Kerusakan kondisi DAS bukan hanya terjadi di Jawa Barat. Di pulau Kalimantan juga menjadi DAS dengan tingkat polutan tertinggi di dunia. Tak tanggung-tanggung, pulau Kalimantan dianugerahi sebagai salah satu dari “Top Ten Toxic Threats in 2013” karena kandungan merkuri dan kadmium yang tinggi akibat proses penambangan yang marak terjadi.
The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) memperkirakan sedikitnya 1.000 ton merkuri dilepaskan setiap tahunnya. Sebuah kenyataan yang menyulut perhatian kita bersama.
Kerusakan lingkungan juga terjadi pada daerah pesisir pantai. Jika kita berkunjung ke kawasan wisata seperti pulau Bali, maka kita akan melihat bangunan hotel atau villa yang bersentuhan langsung dengan pantai. Memang sangat menguntungkan untuk menarik minat wisatawan. Tetapi, di sisi lain ada akibat yang harus ditanggung bersama yaitu kerusakan pesisir pantai.
Penataan pantai yang tidak semestinya menyebabkan terjadinya abrasi. Banyaknya pembangunan yang terjadi di pesisir pantai terjadi akibat dikeluarkannya Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UUWP-PPK) yang disahkah pada tanggal 26 Juni 2007.
Undang-undang UUWP tersebut menjadi landas kebijakan untuk memprivatisasi wilayah perairan, pesisir (termasuk kolam air) dan pulau-pulau kecil melalui Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). Penguasaan wilayah perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil dengan masa penguasaan selama 20 tahun dan dapat diperpanjang untuk 20 tahun berikutnya.
Bahkan, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) dan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memberikan efek pengamanan garis pantai di seluruh Indonesia masih belum terwadahi secara maksimal.
Pengamanan garis pantai yang tidak komprehensif berakibat terjadinya kerusakan garis pantai yang mencapai 20 persen dari total 95.000 km garis pantai di sepanjang wilayah Indonesia.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Dr Moch Amron, di Kementerian PU tanggal 30 September 2010 melaporkan bahwa kerusakan garis pantai di Indonesia senada dengan apa yang terjadi mencapai 20 persen. Ditambah lagi dengan ekosistem mangrove (hutan bakau) terus mengalami penyempitan, hingga menyisakan kurang dari 1,9 juta hektar sepanjang pesisir Indonesia.
Akibat dari rusaknya garis pantai ini dapat berpengaruh pada terhadap sektor pariwisata, transportasi laut, keberadaan lahan produktif dan keanekaragaman hayati. Untuk lebih jelasnya, kita bisa melihat tayangan video berikut ini.
Hutan Mangrove Makin Terancam - Seputar Bali - Bali TV (Sumber: balitvnews)