Pada puncak Bonus Demografi juga mampu mencegah tingkat kelahiran. Kaum ibu mempunyai waktu yang lebih panjang untuk melakukan hal-hal yang bukan melahirkan dan merawat anak. Kondisi tersebut berpengaruh sekali terhadap peningkatan kesempatan keluarga untuk melakukan kegiatan produktif yang bermuara terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, seperti:
- Meningkatkan motivasi perempuan untuk masuk pasar kerja,
- Memperbesar peran perempuan,
- Tabungan masyarakat, dan
- Modal manusia (human capital) tersedia.
Puncak Bonus Demografi juga berpeluang besar untuk meningkatkan iklim investasi bangsa yaitu: meningkatkan tabungan masyarakat yang menyebabkan terbentuknya akumulasi kapital. Akumulasi kapital inilah yang selanjutnya digunakan untuk investasi dalam peningkatan pertumbuhan ekononi. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, maka akan memberikan konstribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam bidang ketenagakerjaan, jika pemerintah mampu mengelola dengan baik akan memberikan keuntungan yang maksimal di masa mendatang. Era Bonus Demografi merupakan saat yang baik untuk meningkatkan kualitas SDM secara maksimal, penyiapan tenaga kerja dan strategi pembangunan kependudukan. Karena banyak angkatan kerja muda yang perlu dilengkapi dengan penguatan karakter diri, skill (keterampilan kerja) dan daya inovasi dan kreatifitas yang baik.
Bahkan, menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Hanif Dhakiri mengungkapkan bahwa tantangan utama yang harus menjadi perhatian jangka menengah dan panjang yaitu pembangunan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, masalah kependudukan dan peningkatan kualitas SDM menjadi salah satu fokus utama kerja pemerintah menghadapi Bonus Demografi. Sang Menteri optimis tenaga kerja Indonesia dapat bersaing dengan para pencari kerja dari luar negeri, khususnya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah berlangsung.
Puncak Keemasan Pembangunan
Lantas apa yang harus dilakukan oleh pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk menghadapi Bonus Demografi? Perlunya persiapan dari pemerintah untuk mengeluarkan berbagai kebijakan yang mampu memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan maupun ketenagakerjaan merupakan tindakan yang bagus.
Dalam dunia pendidikan, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana menyatakan bahwa perlunya Wajib Belajar (Wajar) diperpanjang hingga 12 tahun (setingkat SMA atau sederajat). Jumlah Drop Out (DO) pelajar yang keluarganya berpenghasilan rendah harus dikurangi dan kurikulum pendidikan juga harus direvisi.
Bidang kesehatan, pemerintah menggalakkan perlunya nutrisi 1000 hari pertama sejak kelahiran anak untuk masa perkembangan otak. Tindakan lain adalah peningkatan revitaslisasi program KB. Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) Prof Dr Ascobat Gani menyatakan optimis dengan adanya kementerian bidang kependudukan.
Upaya revitalisasi program KB, pencapaian sasaran tujuan pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 serta Bonus Demografi tahun 2020 akan terwujud. Perwujudan pencapaian tersebut seperti program penurunan pertumbuhan penduduk dari 1,3 persen per tahun menjadi 1,0 persen serta angka pertumbuhan wanita (TFR - Total Fertility Rate) dari 2,6 anak (sejak 2002-2007) menjadi 1,5 anak.
Kebijakan Presiden Jokowi dengan adanya Kartu Indoensia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) terlepas dari pro kontra ternyata memiliki hubungan erat dengan adanya Bonus Demografi. Karena bidang kesehatan dan pendidikan menjadi penilaian dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Oleh sebab itu, jika program tersebut dilakukan dengan baik dan berkesinambungan bisa ikut andil dalam mensukseskan Bonus Demografi.
Bidang ketenagakerjaan, pemerintah menggenjot secara terus-menerus industri padat karya, pertanian, industri kreatif serta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Program yang tidak kalah penting yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah perlunya penggelontoran dana negara sebagai upaya meningkatkan jiwa wirausaha. Sebagai informasi, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa per bulan Pebruari tahun 2014, jumlah wirausaha di Indonesia mencapai 44,2 juta orang atau sekitar 0,374 persen dari total 118, 17 juta orang penduduk di Indonesia yang bekerja.