beberapa hari ini kamu tidak mau menjawab pangglan saya?"
"Oh, ya. masa sih?" jawabnya agak ketus.
"Kok kamu gitu sih Fit. Ada apa?. Bukankah, ikatan cinta kita begitu tulus. Saya gak main-main Fit. Namun, kamu membuatku penasaran. Gak ada komunikasi beberapa hari ini?
"Tulus? Lantas wanita itu siapa mas, yang kamu gandeng di mall tempo hari. Fitri melihatnya mas. Fitri cemburu. Apo mas Ramadan telah mengkhianati cintaku? Jawab Fitri sesenggukan menahan tangis.
"Oh masalah itu Fit. Masya Allah. Dia itu Zinta, keponakan saya. Sudah 3 tahun tidak pulang kampung. Dia liburan kuliah di Washita Universitas Jepang. Saya pun banyak cerita ke Dia tentang kamu. Bahwa kamu, wanita cantik yang cocok untuk menjadi pendampingku kelak. Kamu salah sangka, Fit"
"Benarkah itu mas?"
"Percayalah. Dia adalah keponakan saya yang paling lengket sama saya. Kadang dia menjadi pengganti ibuku setelah meninggal. Dia begitu manja. Makanya, setiap orang yang baru melihatnya menganggap kami pacaran. Salahkah saya jika memanjakan dia, Fit. Dia pun titip salam buat kamu. Dia berharap semoga hubungan kami langgeng" Ramadan meyakinkan.

Fitri menyeka mukanya yang tadi membasahi pipinya. Hatinya campur aduk. Kali ini dia merasa salah besar di hadapan Ramadan. Karena tidak mempercayainya.

"Maafkan saya mas, jika saya salah sangka padamu"
"Tidak apa-apa Fit. Alhamdulillah, masalah ini jadi jelas, kan?
"Saya ada hal penting yang ingin saya katakan padamu malam ini, Fit" tatapan Ramadan begitu serius memandangi Fitri.  
"Apaan, mas?"
"Saya diterima beasiswa double degree Universitas Sorbone Perancis. Dan, rencana berangkat sebulan sehabis Idul Fitri ini"
Fitri tampak serius memperhatikan Ramadan.
"Lantas apa yang harus saya lakukan mas?" Fitri penasaran.
"Saya sudah berembug bersama keluarga besar, Fit" Ramadan agak ragu-ragu tuk mengatakannya,
"Apaan mas?"
"Saya ingin melamarmu. Kamu mau kan jadi pendampingku. Ibu dari anak-anak kita"

Fitri tak bisa berkata apa-apa. Ia terdiam sejenak. Tanpa terasa air matanya mulai membasahi pipinya yang merona merah. Kali ini, tangisan bukan karena karena diselingkungi. Tetapi, tangis bahagia. Ya, Ramadan ingin menjadi bagian dari hidupnya.

"Kamu mau kan, Fit. Ini berkah menjelang Fitri, my soulmate. Besok, saya dan keluarga besar ingin melamarmu?" Ramadan mantap mengatakannya.

Fitri tidak menjawabnya. Ia hanya mengangguknya pelan. Air matanya diseka pelan. Senyumnya mulai mengembang. Pandangan matanya mulai mantap menatap Ramadan.
Kedua insan saling berpandanan. Saling senyum dan memberikan kode bahwa masalah telah selesai dan berakhir bahagia.
Letusan kembang api pun menyala di langit. Sebagai tanda kemenangan Ramadan yang bisa merebut hati Fitri.

Malam Ramadan di Denpasar, 23 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun