Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

#BahagiaDiRumah Pulau Bali yang Menyatukan Keluarga

30 Mei 2016   23:48 Diperbarui: 31 Mei 2016   00:27 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membawa anak dan istri di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB)

(Sumber: dokumen pribadi)

“Aja sering ninggalna anak bojo. Primen carane kudu kumpul” (jangan sering meninggalkan anak istri. Gimana caranya harus bisa kumpul). Itu adalah sepenggal pesan orang tua setelah saya berkeluarga yang selalu saya ingat hingga sekarang. Ya, kami bisa menikmati kumpul keluarga yang sesungguhnya setelah saya merantau ke Bali sekitar tahun 2009 hingga sekarang. Saya memboyong anak dan istri hijrah ke Pulau Dewata demi mencari penghidupan yang lebih baik.

***

Perjalanan panjang mengarungi biduk keluarga dari tahun 2000 hingga 2009 sungguh membuat saya banyak menerima pelajaran dari Yang Maha Kuasa. Tuntutan pekerjaan membuat kami sekeluarga harus berkeliling tempat tinggal (nomaden). Dari Jakarta hingga Bima, Nusa Tenggara Barat sudah pernah kami singgahi dalam tempo waktu 1-2 tahun. Lagi-lagi, kami selalu membawa keluarga kecil kami, 1 anak dan istri.

Jangan kaget, sejak kecil anak saya sudah mengalami berbagai macam budaya yang berbeda. Sekolah pun pernah mengalami di tanah Sunda (Purwakarta) hingga pelabuhan terakhir sekarang ini, Pulau Bali. Dan Bali memberikan pengalaman dan pembelajaran yang berharga buat keluarga kami.

Setelah usaha saya dirundung malapetaka (kerugian), saya berkemaun keras untuk merantau ke Kota Makasar atau Pulau Kalimantan. Namun, pilihan jatuh ke Pulau Kalimantan. Sayang, satu bulan sebelum keberangkatan, istri saya memberikan alternatif yang tidak terduga.

“Pa, ngapain jauh-jauh pergi ke Kalimantan. Kita susah lho kalau pengin ketemu keluarga. Lagian biayanya pun tidak sedikit. Erza (red: anakku) masa mau ditinggal terus dari kecil. Kasihan dia, nanti kita tidak tahu perkembangannya. Kenapa nggak dicoba ke Bali saja. Kalau mau pulang kampung pun dekat dan biayanya pun tidak terlalu mahal”.

Perjuangan untuk merantau ke Bali pun membutuhkan waktu lama, Karena, saya sudah bertekad untuk meninggalkan anak dan istri pergi ke Pulau Kalimantan dengan harapan bisa mengembalikan kerugian usaha saya dengan cepat. Tetapi, setelah berpikir masak-masak tentang sekolah anak saya, mimpi untuk pergi ke Pulau Kalimantan pun kandas. Akhirnya, kami memutuskan untuk merantau ke Bali. Tetapi, masalah baru muncul lagi yaitu: mencari sekolah anak saya ketika di Bali.

Saya akui, sangat berat ketika kami berusaha untuk memindahkan sekolah anak saya dari Ngawi, Jawa Timur ke Pulau Bali. Ada beberapa alasan yang membuat kami maju-mundur untuk memindahkan sekolah, seperti: 1) perlunya waktu adaptasi di sekolah baru, 2) ada pelajaran yang akan menjadi penghambat (Bahasa Bali), dan 3) membutuhkan waktu, biaya dan energi untuk mengurus surat-surat kepindahan sekolah (untuk alasan ini saya terpaksa harus bolak-balik Ngawi-Bali). 

Anak saya yang saat itu masih kelas 2 SD (tahun 2009) juga merasa berat hati dan ogah-ogahan untuk pindah ke Bali. Perasaan menyatu dengan teman-teman sekolahnya membuat enggan untuk hijrah. Apalagi, anak saya mempunyai banyak teman karib yang sepertinya berat untuk berpisah. Tetapi, saya punya niat untuk mengumpulkan keluarga. Apapun yang terjadi, saya ingin melihat perkembangan pola pikir dan sekolahnya dengan baik. Istri saya berkali-kali berusaha merayu agar anak saya mau ikut pindah ke pulau Bali. Atas bujukan anggota keluarga mertua saya lainnya, akhirnya anak saya pun ikut bersama kami.  

Demi Pendidikan Anak

Kami pun berusaha untuk memantau perkembangan pendidikan anak di tempat yang baru. Bukan perkara mudah, karena bulan-bulan pertama anak saya seperti mengalami demam panggung. Butuh waktu untuk mendapatkan teman baru yang mampu berbagi kisah di sekolahnya. Apalagi, masalah pelajaran bahasa Bali membuat kami pusing tujuh keliling. Saya terpaksa harus rajin ke toko buku untuk mempelajari bahasa Bali. Karena banyak pertanyaan yang disampaikan anak saya mengenai PR pelajaran tersebut. Kami harus telaten untuk membimbingnya.

Kami berusaha berkumpul setiap hari untuk membicarakan hal-hal penting tentang perkembangan sekolah anak sehabis makan malam. Bukan hanya itu, kami juga membiasakan diri untuk sholat berjamaah. Ada beberapa hal yang selalu saya perhatikan demi pendidikan anak saya adalah saya tidak akan bepergian jauh saat anak ssaya sedang melaksanakan ujian, baik ujian sekolah maupun ujian nasional. Saya dan istri saya ingin selalu bersama dengan anakku, agar bisa memberikan semangat, kepercayaan diri untuk menghadapi ujian.

Bahkan, sekarang ini akan meminta ijin pada anak saya dulu, apakah diperbolehkan bepergian jauh. Jika tidak diijinkan, saya berusaha untuk mengurungkan niatnya dan legowo apapun resikonya. Karena, saya berpikir bahwa anak adalah bagian dari masa depan. Saya berusaha memberikan yang terbaik buat anak. Yang terpenting adalah saya ingin selalu ada saat dibutuhkan dan berusaha menjadi pemecah solusi (problem solver) bagi keluarga.

Untuk memberikan wawasan luas tentang dunia luar, saya pun sebisa mungkin untuk membawa keluarga kecil melakukan aktivitas wisata. Dengan maksud agar mereka tidak jenuh dan bisa mendapatkan pengalaman baru. Tetapi, menjelang kelulusan SMP anak saya sering bersama teman-temannya melakukan aktifitas sendiri tanpa pendampingan kami. Selanjutnya, kami selalu berpesan padanya agar selalu hati-hati dalam perjalanan. Setelah, sesampainya di rumah kami sering bertanya apa yang telah diperoleh dari aktifitas wisata tersebut. Bahkan, kami selalu memberikan saran pada anak agar perjalanan tersebut bisa dituangkan dalam sebuah tulisan yang menarik dan memberikan inspirasi.

ceritakan-3-574c6ec1567b61a009948710.jpg
ceritakan-3-574c6ec1567b61a009948710.jpg
Anak saya melakukan aktifitas wisata di Pantai Pandawa Bali

(Sumber: dokumen pribadi)

***

Yang lebih berbahagia adalah di saat salah satu keluarga kecil kami merayakan ulang tahun. Bukan seperti orang lain yang merayakan dengan kemewahan karena kelebihan uang. Ritual yang kami lakukan adalah membuat nasi kuning berbalut lauk-pauk ala kadarnya. Seperti biasa, setelah sholat shubuh nasi kuning ulang tahun tersebut kami nikmati dengan senang hati. Kami saling berbagi tentang keinginan tahun yang akan datang.

ceritakan-4-574c6ecc587b61770fcf4c9b.jpg
ceritakan-4-574c6ecc587b61770fcf4c9b.jpg
Nasi kuning yang selalu menemani saat anggota keluarga kami merayakan ulang tahun (Sumber: dokumen pribadi)

Kami senang untuk memenuhi keinginan anak saya tentang berbagai alat musik. Keinginan yang selalu dibicarakan di saat sehabis makan malam berbuah manis. Kami mengamini untuk membelikan gitar dan biola, meskipun salah satu alat musik tersebut tidak memahami sama sekali. Karena keinginan kuat dari anak saya, akhirnya belajar secara otodidak dan bantuan teman serta mbah “google” menjadi solusi terbaik.

ceritakan-5-574c6eda5393735f0ba44721.jpg
ceritakan-5-574c6eda5393735f0ba44721.jpg
Anak saya belajar biola secara otodidak yang sama sekali belum dikenalnya (Sumber: dokumen pribadi)

Rasa lelah dari bekerja akan terasa ringan di saat senyum mengembang dari keluarga kecil kami. Selanjutnya, adalah saat berbagi kisah perjalanan yang ditemani dengan cemilan dan segelas susu hangat. Itulah, masa yang tidak terlupakan. Kami melepas senyum dan tertawa bersama. Saya merasakan betul apa artinya #BahagiaDiRumah. Dan, di Pulau Bali  keluarga kecil kami bisa menikmatinya. Kami bisa melihat perkembangan pendidikannya. Dan terpenting, anak saya sekarang betah tinggal di Bali. Saya dan istri sering menggodanya agar melanjutkan SMA di Jawa saja. Dengan jawaban tegas, anak saya menolaknya.

***

Kebahagiaan kami untuk #BahagiaDiRumah tidak berbeda dengan Tabloid NOVA. Selama 28 tahun, Tabloid Nova telah menemani para sahabat NOVA baik di rumah, kantor, atau tempat kegiatan lainnya. Rubrik kuliner (Dapur Nova) adalah rubric yang selalu menarik untuk disimak, selain berita tentang sosok selebritis yang selalu menjadi headline. Tentunya, Tabloid Nova telah memberikan inspirasi yang luar biasa kepada keluarga Indonesia selama 28 tahun.

Dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang bertajuk NOVAVERSARY , Tabloid Nova tidak ingin sekadar merayakan ulang tahun, namun juga berbagi inspirasi dan kebahagiaan di rumah bersama keluarga. Tabloid Nova telah memberikan warna pelangi kehidupan. Berita dan info yang disuguhkan adalah khas Indonesia. Dan, waktu 28 tahun adalah sebuah perjalanan hidup yang dikatakan “dewasa”. Tabloid Nova berkeinginan untuk selalu hadir dan menemani keluarga Indonesia dalam situasi apapun.  Selamat ulang tahun ke-28 Tabloid Nova. Semoga tetap jaya dan sukses selalu. Happy birthday!

banner-nova-574c75ad6d7e61c90a412f2e.jpg
banner-nova-574c75ad6d7e61c90a412f2e.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun